RUANG TAKTIS – PAGI YANG DINGIN
Dion menatap layar holografik yang dipancarkan dari proyektor kecil yang ia rakit dari komponen rusak. Di hadapannya, peta virtual kota Karvastra membentang. Garis-garis merah menunjukkan area militer, sensor gerak, dan titik sniping. Di tengah peta, terdapat satu ikon yang terus berdenyut pelan: S01N – Signal One Neural.
“Itulah pusatnya,” ujar Dion, matanya menatap titik itu seakan sedang membaca masa depan.
“Menara S01N. Di sana, semua transmisi data, propaganda, kontrol sosial, dan pengawasan terpusat. Termasuk sistem pengenal wajah, drone taktis, dan penyebaran berita palsu yang membuat rakyat tunduk.”
Praja berdiri di dekat jendela, memutar pisau kecil di jarinya. “Berapa banyak pasukan di dalamnya?”
“Sulit dihitung. Tapi berdasarkan sinyal drone yang kupantau selama seminggu terakhir, ada setidaknya 5 unit eksosuit tempur di lantai bawah, dan 20 personel bersenjata otomatis di dalam gedung. Belum termasuk senjata berat yang tertanam di dinding luar.”
Mira berdiri di sisi Dion. Rambutnya kini dikuncir rapi ke belakang, sorot matanya jauh lebih tenang dibanding semalam. Ia mempelajari peta dengan seksama.
“Dan di lantai berapa ruang utama pemancar?” tanyanya.
“Lantai 89. Diperlukan kode enkripsi dan pemindai retina. Kita tidak bisa menembusnya hanya dengan senjata.”
Mira menarik nafas dalam. “Kalau begitu… kita tidak masuk seperti penyerbu. Kita masuk seperti sistem itu sendiri.”
Praja menoleh, satu alis terangkat. “Penjelasan?”
Dion tersenyum tipis. Ia tahu ke mana arah pemikiran Mira. “Kita ubah strategi. Jangan menyerang dari luar. Kita biarkan sistem membuka pintunya sendiri. Tapi untuk itu… kita butuh gangguan besar di titik lain—sesuatu yang membuat mereka mengalihkan semua perhatian.”
Praja akhirnya mengerti. “Sebuah kekacauan palsu?”
Mira mengangguk. “Lebih tepatnya... kekacauan yang kita kendalikan.”
Dion mengetik cepat. “Aku bisa rekayasa data sinyal ledakan di Distrik 3. Sistem akan memprioritaskan ancaman terbesar dan menarik sebagian besar pasukan ke sana. Kita masuk saat itu, lewat jalur servis bawah tanah, menyusup hingga lantai 88. Sisanya... akan kita hadapi langsung.”
Praja menatap layar. “Berapa peluang hidup kita?”
“Statistik tidak penting,” kata Dion, datar. “Tapi jika berhasil, kita bisa memutus kendali kota ini. Dan saat sinyal propaganda mereka berhenti, orang-orang akan mulai bertanya. Dan mungkin… berpikir.”
Mira menatap keduanya. “Aku akan memimpin ke lantai atas. Tubuhku sudah cukup stabil setelah tadi malam. Aku bisa menahan sistem jika terjadi intervensi AI.”
Praja mengangguk perlahan. “Kalau begitu, kita mulai malam ini.”
---
MALAM SEBELUM MISI
Mira duduk sendirian di atap gedung, memandang Menara S01N dari kejauhan. Angin malam menerpa wajahnya. Tangannya meraba bekas luka di bawah tulang rusuk kiri—bekas operasi yang dulu menyambungkan tubuhnya dengan sistem augmentasi sensorik.
Di kejauhan, sirene berbunyi. Kota tidak tidur. Tapi untuk pertama kalinya, seseorang sedang bersiap untuk membuat kota ini... terbangun.