pernikahannya

Lokasi: Taman Kota yang Kini Menjadi Simbol Pemulihan

Waktu: Pagi hari, di bawah langit biru yang cerah

Hari itu berbeda dari sebelumnya. Matahari pagi memancarkan sinar hangat, burung-burung kecil beterbangan, dan taman kota yang dulu porak-poranda kini dihias sederhana dengan bunga-bunga liar dan lampion-lampion kertas. Warga kota berkumpul, bukan untuk merayakan kemenangan perang, melainkan untuk merayakan cinta yang tumbuh di tengah reruntuhan.

Lesmana berdiri di bawah gapura kayu sederhana yang dihias anyaman bunga, mengenakan pakaian putih bersih dengan sabuk kulit cokelat. Naresha berjalan perlahan mendekat, mengenakan gaun putih sederhana, rambutnya dihiasi bunga-bunga kecil yang dipetik dari taman.

Dion, yang memimpin acara, berdiri di depan mereka dengan senyum lebar.

> Dion: (dengan suara penuh hangat)

"Hari ini, kita tidak hanya merayakan persatuan dua hati, tapi juga keberanian untuk mencintai di dunia yang pernah hancur. Lesmana, Naresha… kalian bukan hanya janji untuk satu sama lain, tapi juga janji untuk tetap menjadi manusia yang bisa percaya pada cinta meski dunia terus berubah."

Lesmana memegang tangan Naresha, matanya menatap dalam.

> Lesmana: (dengan suara lembut tapi penuh keyakinan)

"Aku berjanji akan tetap menjadi manusia untukmu. Meski dunia menawarkan teknologi, kekuasaan, atau ilusi… aku tetap memilih menjadi diriku yang paling sederhana, yang hanya ingin melihatmu tersenyum."

Naresha, menahan tangis bahagia, membalas dengan suara parau yang penuh haru.

> Naresha: (dengan senyum bercampur air mata)

"Dan aku berjanji akan menjadi rumahmu. Tempatmu kembali, tempatmu menjadi dirimu yang tak harus sempurna… tempatmu bisa jatuh dan bangkit lagi."

Praja, Lysandra, Kirana, dan warga kota menepuk tangan, beberapa meneteskan air mata. Anak-anak kecil melemparkan kelopak bunga ke udara. Musik akustik sederhana mengalun lembut.

Dion melanjutkan dengan senyum lebar.

> Dion:

"Dengan ini, aku menyatakan kalian sah sebagai pasangan, bukan hanya di hadapan kami semua… tapi di hadapan dunia yang tahu kalian bertahan, bukan karena kekuatan, tapi karena cinta yang tulus."

Lesmana dan Naresha saling memeluk, tawa dan air mata bercampur jadi satu. Di sekeliling mereka, warga bersorak, bukan sebagai penonton, tapi sebagai keluarga yang ikut merayakan.

Lysandra menepuk bahu Praja sambil tersenyum kecil.

> Lysandra: (berbisik)

"Ternyata cinta juga butuh keberanian yang sama dengan pertempuran."

Praja menatap Lesmana dan Naresha dengan senyum kecil, matanya teduh.

> Praja: (lirih)

"Dan di tengah perang yang sunyi, hanya cinta yang bisa jadi alasan kita tetap berdiri."