Bandara privat di Negara M terasa tenang saat jet pribadi keluarga Ming mendarat. Langit di atasnya biru tanpa cacat, tapi hati Yueyue tak pernah lengah. Dunia memang belum kiamat, namun bayangan kehancuran sudah menggantung di atas kepala mereka bagai kabut tak kasat mata.
“Selamat datang, Tuan dan Nyonya Ming,” sapa seorang perwakilan StarNet M yang menunggu di jalur diplomatik. “Tim kami sudah menyiapkan ruang pertemuan dan sistem pengamanan maksimal.”
Ming Xiu menjabat tangan pria itu dengan sikap dingin. Yueyue hanya mengangguk kecil, namun matanya tajam, merekam setiap detail di sekeliling mereka.
Ruang rapat di markas StarNet M tampak sangat futuristik. Dindingnya transparan, namun dilengkapi lapisan anti-intai. Di atas meja kaca besar, proyeksi tiga dimensi dari jaringan satelit Bumi melayang anggun.
Seorang wanita paruh baya, CEO StarNet M, menyambut mereka. “Kami sudah memeriksa teknologi perlindungan medan elektromagnetik yang Anda tawarkan. Sistem itu… sungguh luar biasa.”
Yueyue membuka tabletnya, menampilkan simulasi efek perlindungan saat gelombang elektromagnetik menghantam satelit. “Ini bukan hanya teori, sistem ini bisa langsung diaplikasikan,” jelasnya.
Wanita itu mengangguk. “Kami sepakat. Kontrak eksklusif penggunaan dua jalur satelit komunikasi kelas militer, akan ditukar dengan sistem proteksi medan magnet dan firewall ArchaByte.”
Penandatanganan kontrak berlangsung cepat, namun tak ada senyum lega di wajah Yueyue. Ia tahu, ini hanyalah satu langkah kecil dari ribuan yang harus diambil.
Setelah semua selesai, wanita itu menatap mereka penuh rasa ingin tahu. “Saya tidak tahu mengapa Anda begitu bersikeras mempersiapkan sistem seperti ini… tapi saya yakin Anda tahu sesuatu yang dunia belum tahu.”
Yueyue tersenyum samar. “Anggap saja saya paranoid. Saya hanya ingin memastikan semuanya aman… setidaknya ada satu tempat di mana kita masih bisa berkomunikasi jika terjadi hal yang tidak diinginkan.” Ia kemudian menambahkan, senyumnya penuh makna, “Oh, mungkin Anda juga perlu bersiap-siap.”
Ariel, sang CEO, adalah wanita yang tegas dan lugas. Yueyue merasa tidak ada salahnya menjalin hubungan baik dengannya. Ia belum tahu, bahwa kata-katanya hari itu akan memberinya sekutu yang kuat di masa depan.
Malam harinya, di hotel privat tempat mereka menginap, Yueyue membuka laptop dan memantau sinyal satelit secara langsung.
Pix muncul, kali ini dalam wujud burung hantu kecil. “Kontrak sudah aman. Dua jalur satelit aktif. Tapi…”
“Ada apa?” tanya Yueyue cepat.
Pix memproyeksikan titik merah di layar.
“Satu sinyal lemah mencoba melacak gerakanmu sejak dua jam lalu. Lokasi: dalam radius satu kilometer.”
Yueyue langsung menutup laptopnya. “Kita diawasi.”
Ming Xiu, yang duduk di sisi tempat tidur, langsung menatapnya serius. “Apakah mereka dari pemerintah? Atau pihak lain?”
“Bisa siapa saja. Mungkin tertarik pada teknologi… atau mereka yang mulai curiga akan sesuatu yang lebih besar,” jawab Yueyue. “Pix, bisakah kamu mengatasinya?”
“Ohooooo… serahkan padaku, Pix sang Pelindung! Aku akan mengacaukan sinyal mereka sampai mereka kehilangan jejak kita. Untuk saat ini, kita aman, hotel ini punya pengamanan canggih!” Pix melompat-lompat di atas meja.
Yueyue berjalan ke jendela, menatap lampu kota di bawah. “Langit di sini terlihat damai. Tapi kita tahu… dalam dua bulan, semua ini bisa menjadi bangunan mati.”
Ming Xiu berdiri di belakangnya, memeluknya. “Kita akan melindungi sebanyak mungkin. Termasuk mereka yang bahkan belum tahu apa yang akan datang.”
“Yah… aku tahu, manusia harus bisa bertahan,” gumam Yueyue. “Xiu, ingatkan aku…”
“Hmm?” Ming Xiu mencondongkan kepalanya.
“Jet pribadi harus dimasukkan ke Ruang Teratai.”
“Hahahaha,” Ming Xiu tertawa rendah.
“Baiklah ratuku, semua yang kumiliki adalah milikmu,” bisiknya di telinga Yueyue.
Napas hangat menerpa, membuat telinga Yueyue langsung memerah. Ia tersipu dan berusaha menyembunyikan wajahnya. Ming Xiu semakin terkekeh, mempererat pelukannya.