Lokasi: Kota yang Perlahan Pulih
Waktu: Beberapa bulan setelah peresmian Dion sebagai pemimpin
Langit pagi memancarkan cahaya lembut ke jalan-jalan yang mulai dibersihkan. Bangunan baru berdiri sederhana namun kokoh, pasar kecil mulai ramai dengan warga yang saling bertukar senyuman, dan anak-anak bermain di antara lapangan yang dulu hanya penuh puing.
Di sudut pasar, Praja duduk di bangku kayu sambil menyeruput kopi hangat. Wajahnya tampak lebih santai, meski matanya masih menyimpan kelelahan lama. Lysandra duduk di sebelahnya, membaca catatan persediaan logistik, tapi sesekali mencuri pandang ke arah Praja dengan senyum lembut.
> Lysandra: (sambil menulis)
"Kau akhirnya duduk tenang tanpa senjata di tangan. Aku hampir lupa kau bisa seperti ini."
Praja tersenyum tipis, mengangguk perlahan.
> Praja:
"Kita semua berhak punya jeda. Bahkan tentara harus tahu kapan menurunkan senjata."
---
Di klinik darurat yang kini berfungsi sebagai pusat kesehatan warga, Lesmana duduk di kursi dekat jendela, memandangi anak-anak yang bermain di luar. Naresha duduk di sampingnya, sibuk membersihkan perban di tangan Lesmana.
> Lesmana: (menatap keluar, suara pelan)
"Kota ini mulai bernapas lagi. Aku tak tahu sampai kapan, tapi setidaknya... untuk hari ini, kita bisa diam tanpa harus waspada."
Naresha menatapnya, senyumnya hangat, matanya berbinar.
> Naresha: (lembut)
"Dan besok, kita akan mulai lagi. Bersama."
---
Dion, kini resmi sebagai pemimpin kota, berjalan di antara warga yang sedang memperbaiki pasar, menyalami mereka dengan senyum tulus, mendengarkan keluhan dan ide mereka dengan telinga yang sabar.
Seorang anak kecil menarik lengan bajunya.
> Anak kecil:
"Paman Dion, kapan kita bisa bermain lagi di lapangan?"
Dion jongkok, menatap anak itu dengan hangat.
> Dion: (tersenyum)
"Segera. Kita akan membuat lapangan baru. Lebih besar, lebih aman, dan kau akan jadi orang pertama yang bermain di sana."
---
Matahari terbit tinggi, menyinari kota yang meskipun masih penuh bekas luka, perlahan mulai berdiri kembali. Di antara kelelahan, ada tawa kecil, percakapan ringan, dan langkah-langkah kecil yang membangun harapan baru.
Lesmana, Naresha, Praja, Lysandra, dan Dion—semua kini berdiri bukan hanya sebagai penyintas, tapi sebagai bagian dari kehidupan baru yang mereka bangun bersama.