Pelarian

PELANGGARAN PERTAMA – PELARIAN PRAJA

04.12 – Terowongan Bekas Jalur Monorail Bawah Tanah, Zona Timur Karvastra

Pijakan langkah kaki mereka bergema panjang di terowongan usang yang dulunya jadi jalur monorail masa depan. Sekarang, hanya tikus, kelelawar, dan catatan berdarah dari masa lalu yang tersisa di sana. Udara pengap, bau logam tua, dan denging listrik yang kadang menyala sendiri menciptakan suasana seperti ruang antara hidup dan mati.

Praja memimpin langkah dengan luka menganga di bahu kiri. Darahnya sudah membasahi lengan jaket kulit yang sudah sobek di beberapa bagian. Tapi wajahnya tetap dingin. Matanya menyapu lorong dengan fokus penuh. Di belakangnya, Dion menarik koper server portable yang berisi data hasil sabotase di Menara Pusat. Sementara Mira, yang sempat hilang selama beberapa menit saat menyusup keluar dari markas, muncul kembali dengan napas tak beraturan dan pandangan mata yang liar. Tapi ia membawa informasi: jalur kabur yang belum digunakan.

“Sini,” kata Mira. Nafasnya berat. Suaranya pelan tapi mantap. “Ada pintu teknis tua yang mengarah ke terowongan limbah. Dulu buat evakuasi. Sekarang? Lupakan pengawasan—tempat itu dikira sudah mati.”

Praja menatapnya sebentar. “Pernah kau ke sana?”

“Dulu,” jawab Mira pendek. “Waktu masih… mencari kekuatan di dalam kesunyian.”

Tak ada waktu bertanya lebih jauh. Mereka bergerak.

Di atas, drone pencari mulai menyisir langit Karvastra. Setiap identitas digital telah dinyatakan “teroris”. Wajah mereka tersebar di layar-layar publik. Sistem propaganda mulai bekerja: “Mereka ancaman.” “Mereka pembunuh.” “Mereka ingin menjatuhkan kemakmuran.”

---

04.39 – Pintu Teknis Terkunci – Distrik Gamma Bawah

Dion membongkar panel elektronik pintu menggunakan obeng kecil dan alat bypass dari tas kodingnya. Tangannya gemetar. Dia bukan pembunuh. Bukan pemberontak. Tapi saat ini, dia tengah membuka pintu ke neraka bersama dua orang paling gila yang pernah ia kenal.

“Satu menit lagi,” gumamnya.

Suara langkah logam dari kejauhan mulai terdengar. Drone darat.

Praja mengambil pistol miliknya—satu-satunya sisa dari baku tembak sebelumnya. “Buka dalam 30 detik, atau aku dobrak pakai nyawaku.”

Dion mencengkeram terminal bypass dan... klik.

Pintu terbuka. Udara busuk menyergap mereka.

---

04.44 – Terowongan Limbah, Bawah Distrik Gamma

Mereka turun, setengah merangkak, setengah merayap. Terowongan itu seperti usus mekanik kota, berisi suara tetesan air, kabel tergantung, dan tanda-tanda pengkhianatan arsitektur kota terhadap manusia. Di tempat seperti ini, mereka tahu: tidak ada pelacakan. Tidak ada sensor. Hanya bau kebebasan... dan kematian.

Mira tertawa kecil.

Praja menatapnya. “Apa yang lucu?”

“Dunia atas terlalu percaya pada cahaya. Mereka lupa, revolusi paling berbahaya justru lahir dari tempat gelap.”

---

05.01 – Pintu Keluar Selatan – Dekat Perbatasan Karvastra

Mereka muncul di balik parit tua, dekat pagar batas kota. Tempat ini jarang dilalui—dianggap zona tak berpenghuni. Tapi mereka tahu: satu langkah lagi, dan mereka bisa menghirup udara di luar sistem.

Namun di sana, berdiri tiga orang berjubah hitam. Tanpa logo. Tanpa wajah. Tapi membawa senjata level militer.

“Laporin keberadaan kalian ke atasan kami. Tapi kami ingin tahu…” salah satu dari mereka membuka helmnya, “...kenapa kalian berani?”

Praja menatap pria itu. Lalu menjawab pelan, “Karena kami masih manusia.”