BAB 9: Nytherion Protocol

Langit Akademi Zenith yang sebelumnya biru terang kini dihiasi kabut keunguan aneh, pertanda bahwa dunia yang mereka kenal telah berubah. Di tengah lapangan utama akademi, sebuah kapsul logam berdesain antarbintang berdiri tegak, dikelilingi para pengawas dan ilmuwan yang tampak kebingungan.

Pintu kapsul terbuka perlahan dengan desisan uap. Dari dalamnya, melangkah seorang gadis dengan rambut ungu panjang, mata keemasan tajam seperti bintang mati. Ia mengenakan pakaian tempur bercorak biru-gelap, dihiasi simbol aneh di punggung tangannya yang menyala redup.

"Namaku Astrid Valea. Aku datang dari koloni bintang Nytherion Prime. Aku mencari Kael."

Semua mata tertuju pada Kael, yang berdiri di antara Selene dan Nyx. Tatapannya tak gentar, tapi dalam hatinya bergolak. Gadis ini... ia merasa seperti pernah bertemu dengannya, entah di mana.

---

Mereka berkumpul di ruang pertemuan rahasia di bawah akademi. Hanya Kael, Astrid, Selene, dan Nyx yang hadir.

"Kael adalah fragmen dari Archeios, pencipta sistem simulasi yang telah mengendalikan seluruh koloni manusia selama ratusan tahun," ujar Astrid. Suaranya tenang, tapi setiap kata membawa beban sejarah.

"Archeios bukan dewa," potong Kael. "Ia hanya manusia yang terlalu banyak tahu."

Astrid menatapnya lama. "Benar. Dan kau... adalah kelanjutannya. Dalam dirimu tersimpan Genesis Code, satu-satunya kunci untuk menghentikan Void Mechanica."

"Void Mechanica?" tanya Nyx.

"Entitas parasit dari dimensi non-materi. Mereka telah menghancurkan tiga koloni. Sekarang mereka menuju Bumi."

Selene menggenggam tangan Kael. "Kalau begitu, kita harus melawan. Kau tak sendiri."

Kael menunduk. "Bukan soal sendiri atau tidak. Tapi... aku mulai lelah menjalani kehidupan yang bahkan bukan pilihanku sendiri."

Astrid melangkah mendekat. Matanya yang tajam kini tampak lembut. "Tapi kau memiliki pilihan sekarang. Untuk pertama kalinya. Dan aku di sini bukan untuk memaksamu. Tapi untuk mengingatkanmu... akan janjimu. Kepada kami semua."

---

Mereka melakukan perjalanan menuju Sanctum Mirage, tempat suci di perbatasan dimensi, gerbang menuju sisa koloni. Melewati gurun realitas retak, langit memutar balik waktu, dan bayangan masa lalu muncul dalam bisikan angin.

Dalam perjalanan, Selene dan Nyx makin dekat dengan Kael. Suatu malam, saat mereka beristirahat di dalam kubah pelindung temporal, Selene menatap Kael yang termenung.

"Kau selalu terlihat kuat... tapi aku tahu, kau menyimpan semuanya sendiri."

"Kalau aku roboh, siapa yang akan berdiri di depan semua ini?" jawab Kael pelan.

"Kami." Nyx muncul dari belakang. "Kami berdiri di sini bukan karena kau kuat. Tapi karena kau pernah menyelamatkan kami saat kami lemah. Sekarang gantian."

Astrid melihat dari kejauhan. Ada rasa aneh di hatinya. Iri. Bukan karena kedekatan mereka, tapi karena kehangatan itu... adalah sesuatu yang tidak pernah ia miliki sebagai ciptaan buatan. Namun ia tetap setia berjalan di samping Kael.

---

Saat sampai di gerbang dimensi, Void Mechanica menyambut mereka. Makhluk gelap cair, tanpa bentuk pasti, suara mereka bergema ribuan nada.

"Kembalilah, Kael... kau adalah bagian dari kami."

Kael menatap mereka dengan mata bersinar kode biru.

"Aku bukan bagian siapa pun. Aku memilih... untuk menghancurkanmu."

Pertarungan terjadi. Astrid melawan dengan manipulasi gravitasi, Nyx dengan pergerakan kilat dan senjata senyap, Selene menggunakan resonansi spiritual yang membuat Void berteriak kesakitan. Kael... mematikan realitas lokal dan mengunci mereka dalam ruang kosong, mengurai keberadaan mereka baris demi baris.

Ketika pertarungan usai, mereka semua terengah.

"Ini... baru permulaan," ujar Astrid. "Koloni terakhir yang tersisa, Halveron, mengirim sinyal darurat. Jika kita terlambat... semua akan berakhir."

Kael menatap langit retak.

"Kalau begitu... mari kita selesaikan apa yang aku mulai."

Dan mereka pun melanjutkan perjalanan, menuju tempat di mana semua kebenaran yang lebih dalam menunggu untuk terungkap.