Perpecahan

1. Kota Hara – Kebebasan dalam Rapat

Dion kini sering dikepung rapat-rapat demi "rekonstruksi wilayah". Ia lelah, tapi terlalu dalam untuk mundur. Ia mulai dikritik oleh penyintas lain yang dulu bertempur bersamanya.

Tokoh: Viera, mantan ahli logistik perang, kini menjadi oposisi dalam dewan kota.

> “Dulu kita bertempur bersama. Sekarang kau tutup semua rapat dengan kata ‘strategi negara’? Dion, kau sedang membangun menara gading, bukan rumah bersama.”

Dion menatap kosong layar data.

> “Aku capek berdebat. Aku ingin bangun pagi dan tak lihat ada kelaparan lagi. Apa itu salah?”

Konflik: Viera mengumpulkan simpatisan dalam kota, membuat ruang diskusi diam-diam, mirip rapat bawah tanah di masa perang dulu—mereka menyebutnya “Forum Gelap”.

---

2. Fajar Duka – Kebebasan Tak Sama Dengan Sepakat

Lesmana juga tak luput dari keretakan. Gerakan yang awalnya satu suara kini mulai terbelah.

Tokoh: Salim, mantan petani dari selatan, bersuara lantang:

> “Kita bilang ingin bebas, tapi kita malah tunduk pada satu suara: Lesmana!”

Tokoh: Dira, perempuan muda dengan latar ilmuwan, membela Lesmana:

> “Karena hanya dia yang tak pernah memaksakan pendapatnya! Justru kita yang terus mendorongnya jadi simbol, seperti dulu kita dorong Praja.”

Konflik: Kelompok Salim mulai membentuk fraksi sendiri, mengusulkan “otonomi tiap komunitas”, menolak ide rencana bersama. Akibatnya: suplai, arah gerak, dan komunikasi mulai kacau.

---

3. Naresha – Di Antara Dua Sumbu

Naresha diam-diam pergi ke dua pihak, mencoba mencegah pecahnya konflik. Tapi ia dituduh sebagai pengkhianat oleh sebagian anggota kedua faksi.

> “Kau bicara ke Dion, kau bicara ke Lesmana… sebenarnya kau berdiri di mana?”

– Tanya anggota Forum Gelap.

> “Aku berdiri di antara kalian. Karena kalau kalian saling bunuh, maka semua yang mati sebelum ini, sia-sia.”

Naresha mulai mengalami mimpi buruk tentang dunia pasca perang: bukan damai, tapi saling membunuh dalam nama ‘jalan yang benar’.

---

4. Dion dan Lesmana – Surat yang Tak Pernah Dikirim

Di suatu malam, Dion menulis surat untuk Lesmana, tapi tak pernah mengirimnya.

> "Kau benar. Tapi kau juga naif. Dunia tak bisa hidup dalam kebebasan total. Sebab manusia akan tetap mencari siapa yang harus mereka salahkan ketika gagal."

Sementara itu, Lesmana pun menulis catatan untuk Dion.

> "Kau hebat dalam data, tapi manusia bukan angka. Jangan ubah dunia jadi statistik yang bisa kau edit sesuai tren."

Keduanya membaca surat masing-masing… dan membakarnya.

---

Penutup Babak: Bayangan Perpecahan

> Suara radio bawah tanah:

“Tak ada perang. Tapi senjata disembunyikan. Tak ada pertumpahan darah. Tapi keyakinan mulai berubah jadi peluru dalam kepala.”