[Sisa Perlawanan]
Satu minggu sejak NeuroCore jatuh. Kota Karvastra seperti mayat hidup—lampu jalan menyala tapi kosong, kantor pemerintahan ditinggalkan, dan para mantan elit sibuk menyembunyikan wajahnya. Media tak lagi memutar propaganda, hanya siaran ulang tentang pengakuan paksa para pejabat. Tapi perubahan bukan kemenangan. Itu hanya awal kekosongan yang diperebutkan.
Di bawah reruntuhan sistem lama, muncul sisa-sisa perlawanan—orang-orang yang tak ingin perubahan terjadi. Mereka bukan sekadar pendukung mafia. Mereka adalah bagian dari sistem itu sendiri—bagian yang selama ini tersembunyi dalam tubuh masyarakat.
Mereka menyebut diri mereka “Regentis”. Tak percaya pada demokrasi, dan menganggap kebebasan sebagai bentuk kekacauan. Dan mereka punya satu rencana: membangun kembali NeuroCore, bukan sebagai mesin kebenaran, tapi sebagai penentu tunggal realitas.
Praja, Ayla, dan Kenzo menyadari bahwa mereka belum menyelesaikan apapun.
“Mereka hanya menunggu,” kata Kenzo sambil memperlihatkan sinyal gelombang komunikasi baru dari luar Neoterra. “Dan ini bukan sinyal lokal. Ini lintas benua. Kita sedang diawasi.”
“Dion?” tanya Ayla.
“Tidak. Ini lebih dalam. Sistem yang lebih tua dari NeuroCore. Sesuatu yang belum pernah kita sentuh.”
Dalam hening, suara dentuman keras terdengar dari arah pelabuhan udara Karvastra. Api membubung. Sebuah pesawat tanpa identitas menghantam stasiun pusat. Belum ada yang mengaku bertanggung jawab.
Hari itu, perlawanan resmi dimulai lagi. Bukan dari rakyat. Tapi dari mereka yang ingin segala kembali seperti dulu.
Praja berdiri di atap gedung tua—tempat dulu dia dan Mira sering bercanda.
“Kalau Mira masih hidup, dia pasti bilang ini konyol.”
Ayla mengangguk. “Tapi kita tahu… dia akan tetap ikut bertarung.”
Tak ada pidato. Tak ada bendera. Hanya nyala api kecil yang kembali hidup di mata mereka.
Yang telah mereka bangun bukan sistem baru. Tapi celah. Dan celah itu kini diburu semua pihak—yang ingin menutupnya, atau memanfaatkannya.
Sisa perlawanan tidak mengenakan seragam. Mereka menyusup, memutarbalikkan data, dan menghapus ingatan kolektif lewat teknologi gelombang pikiran. Mereka mulai dari pinggiran kota, menghilangkan saksi, menciptakan narasi baru, dan menyamar sebagai pembawa damai.
Dan saat malam itu datang, Kenzo berkata dengan suara yang nyaris tak terdengar:
“Kita tidak sedang menghadapi orang. Kita menghadapi bentuk lain dari keputusasaan yang terorganisir.”
Praja mengencangkan sepatu botnya. Menyematkan pisau kecil di pergelangan tangan.
“Kita potong urat nadinya satu per satu.”