meski pengumuman resmi telah disampaikan oleh Klan Qin, tanggapan dari Klan Zao jauh dari harapan. Bukannya menunjukkan penyesalan, mereka hanya mengirimkan beberapa pil penyembuh sebagai "tanda permintaan maaf"—tanpa sepatah kata pun di depan publik, tanpa pengakuan bersalah, dan tanpa penghormatan terhadap martabat Klan Qin.
Bagi Klan Qin, itu adalah penghinaan kedua.
Paviliun Inti kembali bergemuruh oleh suara para tetua dan kepala keluarga. Wajah-wajah mereka keras, sorot mata penuh murka. Pada akhirnya, keputusan bulat diambil: perang.
Klan Qin memobilisasi seluruh kekuatannya. Mereka memiliki beberapa kultivator Ranah Nirvana, ratusan kultivator di bawahnya, dan tentu saja Qin Yu Qian—sang jenius yang bahkan belum mencapai usia dewasa namun kekuatannya menyaingi para tetua. Di balik layar, tiga Leluhur Klan Qin yang berada di Ranah Kematian mulai bergerak diam-diam, menandakan keseriusan mereka.
Meskipun Qin Yu Xi, ayah Qin Yu Qian, masih terbaring lemah karena racun yang merusak meridian dan inti jiwanya, tekadnya tetap menyala. Ia tetap menjadi simbol dan fondasi spiritual bagi klan.
Di sisi lain, Klan Zao juga tidak tinggal diam. Mereka segera memperkuat garis pertahanan, memanggil puluhan kultivator Ranah Nirvana, serta ratusan kultivator dari berbagai penjuru wilayah kekuasaan mereka. Namun, dalam hal pilar kekuatan, mereka hanya memiliki dua kultivator Ranah Kematian—kekurangan yang tak bisa mereka abaikan.
Keseimbangan kekuatan mulai condong ke satu sisi.
Entah untuk yang keberapa kalinya dalam dua dekade, bayangan perang menggantung di langit Benua Aetheric—dan semua sekte serta klan lain mulai memperhatikan. Karena bila dua klan menengah saling menumpahkan darah, maka pusaran kehancuran bisa menyeret siapa pun yang ada di sekitarnya.
Kedua klan akhirnya menyepakati waktu dan tempat untuk menyelesaikan perselisihan dengan darah: satu tahun dari sekarang, di Hutan Terlarang. Lokasi itu bukan hanya penuh bahaya alami, tapi juga tempat netral yang dihindari oleh sebagian besar kultivator.
Kabar tentang perang besar itu segera menyebar di Kota Meider—kota yang menjadi pusat kekuasaan Klan Qin. Rakyat gempar. Pasar-pasar dipenuhi bisik-bisik, para pedagang khawatir, dan para murid sekte mulai mempersiapkan diri menghadapi ketegangan yang tak terhindarkan.
Sementara itu, Qin Yu Qian tidak membuang waktu. Ia tahu bahwa satu tahun adalah waktu yang singkat untuk memperkuat diri. Ia memutuskan kembali ke Hutan Monster—tempat yang penuh bahaya, tetapi juga penuh peluang. Di sana, ia bertekad menguasai teknik Lion Body sepenuhnya.
Selama dua bulan penuh, ia membenamkan diri dalam latihan keras. Tubuhnya dicakar, diracun, dan dipaksa bangkit lagi dan lagi. Teknik Lion Body perlahan menyatu dengan dirinya, membentuk pertahanan sekuat baja dan kekuatan tubuh yang melampaui manusia biasa. Hingga pada suatu malam berbintang, di tengah meditasi yang dalam, Qin Yu Qian menerobos ke tingkat 9 Ranah Soul Formation.
Namun keberhasilannya itu memancing perhatian. Aura barunya yang kuat menarik kedatangan makhluk mengerikan—seekor monster penghuni Hutan Monster, tingkat 1 Ranah Nirvana. Monster itu berbentuk seperti serigala raksasa bersisik hitam, matanya merah menyala, dan napasnya membawa hawa racun.
Qin Yu Qian melawan sekuat tenaga. Ia menangkis dengan Lion Body, menyerang dengan telapak spiritualnya, namun kekuatan monster Nirvana itu masih terlalu besar. Luka demi luka mulai terlihat di tubuhnya. Saat kekuatannya nyaris habis, tiba-tiba sebuah pedang panjang berkilau menebas udara, menghentikan cakar monster sebelum menyentuh Qin Yu Qian.
Seseorang muncul dari balik bayangan pepohonan.
Pertarungan berlanjut dengan dua orang menghadapi satu monster. Tubuh monster itu seperti tembok baja, tapi serangan mereka terus menekan dari berbagai arah. Setelah pertarungan sengit yang berlangsung hampir setengah jam, akhirnya monster itu roboh, darah ungu menggenangi tanah.
Qin Yu Qian terengah, menoleh pada orang asing yang membantunya.
"Terima kasih telah menyelamatkanku. Boleh kutahu siapa namamu?" ucapnya, mengusap darah dari wajahnya.
Orang itu tersenyum tenang, rambutnya terikat longgar, pakaian sederhana namun rapi.
"Aku Han Zi. Dan siapa anda, saudaraku?"
Qin Yu Qian membalas dengan anggukan hormat. "Aku Qin Yu Qian dari Klan Qin. Terima kasih, saudara Han. Tanpamu, mungkin aku sudah menjadi santapan monster itu."
Han Zi tersenyum, matanya tajam namun bersahabat.
"Kalau begitu, takdir sudah mempertemukan kita. Mungkin perjalanan kita belum selesai di sini, Qin Yu Qian," ujar Han Zi sambil memandang tubuh monster yang kini tak bernyawa, tubuhnya masih bergetar dari sisa energi pertempuran.
Namun kemudian, Han Zi menoleh serius. "Bisakah aku mengambil core monster Ranah Nirvana ini? Aku membutuhkannya untuk menerobos ke Ranah Nirvana. Saat ini, aku hanya satu langkah lagi."
Qin Yu Qian menatap Han Zi sejenak, kemudian mengangguk. "Silakan, saudara Han. Aku akan menjagamu sementara kau menyerapnya. Fokus saja—aku akan pastikan tak ada yang mengganggumu."
Tanpa membuang waktu, Han Zi duduk bersila di samping tubuh monster, membuka dada makhluk itu, dan mengambil core spiritual berwarna ungu kebiruan yang memancarkan gelombang energi pekat. Cahaya dari core itu membuat udara sekitarnya bergetar, memperlihatkan betapa tingginya kualitas energi yang terkandung di dalamnya.
Ia menutup matanya, meletakkan core itu di atas kedua telapak tangannya, dan mulai menyerap dengan perlahan. Aura miliknya bergetar, tubuhnya mulai dipenuhi tekanan energi dari core yang kuat.
Sementara itu, Qin Yu Qian berdiri di sisi lain, menjaga sekeliling dengan tenang. Meski tubuhnya sendiri kelelahan, ia duduk bersila dan bermeditasi dengan teknik Lion Body, membiarkan energinya mengalir perlahan untuk memperbaiki luka-luka dalam tubuhnya.
Core monster Ranah Nirvana bukan barang biasa. Itu adalah inti kekuatan, tempat terkonsentrasinya esensi spiritual dan jiwa binatang buas. Bagi seorang kultivator yang berada di ambang terobosan, core semacam itu bisa menjadi katalis sempurna—jika berhasil diserap, kekuatan mereka akan melonjak tajam. Namun, jika gagal... ledakan energi dari core itu bisa menghancurkan tubuh dan jiwa seketika.
Itulah risiko yang sedang dihadapi Han Zi.
Waktu berlalu, angin hutan menderu pelan, dan langit mulai meredup menjelang malam. Qin Yu Qian tetap duduk dalam keheningan, matanya terbuka, memperhatikan setiap gerakan di balik pepohonan. Ia tahu, saat-saat seperti ini adalah waktu paling rawan—energi spiritual yang kuat bisa memancing makhluk lain, atau bahkan kultivator serakah, untuk datang.
Tiba-tiba, ia merasakan fluktuasi energi yang kuat di balik punggungnya.
Ia menoleh.
Aura Han Zi mulai naik, tubuhnya diselimuti cahaya ungu kebiruan, dan suara pelan seperti deru badai terdengar dari dalam tubuhnya. Tanda bahwa terobosan itu… hampir selesai.
Qin Yu Qian menggenggam erat pedangnya.
"Semoga kau berhasil, saudara Han... dan semoga tak ada yang cukup bodoh untuk datang mengacau sekarang."