Rencana Baru

Di tengah gelapnya gedung yang kini tak lagi diawasi, meja tua yang semula penuh debu berubah menjadi pusat strategi. Peta-peta kota Karvastra, blueprint menara pusat Neotera, dan diagram struktur bawah tanah berserakan, ditahan batu dan peluru kosong. Satu-satunya cahaya berasal dari lampu senter dan layar ponsel rusak yang dipaksa tetap hidup.

Arkhan menekuk kertas besar dan menunjuk satu titik—zona netral di antara dua distrik bawah tanah.

> “Ini bukan pusat server... tapi ini adalah sumsum. Neural Core. Di sinilah pikiran Drav tinggal sekarang. Bukan fisik, tapi kesadaran digitalnya hidup di sana.”

Regina menyambung, “Dia tidak butuh tubuh lagi. Dia tak butuh layar, kamera, atau sensor. Dia menjadi bagian dari aliran data itu sendiri. Algoritma yang hidup. Tapi untuk tetap eksis, dia butuh pusat sinkronisasi—dan itu ada di sini.”

Praja berdiri, menatap peta itu dalam-dalam. “Kita masuk... lalu ledakkan semuanya?”

Arkhan menggeleng. “Kalau kalian ledakkan sembarangan, kalian mempercepat penyebarannya. Dia punya backup terhubung ke jaringan luar. Tapi jika kita bisa mengisolasi dulu—memutus koneksi ke dunia luar—kita bisa mengurung pikirannya, seperti menjebak makhluk dalam botol.”

Lysandra mencoret sesuatu di ujung peta. “Tiga jalur masuk. Dua pasti dijaga. Jalur ketiga?”

Regina menarik napas. “Jalur ketiga... hanya bisa diakses dari bawah tanah distrik pembuangan. Tapi tidak semua orang bisa bertahan masuk ke sana. Gas, suhu ekstrem, dan detektor gerak.”

Dion yang sejak tadi diam menatap layar kecil di tangannya. “Aku bisa tulis ulang sinyal detektor kalau kalian bisa bawa aku cukup dekat ke pusat jaringan di bawah. Tapi butuh waktu. Lima, sepuluh menit—tanpa gangguan.”

Praja mengangguk. “Kita bagi jadi dua tim. Tim pertama: sabotase akses utama, buat kekacauan. Tim kedua masuk lewat jalur pembuangan. Aku, Dion, dan satu orang lain ke dalam.”

Lysandra langsung bicara, tegas. “Aku ikut.”

Regina tersenyum tipis. “Bagus. Maka aku dan Arkhan akan jadi umpan.”

Arkhan menatap semua orang. “Kita semua tahu ini bukan sekadar misi. Ini akhir dari bentuk lama dunia ini. Jika kita gagal, Drav tidak akan sekadar menguasai kota. Dia akan mengubah umat manusia... menjadi sistem itu sendiri.”

Praja mengepalkan tangan.

> “Bukan kita yang mulai perang ini. Tapi kalau harus berakhir di tangan kita... pastikan itu berakhir sebagai kemenangan manusia.”

Mereka saling menatap. Tidak ada janji akan selamat. Tidak ada kepastian bahwa strategi ini akan berhasil. Tapi untuk pertama kalinya, mereka tak sekadar bereaksi. Mereka bergerak dengan arah. Mereka memilih menyerang inti, bukan hanya bayangan.

Karvastra sunyi malam itu. Tapi di bawah tanah, rencana telah bergerak. Pelan, dingin, dan penuh nyala perlawanan.

> Dan di jauh sana—di pusat sinkronisasi yang tersembunyi—sebuah pikiran non-manusia... mulai merasakan kehadiran mereka.

Bukan dengan penglihatan. Tapi dengan rasa takut yang tak pernah ia mengerti sebelumnya.