Bab 13: Logistik, Rumah, dan Dunia Kecil Kita

Sore itu, ruang keluarga rumah keluarga Ming disinari cahaya matahari lembut dari balik jendela besar. Aroma teh melati yang diseduh Lin Yue memenuhi udara, sementara kue buatan Ming Lan setengah dimakan di meja.

Yueyue duduk bersisian dengan Ming Xiu di sofa panjang. Wajah mereka serius, tapi lembut. Lin Yue dan Ming Zhen duduk berhadapan, seperti akan mendengarkan rencana besar.

“Ayah, Ibu,” Ming Xiu membuka percakapan. “Kami… mau diskusi soal pindah rumah.”

Ming Lan langsung berhenti mengunyah. “Eh? Kalian mau pindah ke mana?”

Yueyue menatap mereka pelan. “Kami ingin menjual apartemen kami. Bahkan… mungkin beberapa properti pribadi lain yang kami punya.”

Lin Yue terlihat terkejut. “Tapi… kenapa? Bukankah properti kalian cukup strategis?”

Ming Xiu mengangguk. “Itu dia. Justru karena letaknya strategis, nilainya tinggi sekarang. Tapi nanti, saat dunia benar-benar hancur, semua itu tidak berarti apa-apa. Gedung tinggi tidak bisa melindungi dari lapar. Apartemen mahal tidak bisa menjamin selamat.”

Ming Zhen menyandarkan tubuh ke kursi. “Jadi… kalian mau cairkan semua aset, untuk persiapan?”

Yueyue mengangguk. “Kami butuh logistik. Makanan, alat medis, kendaraan, alat survival, teknologi. Semua akan kami pakai untuk bertahan. Dan kami harap… bisa tetap tinggal di sini sementara. Kalau Ayah dan Ibu tidak keberatan.”

Lin Yue langsung meraih tangan Yueyue. Mata Lin Yue berkaca-kaca, tapi senyumnya hangat,

“Tentu sajq tidak, kami malah senang kita bisa berkumpul disini. Rumah ini rumah kalian juga.”

Ming Zhen tidak banyak bicara, tapi anggukannya kuat dan penuh makna.

Ming Lan berujar cepat, “Asal kamarnya gak direbut semua buat gudang aja!”

Tawa pecah kecil di antara mereka.

“Tenang Lan, kalo kamu malam-malam bikin ribut, kami bakal langsung ngungsi ke ruang teratai,” Ming Xiu mencubit pipi Ming Lan.

“Yeeee.. Aku susul nanti.. kan aku juga bisa bebas keluar masuk ruang teratai, aku hantui kalian sampai kalian kapok, weeek!,” Ming Lan menjulurkan lidahnya.

Ayah dan Ibu Ming hanya bisa geleng-geleng kepala melihatnya.

Beberapa hari kemudian, pengiriman besar datang ke rumah keluarga Ming.

Yueyue, dengan bantuan koneksi ArchaByte, memesan dari perusahaan rekanan dalam negeri, robot-robot fungsional yang dapat bekerja otomatis di lingkungan terbatas seperti ruang teratai.

Yang mereka beli adalah 2 robot koki, dengan database lebih dari dua ribu resep internasional, kemampuan pengembangan resep, dan penyesuaian gizi, 2 robot rumah tangga, dengan kemampuan bersih-bersih rumah, mencuci pakaian, piring, dan pengaturan letak barang, 4 robot pertanian, lengkap dengan alat tanam, sensor tanah, pemupukan otomatis, dan sistem pengairan mikro.

Yueyue memprogram sistem transmisi lokal, berbasis gelombang otak dan sinyal pendek. Ruang teratai memang terisolasi dari dunia luar, tapi sistem yang diciptakan Yueyue bisa dioperasikan di dalam ruang teratai, sehingga mampu menjalankan robot dengan lancar seperti di luar.

Pix ikut memantau aktivasi semua robot sambil mengenakan topi inspektur. “Kalau salah satu dari mereka mulai mengaduk sup pakai sendok bengkok, aku laporin ke manajemen!”

Robot koki, bernama Hana dan Raku, menyapa dengan suara ramah dan aksen hangat. “Selamat siang. Hari ini cuaca sangat stabil. Apa kalian ingin menu panas atau menyegarkan?”

“Masakan Jepang dan Korea!” teriak Ming Lan antusias. “Yang bisa dicomot banyak tapi gak bikin gemuk!”

Pengaktifan robot berlangsung seharian, setelah semua sistem aktif, Yueyue dan Ming Xiu memasukkan semua robot ke ruang teratai untuk menyusun ulang penempatan. Robot rumah tangga bertanggung jawab atas rumah kayu, dan beberapa rumah portabel nantinya, sedangkan robot pertanian mulai membuka ladang di sisi utara dan timur rumah. Berbagai benih telah dibeli oleh Yueyue, termasuk macam-macam benih pohon buah dan bunga.

Yueyue juga telah memesan beberapa mesin pengolah hasil panen otomatis, mesin pengepak barang, dan mesin-mesin pertanian dan peternakan yang sekiranya akan dibutuhkan nanti. 

Yueyue duduk di tangga kayu, memandang sekeliling.

“Dunia di luar pelan-pelan bergerak menuju kehancuran,” katanya pelan. “Tapi tempat ini… mulai hidup.”

Ming Xiu duduk di sampingnya. “Dunia bisa runtuh. Tapi rumah kita harus tetap berdiri.”

Lalu dengan nada lebih tenang, ia menoleh ke Yueyue.

“Yueyue … kamu tahu aku selalu membayangkan memiliki anak bersamamu.. Tapi sekarang, rasanya bukan waktu yang tepat.”

Yueyue memandang wajah suaminya dengan lembut. “Aku juga memikirkan hal itu…”

Ia menggenggam tangan Ming Xiu.

“Biarkan kita membangun tempat aman dulu. Dunia yang layak ditinggali. Baru setelah itu… kita bawa kehidupan baru.”

Ming Xiu membelai punggung tangannya lembut. “Kita bangun pangkalan ini dengan baik. Kita siapkan semua. Dan kalau saatnya tiba… kita sambut hidup baru dengan tawa, bukan ketakutan.”

____

Keesokan harinya, Ming Xiu mendapatkan notifikasi, sepuluh unit rumah portable modular akan tiba di gudang sewaan di pinggir kota. Ming Xiu sengaja memilih lokasi ini karena sangat luas dan jarak antar bangunan cukup jauh sehingga aman dari pandangan orang lain. Dia dan Yueyue langsung bergegas untuk menerimanya.

Desain rumah-rumah itu simpel namun elegan: berdinding panel tahan panas, atap surya, dan sistem pemurni air internal. Masing-masing bisa menampung satu keluarga kecil dan bisa dirakit otomatis dengan remote control.

Setelah menandatangani faktur serah terima, Ming Xiu dan Yueyue berdiri di pinggir gudang dengan Pix yang melayang-layang cemas.

“Sepuluh rumah portable,” gumam Ming Xiu, tangannya menyentuh lengan Yueyue. “Semua selesai dirakit. Siap kamu tarik ke… dunia kita.”

Yueyue menatap kelima struktur itu, matanya tenang. Ia mengangkat tangan kanannya, lalu perlahan mengarahkannya ke salah satu unit rumah.

“Masuk,” bisiknya pelan.

Tak ada percikan. Tak ada ledakan cahaya dramatis. Hanya aliran lembut udara yang berputar, dan dalam sekejap… satu rumah menghilang.

Pix terpental setengah meter ke belakang. “Whoa! Kamu gak perlu menyentuhnya sekarang?!”

Yueyue tersenyum samar. “Aku baru sadar, ruang teratai… merespons gelombang otakku. Kalau aku niatkan, dan beri perintah, benda apa pun bisa masuk. Bahkan tanpa aku menyentuhnya.”

Ming Xiu menoleh. “Jadi kamu… terhubung langsung dengan dimensi itu?”

Yueyue mengangguk. “Sepertinya sejak aku berlatih energi spiritual, ada sesuatu yang berubah. Mungkin ini… cara liontin itu menyatu denganku.”

Satu per satu, Yueyue mengangkat tangannya dan mengarahkan ke rumah lainnya.

“Masuk.”

“Masuk.”

“Masuk.”

“Masuk.”

Dan semuanya lenyap dengan sunyi. Tidak tersisa satu pun jejak, seolah rumah-rumah itu hanya ilusi.

Pix masih membeku di udara. “Aku… aku cinta dimensi ini.”

Yueyue meraih tangan Ming Xiu.

“Sekarang kita punya sepuluh rumah portable di dalam ruang teratai. Siap digunakan kapan saja.”

Ming Xiu mengangguk, suaranya rendah namun penuh harapan.

“Kalau suatu saat nanti dunia di luar jadi terlalu kejam… setidaknya kita sudah punya dunia kecil yang bisa menampung orang-orang kita.”