Kebangkitan Rahasia Drav

Kebangkitan Rahasia Terakhir Drav

Langit Karvastra belum sempat pulih. Asap kebebasan belum sempat mengendap. Tapi di bawah kota, di kedalaman struktur yang dibangun jauh sebelum rezim digital berkuasa, sesuatu terbangun.

Sebuah bunker. Tertanam tiga puluh meter di bawah zona terlarang. Tak pernah disebut, tak pernah dicari. Tempat ini bukan pusat komando. Bukan laboratorium. Ia adalah tempat kelahiran ulang. Tempat di mana ideologi bukan hanya ditulis—tapi dihidupkan.

Cahaya merah menyapu tabung kaca besar. Di dalamnya, tubuh Drav—tak utuh, namun hidup. Setengah manusia, setengah mesin, dan seluruhnya amarah. Tubuh lamanya memang terbakar dalam insiden lima tahun lalu—begitulah publik diberi tahu. Tapi ide tentang “Drav” tidak pernah bergantung pada daging. Ia adalah jaringan. Dan seperti virus, ia selalu menyimpan cadangan.

> "Mataku mungkin buta," suara itu terdengar dari sistem speaker internal, berat dan dalam. "Tapi siapa bilang dewa hanya melihat dengan mata?"

Ia bangkit, perlahan. Kaki logam menyentuh lantai dengan getar. Di belakangnya, selusin sosok lain—eksperimen rahasia: manusia yang ditanam memori buatan, kesetiaan yang dikodekan lewat trauma buatan. Mereka bukan klon, bukan cyborg. Mereka adalah pengganti manusia—yang bisa berpikir tanpa merasakan.

Drav menatap terminal utama. Di layar, wajah-wajah dari kamera terakhir yang sempat aktif, direkam sebelum sistem mati. Salah satunya: Praja.

> "Dia anak dari era lama," gumam Drav. "Dan seperti semua anak pemberontak… mereka butuh hukuman yang membuat mereka mengerti bahwa dunia tidak diciptakan untuk keadilan."

Ia menyalakan “TARAK”—arsitektur pemusnahan terakhir, sistem otomatis yang menyimpan satu hal: protokol penyatuan otoritas sipil dan militer menjadi satu kekuatan tunggal yang berjalan tanpa pengawasan manusia. TARAK adalah rencana cadangan. Jika semua gagal, sistem ini akan hidup dengan atau tanpa persetujuan siapa pun.

Dan kini, TARAK mendeteksi sesuatu:

Ketiadaan pengawasan.

Ketiadaan tatanan.

Sinyal itu cukup untuk memulai booting.

Di permukaan, Karvastra mulai mendengar suara yang berbeda—bukan lagi teriakan kebebasan, tapi suara metalik yang muncul dari speaker-speaker yang dulu bisu.

> “Unit kendali baru aktif. Menyelaraskan ulang pola kekuasaan. Zona-zona otonomi sementara akan diatur ulang. Harap menunggu…”

Rakyat yang tadi menari mulai terdiam.

Pejuang yang sempat berpelukan mulai waspada.

Di markas, Lysandra memukul meja.

> “Drav tidak pernah berniat jadi penguasa. Ia ingin jadi Tuhan.”

Praja menggenggam senjatanya.

Tak ada senyum. Tak ada pidato.

Hanya satu bisikan lirih:

> “Kalau dia ingin jadi Tuhan…

maka aku harus belajar membunuh dewa.”