LASHBACK – 10 TAHUN SEBELUMNYA]
Kota Karvastra, sebelum jadi neraka bagi orang kecil. Sebelum menjadi medan perang penuh darah dan ketidakadilan.
Praja masih remaja waktu itu. Seorang bocah miskin di gang sempit penuh bau alkohol dan suara teriakan tiap malam. Ayahnya, mantan buruh pabrik yang dipukuli hingga mati karena mogok kerja. Ibunya, menghilang sejak pemerintah melakukan “relokasi sosial”. Itu hanya istilah halus untuk pembersihan wilayah.
Ia tumbuh tanpa harapan… kecuali satu: berani membalas.
Dan di masa itu, ada satu sosok yang hadir membawa cahaya semu: Aditya Narendra. Seorang dosen muda yang datang ke kampung mereka, mengajar anak-anak terlantar dengan senyum dan idealisme. Dia seperti pahlawan, berbicara tentang keadilan, tentang bagaimana orang kecil bisa punya suara.
Praja kecil percaya.
“Kalau ingin adil, kamu harus kuat, Praja,” kata Aditya saat itu. “Dan kalau kamu tidak cukup kuat… kamu akan dilupakan.”
Hari-hari berjalan. Aditya mulai melatih bocah-bocah miskin seperti Praja. Tapi bukan dengan buku… melainkan senjata. Ilmu. Strategi. Psikologi massa. Diam-diam, Aditya membentuk pasukan kecil. Bukan untuk melawan… tapi untuk menguji.
Dion termasuk salah satu anak yang lolos dari eksperimen itu. Dia bukan petarung, tapi pikirannya tajam. Mereka tumbuh bersama, tapi hanya sedikit yang bertahan hidup. Sisanya? Gagal, mati, atau menghilang.
Lalu ada Mira…
Mira ditemukan di panti sosial. Seorang anak perempuan yang pemalu, sering menyendiri, dan tak pernah bicara. Tapi tubuhnya menyimpan energi yang tak biasa. Saat orang lain menari untuk hiburan, dia menari untuk melepaskan sesuatu dalam dirinya.
Praja melihat sendiri saat Mira pertama kali "meledak" — memukul seorang pemilik panti sampai tak bisa bicara lagi, setelah berbulan-bulan disiksa secara diam-diam.
Mira tidak menangis.
Dia hanya berkata pelan, “Aku tidak akan lemah lagi.”
Sejak saat itu, dia tahu: setiap orgasme, setiap desahan, adalah sumber kekuatan. Bukan hanya secara fisik, tapi mental. Satu bentuk perlawanan yang tidak bisa diukur oleh moral dunia yang munafik.
Aditya menyadari itu juga. Dia tidak menghentikan Mira. Justru mengarahkan kekuatan itu — dan menjadikannya aset paling berbahaya.
Lambat laun, Aditya menghilang dari permukaan. Tapi jejaknya masih ada. Sistem kota mulai berubah. Polisi tunduk. Politisi jadi boneka. Rakyat hanya angka. Dan organisasi Raven Squad mulai dikenal sebagai hantu di balik kekuasaan.
Praja sadar… mereka dijadikan alat. Bukan pahlawan.
Dan kini… mereka kembali.
---
Kembali ke masa kini, seluruh kenangan itu membuat dada Praja sesak. Tapi tidak membuatnya goyah.
Dia tidak akan mati sebagai hasil dari eksperimen. Dia akan hidup… sebagai kesalahan besar dalam rencana sempurna sang pencipta sistem.