Penyusupan

LANGKAH KE NERAKA: PENYUSUPAN MENARA S01N

Karvastra, 02.11 dini hari

---

Lorong bawah tanah distrik pusat kota tidak lebih dari terowongan pengap bekas jalur pembuangan air. Bau besi karat dan udara lembab menyambut mereka saat satu per satu menuruni tangga beton tanpa lampu. Dion memimpin di depan, membawa pemindai optik rakitannya sendiri, menyusuri jalur yang hanya dia kenal dengan pasti.

“Delapan menit lagi kita sampai di pintu servis Menara S01N,” gumamnya pelan.

Di belakang, Mira berjalan dengan langkah tenang namun waspada. Detak jantungnya stabil, tapi sensor di dalam tubuhnya membaca fluktuasi energi—sebuah efek dari cairan yang ia konsumsi malam sebelumnya. Ia merasa hidup, untuk pertama kalinya… benar-benar hidup.

Praja menutup barisan, membawa senjata laras pendek modifikasi. Tak ada suara selain langkah dan gemericik air.

“Dion, pastikan suara langkah kita tidak terekam sensor lantai,” ujar Praja setengah berbisik.

“Sudah kutangani. Aku pantulkan sinyalnya pakai gelombang kosong. Tapi kita cuma punya 4 menit waktu buta sebelum sistem reboot,” jawab Dion.

Mereka berhenti di depan panel besi berkarat. Di atasnya tertulis kode: S01N—AUX-Δ17.

Dion menempelkan alat pemindai, memotong aliran listrik sebentar, lalu memalsukan sinyal otorisasi teknisi. Terdengar bunyi klik dan pintu terbuka perlahan.

Lorong dalamnya jauh berbeda—berkilau logam perak, kabel serat optik menyala biru samar. Sensor di dinding berdenyut. Mereka masuk satu per satu, dan saat pintu tertutup di belakang, tak ada lagi jalan kembali.

---

LANTAI 88 – 02.24

Mereka bergerak cepat melewati jalur teknisi. Dion terus memanipulasi sistem agar sensor tak membaca keberadaan mereka. Tapi di satu titik, sesuatu berubah. Lampu darurat berkedip merah.

“Ada interferensi. Seseorang dalam sistem sedang menembus firewall-ku,” ujar Dion dengan wajah pucat.

“Percepat,” sahut Praja, matanya menyapu lorong.

Seketika, suara mendengung berat terdengar dari ujung lorong. Pintu baja terbuka otomatis—dan dua eksosuit tempur tipe Ravager-8 muncul. Tinggi dua meter, bersenjata rotari dan peluncur mikro.

“Mira!” teriak Dion.

Tanpa ragu, Mira melompat ke depan, tubuhnya menyala samar. Ia menahan tembakan pertama dengan medan energi hasil dari sistem augmentasinya. Suara letupan menghantam dinding, memantul liar.

Praja menembak akurat ke panel kendali di tubuh Ravager pertama. Mesin itu goyah. Mira meluncur ke arahnya, menghantam dengan kekuatan yang tidak masuk akal. Eksosuit itu terpental dan menabrak dinding hingga meledak.

Yang kedua masih aktif, namun kini mengarah ke Dion.

Praja melompat menutupi Dion, tertembak di bahu. Mira kembali menyerang, memukul keras ke sendi bahu mesin, mencabut kabel utamanya, dan membelah kepala logamnya dengan serpihan baja tajam.

Sunyi.

Darah mengalir dari bahu Praja. Tapi dia masih berdiri.

“Teruskan,” katanya lirih.

---

LANTAI 89 – RUANG KONTROL INTI

Mira berdiri di depan panel utama. Layar menampilkan jutaan koneksi data, propaganda, kendali pikiran, bahkan sinyal buatan untuk memicu kecemasan publik.

Dion memberikan chip enkripsi.

“Masukkan ini, dan sistem akan reboot ke mode netral. Siaran propaganda akan berhenti. Tapi hanya satu kali. Sekali saja.”

Mira menarik napas. Ia menatap refleksi wajahnya di layar—separuh manusia, separuh hasil eksperimen. Tapi kali ini, dia tidak takut dengan siapa dirinya.

Ia memasukkan chip.

Seketika seluruh layar padam.

---

KOTA KARVASTRA – 02.58

Lampu di menara padam. Semua layar di kota mati. Suara iklan, propaganda, bahkan sistem alarm darurat—semuanya hening.

Untuk pertama kalinya dalam puluhan tahun, Karvastra benar-benar diam.

Lalu suara baru terdengar. Bukan dari sistem. Tapi dari balkon menara, suara Mira, dari pengeras suara analog.

> “Kami bukan pahlawan. Kami bukan penyelamat. Kami hanya mengembalikan kendali kepada kalian. Sekarang, pilihannya ada di tangan kalian sendiri.”