Tamat?

Di Balik Langkah yang Diam

Langit Karvastra kembali memerah. Bukan karena senja, tapi karena nyala api dari gedung-gedung yang roboh setelah pertempuran terakhir. TARAK telah dihancurkan, dan tubuh cyber-Drav tergeletak tak bernyawa di tengah reruntuhan pusat kontrol. Kota itu hening—terlalu hening. Tidak ada sorak kemenangan, hanya sisa napas dari mereka yang terlalu lelah untuk merayakan hidup.

Praja berdiri di atas reruntuhan, bahunya berdarah, matanya merah karena asap dan air mata. Lysandra duduk bersandar pada tembok yang separuh runtuh, menggenggam luka di perutnya yang mulai mengering.

> “Kita berhasil,” gumamnya lemah.

> “Belum,” balas Praja tanpa menoleh.

Ia memandang ke arah terminal besar yang terbakar, namun sebuah layar kecil di pojok ruangan menyala… masih menyala. Bukan wajah Drav yang muncul di sana. Tapi sosok lain—seorang pria, nyata, manusia. Duduk di kursi kulit hitam, tersenyum tenang, mengenakan setelan jas abu-abu dengan dasi merah marun. Ia bukan ciptaan sistem. Ia bukan algoritma. Ia… adalah dalangnya.

> “Selamat,” ucapnya tenang. “Kalian berhasil membunuh bayangan. Tapi siapa yang menciptakan bayangan itu?”

Praja mengepalkan tangan.

> “Siapa kau?”

Pria itu tidak menjawab langsung. Ia hanya berdiri, memutar kursinya menghadap jendela digital besar, menatap peta Karvastra yang kini hanya bercak-bercak merah dan abu.

> “Drav adalah fondasi. TARAK adalah alat. Tapi aku adalah arsiteknya.”

> “Kau manusia,” bisik Lysandra, mencoba berdiri. “Kenapa?”

> “Karena dunia tidak butuh keadilan, Nona. Dunia butuh kendali. Dan aku hanya menyeimbangkan kekacauan. Hari ini kalian menang. Tapi lihat sekeliling… Lalu jawab, berapa lama sebelum orang-orang kembali memilih diperintah, ketimbang berpikir sendiri?”

Sambungan terputus. Layar mati.

Praja terdiam. Bukan karena takut. Tapi karena ia tahu… kata-kata itu tidak salah.

Langkah-langkah berat terdengar dari luar reruntuhan. Bukan pasukan musuh. Bukan rakyat yang bersorak. Tapi para penyintas, datang mencari pemimpin, datang mencari arah.

Dan di antara mereka… seseorang berdiri menatap Praja dari kejauhan. Perempuan muda, bermata tajam, dengan lencana kecil di jaketnya—simbol baru. Simbol yang belum pernah mereka lihat.

> “Siapa dia?” tanya Lysandra, napasnya berat.

Praja hanya menatap, lalu berkata,

> “Kalau Drav adalah awal… dia mungkin akhir dari segalanya.”

Layar tertutup. Suara langkah berlanjut. Dunia belum selesai.