Saat mereka akhirnya mencapai ruang utama markas Raven Squad, suasananya sunyi mencurigakan. Tidak ada penjaga, tidak ada suara, hanya sebuah ruangan besar dengan layar-layar LED yang memantau seluruh kota. Di tengah ruangan, ada satu kursi kulit mewah menghadap ke dinding — kosong.
Praja menurunkan senjatanya perlahan. “Ada yang aneh… terlalu mudah.”
Mira juga merasa ganjil. Energinya masih mengalir, tapi tubuhnya mulai gelisah. Dion membuka peta digital. “Ini pusat komando… tapi tidak ada siapa-siapa. Kamera mati. Server utama dimatikan manual.”
Lalu terdengar suara pelan… seperti rekaman lama, berderak… suara laki-laki tua dengan tawa kecil yang sangat mengenal mereka.
“Halo… Praja. Mira. Dion. Selamat datang di ujung ilusi yang kalian kejar.”
Praja menegang. Suara itu… tidak asing. “Tunggu. Itu… suara Pak Aditya?”
Dion langsung memeriksa ulang database. Nama itu muncul: Aditya Narendra — mantan dosen Praja, pemilik yayasan sosial, dianggap tokoh pejuang keadilan. Tapi catatan tersembunyi yang baru terbuka menunjukkan bahwa dia adalah pendiri pertama Raven Squad.
Mira berbisik, “Jadi… selama ini dia dalangnya?”
Suara itu melanjutkan, “Aku mendidik kalian. Memupuk idealisme kalian. Tapi kalian terlalu percaya bahwa sistem bisa diubah dengan keberanian dan moral. Kalian lupa satu hal… dunia ini hanya tunduk pada satu hukum: kekuasaan.”
Praja menggertakkan gigi. Dunia seakan runtuh. Sosok yang selama ini menjadi inspirasi ternyata arsitek di balik mimpi buruk ini.
Dion menambahkan, “Kita bukan hanya memburu mafia… kita sedang membongkar akar dari jaringan kekuasaan kota ini. Semua ini… permainan besar.”
Tiba-tiba, seluruh gedung berguncang. Pintu-pintu otomatis terkunci. Sistem pertahanan aktif.
Suara Aditya kembali, “Kalian bisa mati di sini… atau gabung denganku. Sistem tidak bisa dirobohkan. Tapi bisa dikuasai. Aku tawarkan itu pada kalian. Menjadi algojo keadilan… dengan kekuasaan tak terbatas.”
Mira menatap Praja, darahnya mendidih. “Apa kita… akan tunduk?”
Praja perlahan mengangkat senjatanya ke arah layar.
“Tentu tidak. Kita bukan budak sistem. Kita adalah kesalahan yang mereka ciptakan sendiri.”
Layar meledak.
Dan mereka tahu: pertarungan baru saja dimulai.