Chapter 3 ~ Aku... Sudah Tidak Kuat Lagi...

•~[Irina Azzalzalah]~•

Bugh!!

"Duduk Sana!"

Bentak Kelvin yang terus memukuliku sejak aku masuk kedalam kelas saat bel masuk berbunyi.

"... Baik"

.....

"Baiklah anak-anak, seperti yang kalian tau... Hari ini, kita akan memulai uas. Keluarkan alat tulis kalian, saya akan mulai membagikan lembaran ujian"

"Baik pak"

Seru murid seisi kelas.

Akhirnya uas pun dimulai. Aku membaca soal-soal yang ada satu-persatu, sebelum akhirnya mulai menjawab dari soal yang paling mudah.

Satu-persatu, aku menjawab soal-soal itu dengan lancar. Hal-hal yang sudah kupelajari dalam beberapa hari ini benar-benar tertanam di kepalaku, sehingga uas berlalu begitu saja... Tanpa kusadari aku sudah menyelesaikan semuanya.

Begitulah... Tiap ujian di hari-hari berikutnya juga kulalui begitu saja tanpa masalah...

"Bagus sekali Irina, performa akademikmu sudah membaik. Dengan begini tidak perlu khawatir, ibu yakin beasiswa mu akan dipertahankan"

Begitulah yang dikatakan Bu Sinta padaku saat dia tiba-tiba saja memanggilku ke ruang guru.

"Ya, bu. Ini berkat ibu karena sudah mengingatkan saya sebelumnya. Terima kasih sudah membantuku mempertahankan beasiswa ku"

"Tidak, itu hasil kerja kerasmu sendiri. Kau pantas mendapatkannya Irina"

"... Terima kasih bu"

"Tetap pertahankan ya, itu saja dari ibu"

"Baik, saya akan berusaha"

.....

"Akh!"

Tepat ketika aku kembali ke kelas, aku disambut oleh pukulan telak tepat di wajah ku. Tepat ketika aku menyadarinya, darah telah menetes dari hidung ku... Sepertinya patah ya?

"Habis ngapain lo dari ruang guru, hah?!"

Bugh!!

Dia membenturkan kepalaku ke meja

"Mau ngadu lagi lo, hah?!"

Bugh!! Bugh!! Bugh!!

"Aku- Tidak- Mengadu... Akh!"

Bugh!!!

"Siapa yang nyuruh lo bicara, hah?!"

Bugh!! Bugh!! Bugh!!

"Akh!"

Sakit sekali... Sangat sakit... Tapi, entah kenapa aku telah kehilangan rasa penderitaan yang selama ini kualami. Aku tidak mengerti... Tapi rasanya, keinginan untuk menangis yang selama ini terus kurasakan... Menghilang begitu saja. Rasa penderitaan yang kurasakan... Juga menghilang begitu saja.

Rasanya... Benar-benar kosong seakan aku sudah terbiasa dengan rasa sakit sejak awal.

•••

"Irina, kau bisa dengar?"

"Ya... Aku dengar"

Ibuku tiba-tiba saja menelponku.

"Ibu dengar performa mu sudah membaik"

"Ya bu, aku belajar keras untuk itu"

"Baguslah, kalau performa mu tidak membaik kau justru akan membuatku malu"

Begitu... Jadi dia hanya memikirkan tentang itu ya

"Aku akan berusaha"

Tepat setelah mengatakan itu, aku mematikan handphoneku.

"... Ke supermarket kali?"

Aku berdiri, lalu mengambil uang ku dari laci. Aku berjalan meninggalkan kontrakanku, menuruni tangga, sebelum akhirnya melewati beberapa gang hingga sampai di supermarket.

Aku masuk kedalam, melewati beberapa rak makanan yang ada. Melihat tiap hal yang disediakan. Tetapi tidak peduli semenarik apa suatu hal, aku bahkan tidak memerdulikan keberadaannya.

"Ini aja kali?"

Begitulah yang ku gumamkan setelah mengambil sebungkus mie instan. Aku masih punya sisa telur dirumah... Yasudah lah, lagipula aku tidak terpikirkan membeli sesuatu selain ini.

"Baik, indomie goreng aceh sama coco cola satu botol ya... Totalnya 12.500 saja"

"Ambil saja kembaliannya"

"Terima kasih sudah berbelanja di supermarket kami"

.....

Sesampainya dirumah, aku duduk di ranjangku, membuka coco cola milikku, lalu mulai meminumnya.

Seingatku... Minuman ini sangat enak, sangat enak hingga aku selalu menikmati saat meminumnya...

Apa kualitasnya sudah turun? Begitulah yang kupikirkan. Tapi... Kurasa bukan karena itu aku tidak bisa menikmatinya

Setelah menghabiskan coco cola, aku berdiri dan berjalan ke dapur. Aku menyalakan kompor, mengambil panci, mengisinya dengan air... Dan menunggunya panas.

Aku mengambil mie instan yang sebelumnya kubeli, menyiapkan bumbunya di piring ku... Sebelum memasukkan mie nya ke dalam panci saat air sudah panas, lalu memasukkan telur ke dalamnya.

Setelah beberapa menit... Aku selesai memasak. Aku mengaduk mie ku dengan bumbu di piring hingga merata, lalu membawanya ke kamarku. Mulai memakannya di lantai.

Aku memulai dari suapan pertama... Tapi, entah kenapa ini terasa biasa saja... Padahal aku yakin aku menyukai mie ini.

Lalu... Tanpa kusadari, aku sudah menyantap habis mie itu.

.....

Uas sudah berlalu, sehingga kami diliburkan sementara hingga hasil uas keluar selama beberapa hari. Tapi... Aku tidak tau apa yang ingin kulakukan. Entah karena apa... Aku tidak tau lagi bagaimana aku harus menikmati liburan ini.

Diriku yang dulu mungkin membeli makanan dan minuman lalu menikmatinya dengan senyum, atau mungkin bermain game dan tonton film yang sedang populer, atau mungkin sekedar olahraga dan berkeliling di daerah ini... Dan beberapa kegiatan lainnya.

Tetapi, tidak peduli sebanyak apa kegiatan yang kucoba... Tidak menghilangkan kebosananku... Entah kenapa aku merasa sangat kosong.

Sehingga... Aku melewati liburan ini begitu saja. Tanpa kusadari sudah berlalu, begitu. Aku bahkan tidak yakin bahwa esensi liburan itu benar-benar ada untuk diriku saat ini.

.....

Bugh!!

"Yo jalang, bersenang-senang saat tidak ada kami, hah?!"

Bugh!!

Cela dan teman-temannya kembali memukuliku di wc perempuan.

"Enakkan lo, hah?!"

Bugh!! Bugh!! Bugh!!!

"Perlu dikasih pelajaran lo"

Begitulah yang mereka katakan, sebelum mulai menyiksaku.

Sejujurnya... Aku tidak mengerti apa yang terus mereka bicarakan. Benar-benar tidak mengerti...

"Ehh cel, udah bel masuk tuh"

"Oh, iyakah?"

"Iya, ayo cel masuk. Bu Sinta mau bagiin raport ama ngumumin peringkat tuh"

"Oh iya, hari ini"

"Lihat saja, aku pasti meraih peringkat pertama"

"Iya deh iya, kamu emang pinter kok cel"

Begitulah yang mereka katakan sebelum meninggalkanku yang terbaring lemas di lantai.

.....

Setelah beberapa waktu, aku akhirnya kembali ke kelas.

"Irina, dari mana saja kamu?"

Ucap Bu Sinta saat aku memasuki kelas

"Dari... Toilet bu"

"Yasudah, duduk sana di kursimu"

"Baik bu"

.....

"Baiklah, ibu akan mulai mengumumkan peringkat sekarang"

"Baik bu!"

Seru seisi kelas.

"Peringkat 10..."

Aku tidak mendengarkan... Lagipula, aku tidak mengenal nama-nama yang disebutkan oleh Bu Sinta.

Yang terlihat paling fokus memperhatikan adalah Cela. Yah... Dia pasti mengharapkan peringkat pertama.

"Peringkat kedua, Cela Jenika"

Tepat saat itu juga, suasana kelas menjadi hening. Dan cela terdiam karena itu, terlihat benar-benar tidak percaya pada apa yang ia dengar.

"Peringkat pertama, Irina Azzalzalah dengan nilai rata-rata 97,5"

Begitulah...

•••

Bugh!!!

"Berani sekali kau! Sialan! Jalang! Bajingan! Menyebalkan!"

Bugh! Bugh! Bugh!!

"Kau tahu seberapa aku berusaha keras selama ini, hah?! Berani sekali kau mengambil peringkat pertama dariku jalang sialan!"

Bugh!! Bugh!! Bugh!!!

"Berani sekali kau! Berani sekali!"

Bugh!! Bugh!! Bugh!!!

"Kau pikir......"

Aku tidak mendengar lagi apa yang ia katakan... Yang ku tahu adalah bahwa mereka memukulku, menendangku, menjambakku, dan berbagai bentuk penindasan lainnya mereka lakukan padaku.

•••

Setelah beberapa hari, libur akhir semester pun akhirnya dimulai.

Ibuku mengirim uang bulanan padaku. Aku menggunakan uang itu untuk membeli makanan dan minuman yang kusukai. Setidaknya... Dulunya sangat kusukai.

Hari-hari dalam liburan ini kuhabiskan dengan mencoba makanan dan minuman yang aku ingat sangat lezat... Yang aku ingat bahwa itu memberiku kenikmatan saat menyantapnya.

Namun... Sayangnya... Tidak peduli seberapa banyak aku mencoba makanan dan minuman yang berbeda-beda... Aku tidak mendapatkan kembali apa yang kurasakan dulu.

"Padahal dulu aku suka ini"

Gumamku saat menyantap martabak manis yang baru saja kubeli.

Aku menghabiskannya, lalu membuang pembungkusnya di kotak sampah.

Lalu aku berbaring di ranjangku, sebelum mulai meregangkan tubuhku dan menghelah nafas panjang.

Liburan tinggal beberapa hari lagi... Sejujurnya aku tidak merasa puas... Karena aku tidak merasa liburan ini terasa seperti liburan. Benar-benar terasa kosong...

"Kenapa ya?...."

Pada akhirnya, aku memutuskan tidur.

•••

Tak terasa semester kedua akhirnya dimulai.

Aku mandi dan bersiap-siap, sebelum akhirnya mengambil sepedaku.

Aku menatap sepedaku itu. Dari atas sampai bawah... Penuh bekas-bekas rusakan. Karena selama ini Kelvin dan teman-temannya sering menindasku dengan merusak sepedaku.

Aku mulai mengayuh sepedaku menuju sekolah. Tetapi... Tidak pernah kurasakan kembali betapa nyamannya tiupan angin dan udara pagi. Suasana yang dulunya menyenangkan, kini hanya berisi rasa cemas dan takut... Karena aku tau apa yang akan kuterima saat sampai nanti.

.....

"Baiklah anak-anak, duduklah di kursi kalian masing-masing"

Ucap Bu Sinta setelah bel masuk berbunyi.

"Sebelum memulai pelajaran di semester kedua ini, ibu ingin memberitahukan bahwa hari ini ada murid pindahan yang masuk ke kelas kita"

Jelasnya

"Cowok apa Cewek bu?"

"Orang mana bu?"

"Pindahan dari mana bu?"

Para murid mulai berseru.

"Lebih baik kalian menanyakan langsung padanya. Tony, masuklah"

Setelah Bu Sinta memanggil nama seseorang, pintu kami terbuka dan seorang murid cowok berambut hitam dengan tubuh yang tinggi masuk.

"Perkenalkan dirimu"

Ucap Bu Sinta

"Perkenalkan semuanya, namaku Tony Hagado"

Ucap cowok itu, mulai memperkenalkan diri.

"Kamu aslinya orang mana?"

"Pindahan dari mana?"

Setelah itu, aku tidak lagi memperhatikan.

•••

Waktu berlalu begitu saja, dan tidak terasa sudah lebih dari 1 minggu berlalu sejak hari itu.

Tidak ada yang berubah sama sekali. Keseharianku masih sama, benar-benar sama tanpa berubah sedikitpun.

"OI IRINA!"

Teriak Kelvin memanggilku saat istirahat

"A-ada ap- Akh!"

Sebelum aku selesai berbicara, dia memukul perutku dengan keras.

"Kau ini peringkat pertama bukan? Kenapa menjawab soal begini saja masih ada yang salah, hah?!"

Bugh!! Bugh!! Bugh!!!

Sakit... Sakit sekali...

"Ah sudahlah, aku bosan menghajarmu. Berikan saja aku 25 ribu, aku akan berhenti setelah itu"

"... Aku... Hanya membawa 10 ribu- Akh!!!"

Bugh!!! Dia menendang perutku dengan sangat keras

"Aku sudah memberimu kesempatan bukan?!"

Bugh!! Bugh!! Bugh!!

Tendangan demi tendangan menghantam kepalaku berulang kali tanpa henti. Sakit... Sangat sakit... Sungguh... Ini sakit sekali.

Tapi... Jauh daripada itu... Jauh didalam diriku... Terasa kekosongan yang begitu dalam... Yang terasa jauh lebih buruk daripada rasa sakit ini. Memberiku rasa frustasi yang tak berujung...

Sudah cukup... Kumohon... Hentikan ini...

"Matilah kau sialan!"

Bugh!!!

Tendangannya yang sangat keras itu membuatku terbentur keras ke dinding kelas. Membuat kepalaku terasa sakit... Dan seluruh tubuhku entah kenapa benar-benar letih.

"Haha, kasian banget"

"Rasain tuh, puas banget deh liatnya"

"Haha asli, lagian tuh cewek ngeselin banget"

Ucapan-ucapan murid-murid terdengar sangat keras ditelingaku... Namun, entah kenapa hal itu sudah tidak menyakiti hatiku lagi. Mungkin... Aku benar-benar sudah hancur.

"Makan nih!"

Kelvin mengangkat kakinya, memasang posisi siap menendang wajahku hingga hancur.

Waktu tiba-tiba terasa lambat bagiku... Dikepalaku... Darah yang mengalir dan menetes terasa sangat jelas... Hidungku yang patah terasa sangat jelas...

Sekitarku mulai kabur... Dan entah kenapa aku sendiri sudah tidak ingin lagi melihat sekelilingku.

Aku menutup mataku perlahan, menyerah pada tendangan yang siap diberikan padaku itu.

"Aku... Sudah Tidak Kuat Lagi..."

Sudah berakhir ya? Kira-kira setelah ini aku akan terbangun dimana. Di uks atau mungkin rumah sakit begitu? Yah, itu hanya jika aku pingsan sih. Kurasa aku sudah akan mati hari.

Yah, yasudah lah. Lagipula hidupku tidak ada menarik-menariknya sejak dulu.

Apa coba? Temen satupun aja ga punya. Kerjaan cuma belajar doang, disekolah maupun dirumah.

Apa coba? Orang mah kalo pengen bersenang-senang keluar main ama temen. Lah ini nyari hiburan cuma ngemil, terus nonton film.

Ga ada menariknya sama sekali... Apa gunanya aku hidup selama ini? Ga ada perubahan juga. Lagian orang tuaku juga tidak peduli padaku.

Segeralah berakhir... Kehidupan payahku ini...

Air mataku mulai menetes

.....

Entah karena apa... Tapi tendangan itu tak kunjung mencapai ku... Ada apa ini? Apa waktu memang terasa selambat itu.....

"Hei"

-...

"Hei"

Aku membuka mataku perlahan... Lalu terlihat cowok berambut hitam yang duduk setengah berjongkok di hadapanku, sembari menahan kaki Kelvin dengan tangan kirinya.

Tangan kanannya mengeluarkan sebuah kertas, dia menyodorkan lembaran kertas itu padaku sebelum akhirnya memasang senyum padaku.

"Silahkan, nona"