CHAPTER 19 - Mutasi

Markas Mercenary Guild hari itu tidak berbeda dari biasanya. Penuh dengan kebisingan, minuman keras, dan suara tawar-menawar misi. Namun semuanya berubah seketika saat pintu utama didorong perlahan, dan seorang pria berjubah hitam melangkah masuk. Rambut panjang terikat, mata ungu yang sedingin musim dingin, dan aura yang membuat udara seolah membeku.

Beberapa mercenary yang sedang menikmati minuman mereka langsung saling berbisik.

“Jubah hitam… Rambut panjang terikat, terurai ke belakang... Dan mata ungu setajam anggrek bulan...”

“Jangan-jangan… itu dia. Orang yang menaklukkan double dungeon kelas Calamity Vert.”

“Yang bahkan berhasil keluar hidup-hidup…”

Tatapan-tatapan tajam mengikuti setiap langkah Reinhanvert. Namun ia tak peduli. Sorot matanya lurus ke depan, dingin, tanpa minat akan sorakan maupun keraguan.

Saat sampai di resepsionis, sang petugas—seorang wanita muda berkacamata—menegang sejenak. Napasnya tertahan, tapi ia tetap menyambut dengan profesional.

“Sungguh tak kusangka bisa bertemu langsung dengan penakluk dungeon kelas Calamity... Jika tak salah, biasanya Anda datang bersama partner Anda, bukan? Theo, kalau tak keliru.”

Reinhanvert hanya menoleh sedikit. Suaranya datar. “Dia sedang mengurus urusannya sendiri. Aku ke sini untuk mengambil misi penaklukan dungeon. Dan kali ini, pastikan tak ada kesalahan klasifikasi.”

Sang resepsionis mengangguk cepat, gugup. “T-Tentu. Kesalahan seperti itu tak akan terulang.”

Reinhanvert tetap menatapnya tanpa emosi. “Dungeon kelas Chaos, hadiah tinggi.”

“Baik!” Ia langsung membolak-balik daftar quest. Setelah beberapa saat, ia menarik satu lembar. “Ada satu dungeon kelas Chaos di pedalaman hutan Utara. Dominasi monster: orc. Informasi tambahan: Boss diyakini merupakan Mutant Orc. Hadiah: 25 gold.”

Reinhanvert mengangguk sekali. “Aku ambil.”

Saat ia berbalik, sang resepsionis menahan diri sejenak sebelum bertanya, “Anda... akan pergi sendirian?”

Reinhanvert menoleh dengan sedikit senyum dingin di sudut bibirnya. “Kau tidak tahu siapa aku?”

Tanpa menunggu jawaban, Reinhanvert menghilang dari pandangan. Ia melangkah di atas udara dengan teknik Cloud Step, menyelubungi tubuhnya dengan Eternal Energy agar tak menarik perhatian.

---

Sesampainya di hutan, aroma darah dan daging busuk menyambutnya. Mayat monster dan manusia berserakan. Mata Reinhanvert menelusuri pemandangan itu dengan tatapan tajam. Di depannya, berdiri gerbang gelap menuju dungeon.

“Hmph… Sudah saatnya menguji pedang baruku.”

Begitu masuk, ia langsung dihadang pasukan orc dan beberapa High Priest Orc. Tanpa basa-basi, Reinhanvert menghilang dari pandangan dan muncul di belakang salah satu High Priest. Orc itu panik, menyerang sembarangan, bahkan mengenai temannya sendiri.

Reinhanvert menyeringai dingin dan menebas tubuhnya menjadi potongan kecil—kejam, presisi, tak manusiawi.

Beberapa High Priest lainnya segera teleport mundur, mulai merapal mantra. Reinhanvert tidak memberi mereka waktu. Dengan satu sabetan Half Moon, ia menyapu separuh orc. Kemudian ia memburu High Priest yang belum selesai membaca mantra dan menebasnya tanpa ampun.

Sisa orc mencoba kabur. Kesalahan fatal.

Half Moon kembali diayunkan. Tubuh-tubuh itu terbelah seperti dahan kering dipotong parang.

“Pedang ini... mampu menyalurkan Eternal Energy jauh lebih cepat... Tapi...” Reinhanvert menatap pedangnya. “Seolah-olah, ia menyalurkan perasaannya padaku... haus darah... Primordial Stone benar-benar bisa mengendalikan pemiliknya, rupanya.”

Ia melangkah lebih dalam. Dua Giant Orc muncul, membawa palu besar seukuran batang pohon. Reinhanvert melompat lebih dulu, menebas dengan Half Moon. Tapi serangan itu berhasil ditangkis.

Ia segera bergeser ke belakang, lalu meluncurkan Rain of Blood. Ratusan tebasan menggila. Brutal, sadis. Tapi hanya goresan-goresan muncul.

Dua Giant Orc membalas. Palu mereka menghantam keras, menghancurkan bebatuan dan tanah. Namun Reinhanvert telah menggunakan Shadow Step. Tubuhnya melebur dalam bayangan, lalu muncul di belakang mereka, menebas berulang dengan presisi dan kekuatan.

Tubuh para orc mulai retak dan berdarah.

“Sudah cukup.”

Ia melompat ke atas, menebas dari udara dengan Crescent Moon—teknik sempurna dari Half Moon. Bulan sabit energi raksasa meluncur, lebih besar dari dua Giant Orc sekaligus. Dalam satu ayunan, tubuh keduanya terbelah sempurna.

“Sekarang aku tahu... Aku bisa sedikit mengendalikan hawa membunuh pedang ini. Crescent Moon seharusnya belum bisa kugunakan di level ini. Tapi... pedang ini memperkuat Aura Sword milikku.”

---

Ia menuju ruang boss. Aura panas dan dingin yang ekstrem menyambutnya. Di sana, berdiri makhluk besar: Mutant Orc, dengan dua atribut bertentangan—api dan es.

Reinhanvert langsung meluncurkan empat Half Moon beruntun. Dinding es muncul, menahan. Lalu, dinding itu mencair dan memancarkan ledakan api besar, seperti laser neraka.

Reinhanvert tersenyum tipis.

“Menarik.”

Ia membelah ledakan dengan Shadow Splitter, memberikan luka dalam di tubuh mutant orc. Tak memberi waktu, ia langsung menyerang brutal.

Orc itu bereaksi, meledakkan sekeliling. Reinhanvert lolos dengan Shadow Step.

Orc mulai bermutasi lagi. Ukurannya membesar, bentuknya semakin grotesk.

“Jika tidak kubunuh sekarang, dia akan terus berevolusi.”

Dengan cepat, Reinhanvert kembali menggunakan Shadow Splitter, lalu langsung menghujam dengan Shadow Judge. Tusukannya begitu cepat dan dalam, hingga organ dalam sang orc lenyap. Tanah pun bolong, dalam, sebagai saksi kedahsyatan teknik itu.

Di dalam lubang, sesuatu berkilau.

Reinhanvert melompat turun, menemukan Eternal Core milik mutant orc.

“Bahkan di detik terakhir... kau masih mencoba berevolusi... Jika dibiarkan hidup... kau bisa menjadi boss Calamity, bahkan Disaster class...”

Ia tahu—jika tak dihancurkan sekarang, akan menjadi ancaman.

Tanpa ragu, ia menyerap core itu.

Energi liar mengamuk dalam dirinya. Panas membakar daging, dingin membekukan darah. Tubuh Reinhanvert robek, membeku, terbakar—bersamaan.

Namun ia bertahan. Ia menahan... lalu terpaksa menggunakan Life Force. Energi kehidupan yang tak tergantikan. Hanya itu satu-satunya cara mengendalikan kekacauan ini.

Risikonya jelas: tubuhnya akan melemah untuk sementara waktu. Umurnya bisa terpangkas.

Tapi ia tahu: Eternal Core itu... juga memiliki Life Force. Jika ia bisa mengendalikannya, ia bisa menutupi kerugiannya.

Tubuhnya hampir hancur. Tapi perlahan, energi itu tunduk. Api dan es menetap di tubuhnya, memberikan resistansi alami. Bahkan sisa mutasi orc ikut menyatu. Tubuhnya kini tumbuh lebih cepat—dua kali lipat dari sebelumnya.

Reinhanvert tersenyum tipis.

“Sudah dekat… 8-Star.”

Dengan indra yang ditajamkan, ia mencari sumber mineral. Ternyata, tepat di bawahnya.

“Cukup untuk menjadi bukti. Dungeon kelas Chaos ini telah ditaklukkan.”

---