Ruangan penjaga

Praja mengendap di balik pilar beton, napasnya terengah-engah tapi matanya tetap tajam, menatap gerombolan musuh yang berbondong-bondong ke arahnya. Sinar lampu sorot dari senjata mereka menari liar di dinding, menciptakan bayangan mengerikan.

“Dion, posisi mereka di mana? Aku butuh informasi sekarang!” seru Praja lewat radio.

Dion, dari sudut yang lebih aman, tangannya cepat mengoperasikan tablet, mengatur kamera keamanan yang diretasnya. “Di depanmu ada delapan orang, tiga bersenjata otomatis. Ada jebakan di lorong sebelah kanan. Jangan sampai ke situ!”

Mira, di samping Praja, menarik napas dalam-dalam, menggerakkan jari-jarinya dengan cepat — ritual kecil yang memberinya energi luar biasa. Detak jantungnya serasa melaju kencang, seluruh inderanya menjadi sangat peka.

“Tunggu… sekarang!” Mira berbisik, lalu berlari menghilang ke lorong gelap dengan kecepatan yang tak terduga. Dia menyelinap di antara bayangan, mendekati musuh tanpa suara.

Seketika, Mira menghantam salah satu pria bertubuh besar dengan tinju yang terisi energi penuh, membuatnya terkapar sebelum sempat berteriak. Dua pria lainnya berbalik, tapi sudah terlambat — tangan Mira sudah mengunci leher satu dan menendang yang lain jatuh ke lantai.

Praja tersenyum tipis, “Itu baru namanya senjata rahasia.”

Tiba-tiba, ledakan keras mengguncang lorong utama. Sebuah tabung gas yang dilempar musuh meledak, membakar sebagian ruang. Api melahap cepat, asap hitam membubung ke udara.

“Keluar! Keluar dari sini!” teriak Dion sambil menunjuk jalan lain lewat peta di tablet.

Praja segera menarik Mira, berlari melewati lorong sempit yang berasap. Peluru terus memburu mereka, suara tembakan menggema di dinding beton.

Di tikungan, Praja dan Mira berhadapan dengan dua penjaga berat badan yang membawa senjata panjang. Praja mengangkat senjatanya, menatap lawan.

“Tunggu… aku punya ide,” ucap Dion lewat radio. “Mira, kau bisa bikin kekacauan di depan, aku akan siapkan jebakannya.”

Mira tersenyum nakal, menghela napas pendek, lalu kembali mengisi energi dari ritualnya. Dengan kecepatan luar biasa, dia berlari keluar dan mulai membuat keributan — menghantam meja, membanting kursi, dan berteriak seperti singa yang sedang mencari mangsa.

Musuh terpancing keluar dari persembunyian, dan saat itulah Dion mengaktifkan jebakan elektronik yang sudah dipersiapkan — listrik menyambar ke lantai basah, membuat beberapa musuh terjatuh kesetrum.

Praja memanfaatkan kesempatan itu, menembak satu per satu dengan presisi mematikan. Setiap peluru yang keluar dari senjatanya membawa pesan jelas — tidak ada ruang untuk kompromi.

Setelah pertempuran sengit itu, mereka berdiri di tengah puing-puing dan asap, napas mereka terengah tapi mata masih menyala penuh kemarahan dan tekad.

“Kita belum selesai,” kata Praja. “Malam ini, kita hancurkan kerajaan mereka sampai ke akar-akarnya.”