Beberapa saat setelah pertarungan melawan Gravmor
Tempat: Markas penyintas – ruang komunikasi bawah tanah
---
Kenangan dari Layar Mati
Dion, yang sekarang jadi penyusun jaringan informasi bawah tanah, menampilkan cuplikan rekaman terakhir dari siaran dunia saat Drav dihancurkan.
> Layar bergaris-garis. Ada sorotan sekilas: seorang pria bersetelan hitam berdiri di antara asap reruntuhan, wajahnya samar, tapi monokelnya menyala merah.
> “Itu dia…” kata Dion perlahan. “Waktu itu kita pikir dia cuma penonton. Ternyata dia... sutradaranya.”
> “Dia bukan pemimpin sisa TARAK. Dia lebih tua dari itu,” kata Praja. “Dia tunggu sampai semua tumbang, lalu bangun takhta dari reruntuhan.”
> “Maelok,” gumam Naresha. “Nama itu muncul di frekuensi gelap. Bayaran, perdagangan organ, eksperimen mutan. Dia... bukan pengganti Drav. Dia... adalah yang menciptakan alasan bagi Drav ada.”
---
Sosok yang Tak Mau Dikenal
Maelok tak percaya pada ideologi. Ia percaya pada transaksi. Dan transaksi terbaik adalah yang dilakukan saat dunia hancur.
> “Kekuasaan bukan soal benar atau salah,” kata Maelok dalam siaran rahasia yang disadap Dion. “Tapi siapa yang menyediakan kebutuhan terakhir saat semua sistem mati: senjata, makanan, atau harapan palsu.”
Ia menjual perang seperti menjual konser. Dan Gravmor—makhluk biologisnya—adalah iklannya.
---
Kemunculan Maelok
Markas penyintas tengah malam. Lampu redup, suara dengungan mesin mengisi ruang komunikasi bawah tanah. Praja, Naresha, Dion, dan Lysandra berkumpul di depan layar besar yang tiba-tiba menyala tanpa peringatan.
Wajah pria bersetelan hitam muncul, tatapannya dingin menusuk ke dalam jiwa.
> “Kalian pikir perang ini sudah selesai?” suaranya tenang tapi mengandung ancaman yang tak terbantahkan.
Maelok berdiri di tengah ruang yang gelap, monokel merahnya menyala seperti mata iblis, mengintimidasi.
> “Aku adalah dalang di balik tirai, yang mengatur setiap langkah kalian dari awal. Drav hanyalah pion kecil, sebuah alat... dan aku adalah tangan yang menggenggam papan catur ini.”
Dia tersenyum tipis, dan dengan satu gerakan pelan, layar berubah menampilkan video rekaman brutal tentang transaksi organ, mutan yang disiksa, dan Gravmor yang siap menyerang.
> “Mereka yang kalian pikir musuh terbesar... hanyalah bayangan dari kekacauan yang sebenarnya. Aku yang menciptakan alasan untuk bertarung. Aku yang menjaga agar dunia ini tetap dalam neraka.”
Suaranya dingin, tanpa sedikitpun penyesalan.
> “Sekarang, waktunya aku turun tangan langsung. Kalian pikir kalian sudah menang? Ini baru permulaan.”
Lampu layar padam tiba-tiba. Ruang komunikasi kembali gelap, meninggalkan keheningan yang mencekam.
Praja mengeratkan tinjunya.
> “Dia ada di mana?”
Dion membuka peta bawah tanah yang penuh titik merah, menunjuk sebuah lokasi rahasia di jantung kota yang hancur.
> “Markas Maelok,” katanya. “Dan dia sudah menyiapkan pasukan yang jauh lebih berbahaya daripada TARAK.”
Naresha menarik napas dalam, matanya penuh api.
> “Kalau begitu, kita tidak boleh menunggu lebih lama. Ini saatnya perang sesungguhnya dimulai.”