Langit kini penuh retakan bercahaya. Retakan itu bukan sekadar patahan biasa, tapi celah dimensi — jalur menuju tempat para dewa, naga, phoenix, hingga monster-monster purba tinggal.
Yuze berdiri di bawah hujan cahaya dan bayangan, tubuhnya bergetar hebat. Tidak karena lelah… tapi karena aura tak dikenal yang mulai menyelimuti dunia ini.
Di kejauhan, Meilin dan Qiong Ye berteriak,
“Yuze! Apa yang kau lakukan?! Kau membuka gerbang yang seharusnya tetap terkunci!!”
Yuze tersenyum samar.
“Bukan aku yang membuka. Mereka sendiri yang ingin keluar.”
Saat itu, kilatan cahaya menyapu medan. Seekor naga putih raksasa mendarat, sisiknya berkilau seolah terbuat dari serpihan bintang. Dari retakan lain, phoenix hitam meluncur turun, sayapnya memancarkan api gelap yang membakar udara.
Di belakang mereka, bayangan lebih menyeramkan muncul: sosok tinggi tanpa wajah, hanya punya jubah hitam robek, berdiri di atas kerangka kuda berkepala tiga. Suara mereka menggema dalam bahasa yang tak bisa dipahami manusia biasa, tapi Yuze mendengar semuanya.
“Pewaris dua dunia… kau memanggil kami.”
Yuze mendongak, napasnya berat.
“Aku tidak memanggil siapa-siapa. Kalian sendiri yang datang.”
“Lalu siapa yang akan mengikat kami, jika bukan kau?”
Yuze terdiam. Tubuhnya bergetar sedikit. Kurama menggeram di dalam pikirannya,
“Hei, bocah! Jangan sombong dulu! Mereka bukan makhluk biasa! Kau belum tentu bisa melawan seratus makhluk immortal sekaligus!”
Yuze tertawa kecil.
“Kurama… sejak kapan aku bilang mau lawan mereka?”
Dia mengangkat tangannya perlahan, cahaya dan bayangan menyatu di telapak tangannya, membentuk pola segel yang belum pernah ada sebelumnya.
“Aku akan mengikat mereka sebagai prajuritku.”
Kurama terbelalak.
“APA?!!”
Tepat saat Yuze mulai menggambar segel di udara, naga putih melengking, suaranya memekakkan telinga. Phoenix hitam membentangkan sayap, dan sosok berjubah hitam itu meluncur ke arah Yuze, menciptakan pusaran angin gelap.
Namun sebelum mereka bisa menyentuhnya, Yuze menghentakkan kakinya. Tanah bergetar, pola segel raksasa menyebar dari bawah kakinya ke seluruh lembah. Cahaya melesat ke langit, membungkus makhluk-makhluk itu.
“Segel Raja Tanpa Mahkota — Ikatan Dua Dunia.”
Makhluk-makhluk itu menggeliat, melolong, mencoba melawan. Tapi semakin mereka melawan, semakin kuat ikatan segel yang membungkus mereka. Cahaya dan bayangan bukan lagi dua kekuatan yang bertentangan, tapi satu benang tunggal yang memaksa mereka tunduk.
Yuze menekuk lututnya, napasnya semakin berat.
“Ini… terlalu banyak…”
Kurama mendengus.
“Bocah bodoh! Kau belum cukup kuat! Mereka bisa menghancurkanmu dari dalam!”
Meilin melesat, memeluk Yuze dari belakang.
“Kau bodoh! Kenapa mencoba sendirian!”
Qiong Ye menghunus pedangnya, berdiri di depan, bersiap melindungi mereka kalau-kalau ada makhluk yang lepas dari segel.
“Kita harus bertahan. Ini baru awalnya.”
Yuze merintih pelan, tapi senyum tetap di bibirnya.
“Kita… akan punya pasukan. Bukan cuma melawan Madara… tapi melawan para dewa itu.”
Langit retak semakin lebar, dan dari balik cahaya muncul sebuah tangan raksasa — bukan milik makhluk biasa, tapi tangan seorang dewa kuno. Suara berat menggema ke seluruh lembah:
“PEWARIS… KAU BERANI MENANTANG KAMI?”
Yuze menggertakkan giginya.
“Bukan cuma menantang. Aku akan menghancurkan kalian semua…”
Saat itu, dari dalam tubuhnya, Kurama tertawa.
“Kalau begitu, bocah… kita bersatu sekarang!”
Aura rubah berekor sembilan meledak dari tubuh Yuze, membungkusnya dalam armor merah menyala. Bersamaan dengan itu, cahaya dari segel menyerap masuk, memadatkan naga putih dan phoenix hitam menjadi bentuk kecil, berdiri di kedua pundaknya.
Yuze berdiri perlahan, napas berat.
“Dewa… tunggulah aku. Raja tanpa mahkota akan mendatangimu.”
Dan dengan langkah pertama, dia melompat ke udara, menembus awan, menyongsong tangan raksasa dewa yang menunggu di balik gerbang.