PENGKHIANATAN MIRA – 05.06, DI BAWAH BAYANG-BAYANG GERBANG
Angin gurun kota lama meniupkan debu ke arah wajah Praja. Dia berdiri tegap, satu kaki di dalam perbatasan Karvastra, satu lagi di luar. Dion masih mengatur koper data mereka. Tiga penjaga tak berseragam tetap diam, menunggu jawaban dari Mira.
Tapi Mira tak menjawab. Dia justru melangkah mundur, pelan.
“Mira?” Dion mengerutkan dahi.
Praja menoleh. Dan saat itulah, senjata otomatis Mira menyala. Tembakan tak diarahkan ke musuh. Tapi ke koper data.
Seketika, seluruh isi koper meledak jadi kilatan listrik dan percikan api. Data hasil penyusupan mereka… hilang.
“Maaf, Praja…” suara Mira berat, matanya berkaca-kaca. “Aku lelah terus hidup dalam bayang-bayang. Mereka... menjanjikan sesuatu.”
“Berapa harga pengkhianatanmu?” suara Praja datar. Dingin seperti baja.
Mira tidak menjawab. Tapi matanya menunjukkan bahwa dia menyesal—bukan karena mengkhianati mereka, tapi karena mengkhianati dirinya sendiri.
Lalu dia melangkah menjauh. Tangannya gemetar, menggenggam tabung kecil berisi cairan merah pekat—obat sistem syaraf yang dulu ia gunakan untuk ‘menyalakan dirinya’. Tapi kali ini, dosisnya berbeda.
Dia memasuki bangunan tua, duduk sendiri di lantai beton dingin, dan menatap tangannya. Dalam diam, dia menelan dosis itu. Pikirannya melayang.
Dulu, dia percaya bahwa gairah yang ia sembunyikan adalah kekuatan. Tapi sekarang, dia sadar... dia hanya memakai itu untuk menutupi luka lama—kekosongan, trauma, dan ketakutan. Dia tak pernah benar-benar merdeka.
Tubuhnya mulai kejang. Tak ada yang tahu ke mana dia pergi setelah itu.
Keesokan paginya, hanya ada catatan pendek tertulis di dinding:
“Aku ingin bebas, tapi tak tahu caranya. Maaf.”
M —