Hari Pertama pasca hantaman meteor.
Keheningan yang mencekam menyelimuti Pangkalan Lotus. Suara-suara gemuruh dari luar telah mereda, digantikan oleh bisikan angin yang membawa bau anyir dan debu. Di dalam pangkalan, rutinitas darurat telah mengambil alih. Lampu LED menyala konstan, sistem sirkulasi udara bekerja tanpa henti, dan aroma makanan dari dapur yang dikelola personel logistik berusaha mengusir ketegangan.
Di ruang komando utama, ketegangan terasa lebih tebal dari sebelumnya. Layar-layar besar memproyeksikan citra hitam-putih yang samar dari kamera VigilNet, memperlihatkan lanskap kehancuran yang tak berujung. Asap tebal masih menutupi langit, mengubah siang menjadi senja abadi yang kelam.
"Sektor Delta-7 menunjukkan peningkatan aktivitas," lapor Pix, hologramnya berputar serius. "Jumlah subjek terinfeksi mendekati lima puluh. Mereka mulai bergerak dalam kelompok kecil, tampaknya tertarik pada sumber suara atau cahaya yang samar."
Ming Xiu menyilangkan tangan. "Bagaimana dengan kondisi perimeter, Zhou Liang?"
Suara Zhou Liang terdengar tenang namun terkendali dari comm-link. "Dinding bertahan sempurna, Komandan. Tidak ada pergerakan mencurigakan yang mendekati tembok setinggi 10 meter. Pos-pos jaga terisi, semua sensor infrared dan deteksi gerak berfungsi optimal."
"Kami juga sudah mengerahkan drone pengawas ke area yang lebih luas," tambah Xia Feng, suaranya dingin dan fokus. "Rekaman awal menunjukkan pola pergerakan tak beraturan, sebagian besar berkumpul di reruntuhan perkotaan."
Yueyue mengangguk. Dia tahu, musuh ini tidak akan mudah dipahami. Mereka perlu lebih banyak informasi.
"Wen Ruo, pantau terus frekuensi Echo_92-A," perintah Yueyue. "Apa ada respons lanjutan?"
"Belum ada, Yueyue," jawab Wen Ruo, matanya terpaku pada konsol. "Mereka benar-benar diam. Mungkin sistem mereka down total, atau mereka sedang dalam lockdown seperti kita."
Ming Lan, yang duduk di sudut ruangan, tiba-tiba memecah keheningan. "Kak Yueyue, kalau mereka lapar, kenapa enggak kita kasih makan aja?" tanyanya polos, matanya menatap layar zombie. "Mereka kan kasihan."
Ayah Ming mengusap kepala Ming Lan, sementara Ibu Ming menarik napak. "Mereka bukan manusia lagi, Sayang," bisik Ibu Ming lembut. "Mereka sakit."
Yueyue menoleh ke Ming Lan, hatinya pedih. "Mereka tidak bisa kita beri makan, Lanlan. Mereka… hanya punya satu insting."
Situasi di dalam pangkalan, meski aman, dipenuhi bisik-bisik ketakutan. Beberapa penghuni yang sempat melihat siaran VigilNet di jam tangan pintar mereka (sebelum dihentikan) mulai menunjukkan gejala trauma. Lin Mei harus sering mengunjungi unit pemukiman untuk memberikan konseling singkat dan menenangkan mereka.
"Banyak yang tidak bisa tidur, Yueyue," lapor Lin Mei melalui comm-link. "Mereka hanya membayangkan apa yang terjadi di luar. Kita perlu memperkenalkan mereka pada realitas ini secara bertahap, tapi juga memberikan harapan."
Yueyue menghela napas. "Kita akan melakukannya, Lin Mei. Tapi belum saatnya. Kita harus pastikan sistem pangkalan benar-benar kokoh dulu, dan mereka mengerti bahwa kita aman di sini."
Di ruang komando, Yueyue menatap layar yang menampilkan zombie yang bergerak lambat. "Kita harus tahu lebih banyak tentang mereka," ucapnya. "Bagaimana mereka menyebar? Bagaimana daya tahan mereka? Kita butuh sampel."
Ming Xiu mengernyit. "Sampel? Itu terlalu berbahaya, Yueyue. Mereka sudah mulai memangsa yang lain."
"Kita tidak perlu kontak fisik langsung," jawab Yueyue. "Han Zhi, Zhou Liang, Xia Feng, siapkan tim untuk misi pengintaian dan pengambilan sampel drone. Kita akan menggunakan drone khusus yang dimodifikasi untuk mengambil sampel jaringan atau cairan dari zombie yang terisolasi. Jangan ada risiko langsung pada personel."
Han Zhi, matanya berbinar. "Saya bisa memodifikasi drone pengintai dengan lengan robotik kecil yang sangat presisi dan sistem pengumpul sampel steril. Aman, dan tidak terdeteksi."
Zhou Liang mengangguk. "Saya akan menyiapkan rute teraman untuk drone, dengan pengawasan tim keamanan dari dalam tembok."
Ming Xiu melirik Yueyue, melihat tekad di matanya. Dia tahu istrinya tidak akan menyerah pada tantangan ini. "Baik. Tapi setiap langkah harus dikalkulasi. Keamanan tim adalah prioritas utama."
Malam itu, Pangkalan Lotus tetap siaga penuh. Dunia luar telah menjadi medan perang, penuh mayat hidup yang kini diketahui keberadaannya. Dan mereka, di dalam pangkalan, telah memulai perang pertama mereka, dengan misi berisiko tinggi untuk memahami musuh yang baru.