Malam pertama

"Di Balik Pintu yang Tertutup, Ada Janji yang Abadi"

Lokasi: Rumah kecil sederhana di pinggir kota, malam setelah pernikahan

Setelah pesta kecil di taman kota selesai, Lesmana dan Naresha pulang ke rumah sederhana yang telah mereka siapkan sejak lama. Rumah itu sederhana, hanya satu lantai dengan dinding kayu yang hangat, tetapi di dalamnya penuh dengan suasana cinta dan kehangatan.

Lampu minyak kecil menyala lembut di sudut ruangan. Angin malam membawa aroma bunga liar yang mereka tanam bersama.

Lesmana duduk di lantai dekat jendela, menatap langit malam yang dipenuhi bintang. Naresha mendekatinya perlahan, lalu duduk bersila di sampingnya. Mereka saling memandang dalam diam, membiarkan keheningan itu bicara lebih dari kata-kata.

> Naresha: (dengan senyum tipis, suara pelan)

"Aku masih takut, Les. Takut bahwa suatu hari kita akan kehilangan ini semua… kota, rumah, bahkan dirimu."

Lesmana menggenggam tangan Naresha, hangat dan penuh keyakinan.

> Lesmana: (dengan nada lembut tapi tegas)

"Aku tak janji kita akan selalu aman. Tapi aku janji, selama aku hidup, aku akan selalu memilih untuk pulang… kepadamu."

Naresha memejamkan mata sejenak, menahan air mata yang hampir tumpah. Ia bersandar di bahu Lesmana, menikmati kehangatan tubuhnya.

> Naresha: (pelan)

"Aku tak butuh janji besar. Aku hanya ingin kamu tetap menjadi Les yang aku kenal… yang selalu diam, tapi memikirkan segalanya."

Lesmana mengangguk, menatap langit yang dihiasi bintang-bintang.

> Lesmana: (lirih, seolah berbicara pada bintang-bintang)

"Dan kamu… yang mengingatkanku, bahwa aku bukan hanya pejuang… tapi juga manusia."

Mereka berdua terdiam lama, hanya mendengarkan suara angin dan denting lonceng angin kecil di sudut rumah. Malam itu bukan hanya malam pertama sebagai pasangan suami-istri, tapi juga malam di mana mereka saling mengikat hati, bukan dengan janji muluk, melainkan dengan keberanian untuk tetap saling memilih setiap hari.