"Keretakan di Dalam Cermin"
Masyarakat mulai terpecah dua. Sebagian penduduk yang lelah perang dan ingin kestabilan tertarik pada janji-janji Zorathia. Mereka melihat kelompok Lesmana dan Praja sebagai idealis yang sudah usang—mungkin jujur, tapi membawa dunia ke kekacauan yang tak pernah berakhir.
Di sisi lain, masih ada mereka yang mengingat bagaimana rasanya hidup dalam penindasan—mereka tak percaya pada janji-janji manis bangsa asing. Mereka bertahan, berpegang pada kata-kata Lesmana:
> “Kita bukan bertarung untuk kenyamanan sesaat, tetapi untuk hak berpikir yang tidak dijajah.”
Namun, konflik yang awalnya ideologis mulai mengoyak hubungan antar warga secara pribadi: keluarga, tetangga, teman dekat mulai saling mencurigai.
---
Reaksi Kelompok Utama
Praja merasa bertanggung jawab penuh. Dalam diam, ia mulai bertanya pada dirinya sendiri apakah perjuangannya justru membawa lebih banyak derita daripada kedamaian.
Lysandra mulai mengadakan pertemuan-pertemuan kecil, mencoba meyakinkan warga bahwa kestabilan yang ditawarkan Zorathia hanyalah ilusi.
Naresha, yang biasanya kuat, mulai cemas. Ia sadar bahwa perpecahan sosial bisa menghancurkan semua yang pernah mereka bangun dengan susah payah.
Dion sibuk melacak sumber propaganda Zorathia, namun mulai frustrasi karena setiap saluran komunikasi yang ditutup, dua yang baru muncul menggantikannya.
---
Lesmana: Menyadarkan Tanpa Memaksa
Di tengah semua itu, Lesmana memilih duduk di tempat publik setiap sore, mengadakan dialog terbuka.
Suatu hari, seorang warga tua bertanya:
> “Lesmana, kami sudah lelah bertahan. Bukankah kestabilan lebih baik daripada perang tanpa akhir?”
Lesmana menjawab dengan tenang, tapi matanya tajam:
> “Kestabilan yang datang dari rasa takut bukan kestabilan. Itu hanyalah penjara dengan pintu terbuka. Kau bisa masuk kapan saja, tapi kau tak akan bisa keluar lagi.”
Masyarakat mulai diam, berpikir kembali—tapi propaganda Zorathia telah menancapkan racunnya terlalu dalam, dan keretakan sosial belum pulih sepenuhnya.
---
Dampak yang Makin Tajam
Perselisihan antar warga meningkat. Sebuah pos logistik terbakar. Tak ada yang tahu pasti siapa pelakunya. Ketegangan tumbuh menjadi permusuhan nyata.
Kelompok Lesmana tahu mereka harus mengambil tindakan besar sebelum terlambat.