Bab 10: Akhirnya, Rumah Itu Ada

Pernikahan adalah hal yang jauh dari mimpi bagi Yin Yue.

Sejak kecil, ia terbiasa hidup dalam sunyi, tanpa pelukan ibu, tanpa tanya kabar dari ayah, tanpa suara keluarga yang menanti di rumah.

Panti asuhan hanya memberinya atap, bukan hangatnya kasih.

Dan ketika dunia mulai mengenalnya sebagai CEO jenius, dia merasa… tak ada satu pun prestasi yang bisa menggantikan sebuah panggilan: “Anak.”

Tapi malam itu, semuanya berbeda.

Pernikahan mereka diadakan di hotel mewah milik keluarga Ming, berdiri anggun di pinggir danau dengan ballroom kaca yang terbuka pada langit senja.

Tamu yang diundang tak banyak, hanya keluarga, sahabat terpercaya, dan segelintir nama penting yang benar-benar mengenal siapa mereka.

Namun begitu foto-foto resmi pernikahan dipublikasikan lewat akun perusahaan dan media internal… Internet terbakar.

“CEO cyber defense nikah? Sama pewaris properti? FIX dunia nggak adil!”

“Gue bahkan belum bisa cicil apartemen, mereka udah bangun bunker cinta kali ya.”

“Ah.. ah.. ah.. Yin Yue CANTIK BANGET. Gak bisa bayangin betapa mewahnya pesta pernikahan mereka.”

“Ming Xiu ganteng, kaya, setia. Gue uninstall semua dating app.”

Reaksi netizen meledak bukan cuma karena status mereka, tapi karena caranya…

Mereka tidak pamer.

Tidak mengundang kamera infotainment.

Tapi tetap membuat siapa pun yang melihatnya merasa… ingin dicintai seperti itu.

Di dalam ballroom, Yueyue berdiri gugup di balik tirai kaca.

Gaun putihnya sederhana tapi elegan, garisnya tegas, lembut, seperti dirinya. Rambutnya disanggul rapi, dan kalung giok pemberian Ming Xiu tergantung di lehernya.

Dari balik tirai, ia bisa melihat Lin Yue, ibu Ming Xiu, berdiri sebagai perwakilan keluarga. Wanita anggun itu berbicara hangat, kepada para tamu.

“Yueyue tidak lahir dari rahim saya, tapi saya selalu menganggapnya bagian dari keluarga kami. Sejak pertama kali saya melihatnya… saya tahu, dia dan anak saya tidak akan pernah terpisahkan.”

Yueyue menutup mulut, matanya berkaca.

Tidak ada yang pernah menyebut dirinya “keluarga” sebelumnya.

Saat tirai dibuka, Yueyue melangkah pelan diiringi musik senja.

Setiap langkahnya adalah peluruhan dari segala luka, masa kecil tanpa keluarga, kehidupan keras yang ia jalani sendiri, dunia yang pernah runtuh… semua terbungkus dalam cahaya lembut.

Ming Xiu berdiri di ujung podium. Tinggi menjulang dalam setelan hitam klasik, tubuhnya tegap namun santai. Rambutnya disisir rapi ke belakang, menyisakan beberapa helai yang jatuh alami di pelipis. Garis rahangnya tegas, hidungnya lurus dan tajam, dan sepasang matanya yang dalam seperti malam yang tenang, tapi kini bersinar hanya untuk satu orang.

Di dada kirinya tersemat pin berbentuk teratai giok kecil, senada dengan liontin di leher Yueyue.

Saat mata mereka bertemu, wajah dingin CEO yang dikenal publik itu runtuh seluruhnya, digantikan oleh senyum lembut yang hanya diperuntukan bagi Yueyue.

Saat tangan mereka bersatu, dunia seakan tenang sebentar.

Setelah ikrar terucap dan cincin melingkar di jari, Ming Xiu menatapnya lama.

“Sekarang, kamu tidak sendirian lagi,” bisiknya, dan ia mengecup kening Yueyue dengan perlahan, penuh janji.

Ming Lan menangis tanpa malu-malu dari bangku keluarga.

Pix, yang ditugaskan jadi MC hologram, menghapus air mata virtualnya sambil berseru,

“SIAPA YANG POTONG BAWANG DI SAMPING KABEL DATAKU?!”

Malam itu, Yueyue berdiri sendirian sejenak di balkon suite atas hotel.

Di bawahnya, kota masih bersinar. Tak satu pun tahu bahwa waktu mereka tinggal kurang dari tiga bulan. Tapi malam ini, ia mengizinkan dirinya untuk bahagia.

Lin Yue menyusulnya, berdiri di samping dengan angin menerpa pelan.

“Kamu tahu, Yue… dulu aku takut Xiu nggak akan pernah menikah, dia tidak pernah dekat dengan siapa pun. Dia terlalu pendiam, dingin, dan tertutup. Tapi ternyata dia hanya menunggu satu orang. Kamu.”

Yueyue nyaris tak bisa menjawab. Ia hanya mengangguk… lalu memeluk wanita itu.

Untuk pertama kalinya…

Pelukan itu terasa seperti rumah.