Serangan Zorathia

"Serangan di Ambang Kehancuran"

Lokasi: Pusat Kota dan Markas Penyintas

Waktu: Sore hari, beberapa jam setelah penembakan Lesmana (siang hari)

Setelah situasi di ruangan medis sedikit terkendali, Lesmana masih terbaring kritis dengan luka tembak yang cukup parah. Naresha duduk di sampingnya, matanya merah karena menangis, sementara Lysandra terus berjaga di dekat pintu, memantau keadaan.

Tiba-tiba Dion menerobos masuk ke ruangan dengan wajah pucat.

> Dion: (terburu-buru, cemas)

"Mereka menyerang! Pasukan Zorathia masuk dari segala arah. Mereka memanfaatkan kondisi kita yang sedang kacau."

Praja segera berdiri tegap, ekspresinya penuh amarah dan tekad yang membara.

> Praja: (geram)

"Mereka benar-benar pengecut. Siapkan pertahanan sekarang juga! Jangan biarkan mereka mengambil kota ini!"

Lysandra segera menyambar senjata dari rak yang tersedia, tatapannya tajam penuh kesiapan.

> Lysandra:

"Aku ikut! Kita harus tahan mereka sekuat mungkin."

Di luar, suara tembakan dan ledakan mulai terdengar jelas, memecah suasana sore yang sebelumnya sunyi. Asap mengepul ke udara, suara jeritan warga terdengar dari kejauhan.

Naresha menggenggam erat tangan Lesmana yang terbaring lemah, ia berbisik lirih sambil menangis pelan.

> Naresha:

"Kau harus bertahan. Kita belum selesai... aku tidak mau kehilanganmu sekarang."

Praja bergegas keluar bersama Dion dan Lysandra menuju medan tempur. Pusat kota berubah menjadi arena pertempuran sengit. Pasukan Zorathia bergerak tanpa ampun, dengan serangan besar-besaran yang mengejutkan semua pihak.

Situasi makin genting, sementara Lesmana di ambang hidup dan mati, Naresha tetap bertahan di sampingnya, mencoba mempertahankan sisa-sisa harapan yang mereka miliki.

"Pilihan yang Tak Bisa Dihindari"

Lokasi: Pusat Kota, Jalan-Jalan Utama

Waktu: Senja menuju malam, pertempuran memuncak

Pertempuran pecah di setiap sudut kota. Dentuman ledakan dan suara tembakan terus terdengar, gedung-gedung mulai terbakar, api melahap perlahan tapi pasti. Pasukan Zorathia terus bergerak maju dengan senjata lengkap, mengancam menghancurkan segala sesuatu yang masih tersisa.

Di tengah kekacauan, Dion berteriak keras melalui radio ke markas medis:

> Dion: (panik)

"Naresha! Kami kewalahan! Pasukan medis diserang langsung oleh Zorathia. Kami kehilangan banyak orang. Kami butuh bantuanmu, sekarang!"

Naresha gemetar hebat mendengar panggilan itu. Ia menatap Lesmana yang masih terbaring lemah, wajahnya pucat, tapi napasnya masih ada. Naresha menggenggam tangannya erat sekali lagi, menatap wajahnya yang damai tapi rapuh.

> Naresha: (suaranya pecah, menangis pelan)

"Maaf, aku harus pergi... bertahanlah untukku. Kumohon..."

Dengan hati berat, ia akhirnya berdiri, mengambil senjata kecil dari meja medis, dan berlari keluar ruangan menuju pusat kota. Matanya basah, tapi penuh tekad.

---

Pertempuran di pusat kota semakin intens.

Praja bertarung habis-habisan, gerakannya tajam, penuh kemarahan. Lysandra bertahan dengan gigih di garis pertahanan, memberikan perlindungan kepada warga sipil yang ketakutan.

Di tengah situasi kritis, Naresha tiba di tengah pertempuran, langsung memberikan bantuan medis sekaligus bertempur dengan keberanian yang mengejutkan.

> Naresha: (berteriak keras, suaranya bergetar tapi tegas)

"Aku di sini! Bertahan! Jangan mundur, mereka tidak akan merebut kota ini!"

Semangat perlawanan langsung meningkat. Melihat keberanian Naresha, para penyintas kembali menemukan harapan dan tekad baru. Mereka bertempur bukan hanya untuk bertahan hidup, tapi juga untuk mempertahankan kebebasan yang selama ini mereka perjuangkan.

Namun, di tengah gemuruh pertempuran, Naresha sesekali menatap ke arah markas medis yang jauh, pikirannya tetap tertuju pada Lesmana yang masih bertarung dengan maut.