Kedatangan praja

1. Kedatangan Tak Terduga

Saat ketegangan memuncak antara Dion dan Lesmana, malam itu tiba-tiba terdengar dentuman pintu logam terbuka di forum diskusi kota. Semua mata terarah ke satu sosok—berjaket abu panjang, debu di sepatu, dan luka lama di mata:

> Praja.

> “Sudah cukup. Ini bukan revolusi kalau yang kita tebas hanya bayangan teman sendiri.”

---

2. Dialog Tegang Tiga Arah

Praja, Lesmana, dan Dion bertemu dalam ruang terbuka yang hanya diterangi lampu kota. Kata-kata tak lagi sopan. Tapi juga tak asal bacok.

> Praja (ke Dion): “Kau tak bisa kendalikan semua. Kalau kau buat semua harus seizinmu, tak ada bedanya dengan sistem lama.”

> Praja (ke Lesmana): “Dan kau... kau menyalakan api, tapi lupakan satu hal: tidak semua orang siap terbakar.”

> Lesmana: “Aku tak ingin api. Aku hanya ingin cahaya.”

> Dion: “Dan aku ingin tembok agar kita tak dihantam malam.”

---

3. Suara Praja Menjadi Penengah

Praja tak berpihak. Tapi dia juga tak netral. Dia memilih satu posisi: keseimbangan yang bisa berpikir.

> “Kita tidak butuh raja baru. Kita butuh suara yang tak diam saat salah, dan tak keras saat benar.”

Ia membentuk satu tim kecil: bukan pemerintahan, bukan pasukan. Tapi pengawas kehendak rakyat—dengan dua wakil: satu dari kubu Dion, satu dari kubu Lesmana. Dan dia sendiri: di tengah.

---

4. Tantangan Terakhir

Tapi kedamaian tak murah. Malam itu, saat semua merundingkan jalan damai, muncul kabar:

> Sisa-sisa pasukan Maelok yang tak loyal, membentuk koloni baru di luar zona aman.

Mereka melihat kekacauan ini sebagai peluang untuk menguasai puing.

Praja berdiri. Menatap Dion dan Lesmana.

> “Kita bisa lanjut saling tuding… atau kita lanjut berperang bersama. Bukan demi kuasa. Tapi demi orang-orang yang masih berharap.”

---

5. Akhir Bab: “Bukan Aku, Bukan Kau. Tapi Kita”

Lesmana mengangguk. Dion menutup map rencana.

Untuk pertama kalinya sejak Maelok tumbang, mereka berjalan ke arah yang sama—bukan karena setuju, tapi karena paham:

> Kebenaran bukan satu suara. Tapi pertarungan di antara banyak suara yang berani bicara.

---