bab 4 hadiah yang spesial

Setelah keluar dari perpustakaan, Viktor berjalan menuju gudang senjata—tempat di mana berbagai perlengkapan tempur kerajaan ditempa dan disimpan. Langkah-langkah panjangnya terdengar pelan dalam sunyi lorong-lorong istana yang megah. Di luar jendela-jendela kuno, matahari sore mulai condong ke barat, menyemburatkan warna oranye lembut di atas lantai marmer.

Setelah melewati beberapa koridor yang dipenuhi patung para raja masa lalu, ia akhirnya tiba di depan sebuah pintu baja besar yang menjulang tinggi. Di baliknya terdengar suara logam dipukul, bara api menyala, dan para pekerja sibuk menciptakan senjata.

Seorang pria tinggi berotot dengan rambut abu-abu mendekatinya. Tubuhnya setinggi dua meter, matanya tajam namun penuh rasa hormat. Namanya Bom, kepala pandai besi di bengkel kerajaan.

"Yang Mulia, ada keperluan apa Anda datang ke tempat seperti ini?" tanyanya dengan nada heran.

"Aku ingin tahu, apakah kalian memiliki Batu Kristal Azure?" tanya Viktor tanpa basa-basi.

"Kristal Azure? Ya, kami baru saja menerima kiriman segar minggu ini. Memangnya untuk apa, Yang Mulia?"

"Aku ingin membuat sebuah pedang."

"Pedang...?" Para pekerja yang mendengar kata itu langsung berhenti bekerja. Suara logam yang saling beradu seketika mereda, digantikan bisik-bisik dan ekspresi terkejut.

"Yang Mulia, jika Anda menginginkan pedang, kami bisa membuatkan yang terbaik untuk Anda. Jadi Anda tak perlu repot-repot—"

"Benar, mungkin kalian bisa. Tapi pedang ini bukan untukku. Aku ingin membuatnya sendiri... karena ini hadiah untuk seseorang yang sangat spesial," ucap Viktor sambil tersenyum tenang.

Ucapan itu membuat Bom terdiam sesaat. Ia melihat Viktor dengan tatapan baru—bukan sekadar rasa hormat sebagai rakyat pada raja, tapi juga kekaguman akan tekad seorang pria yang rela turun tangan demi orang yang dicintainya.

"Baiklah, kalau itu yang Mulia inginkan. Hei, kalian! Bawa kotak Batu Kristal itu ke sini! Dan juga kotak baja yang dikunci itu!"

"Baik, Tuan!" teriak salah satu pekerja dari kejauhan.

Para pekerja mulai bergerak cepat, membawa bahan-bahan terbaik ke area peleburan. Bom kemudian mempersilakan Viktor untuk mengikutinya. Mereka berjalan melewati lorong panas yang dipenuhi percikan api dan uap logam, hingga akhirnya sampai di bengkel utama.

Di sana, Viktor melepas mahkota dan jubahnya, lalu meletakkannya di atas meja batu besar. Lalu, ia mulai membuat pedang katana.

Pembuatan katana adalah seni yang sangat rumit—memadukan ketekunan, presisi, serta penguasaan atas api, logam, dan kehendak. Viktor, yang telah mempelajarinya dari buku-buku di dunia lamanya, kini akhirnya bisa mempraktikkannya secara nyata.

Ia mulai dengan memilih baja berkualitas tinggi dari kotak di hadapannya, lalu memisahkan bagian dengan kadar karbon tinggi untuk menciptakan bilah yang tajam dan keras, serta bagian dengan kadar karbon rendah untuk menjamin fleksibilitas.

Logam itu dipanaskan berulang kali, ditempa dengan pukulan terukur, hingga menjadi satu kesatuan yang kuat dan lentur. Setiap ketukan palu membawa pedang itu lebih dekat pada bentuk akhirnya.

Namun, saat proses pengelasan lapisan kristal Azure, Viktor sempat ragu. Material langka ini tidak mudah didapat, dan jika gagal, maka ia harus menunggu kiriman berikutnya yang baru akan datang bulan depan.

“Jika aku gagal…” gumamnya pelan.

Bom mendengar dan tersenyum tipis. “Saya yakin, Yang Mulia. Bahkan api pun pasti akan tunduk pada kemauan yang benar.”

Viktor mengangguk, lalu melanjutkan pekerjaannya.

Saat suhu mencapai titik yang tepat, Viktor mencelupkan bilah itu ke dalam air. Uap panas menyembur ke udara—dan dengan itu, terbentuklah lengkungan khas katana, serta pola halus yang berkilau di sepanjang bilah.

Setelah itu, Viktor mulai mengasah pedangnya dengan hati-hati. Ia menggunakan batu asah dari yang paling kasar hingga yang paling halus, menyingkapkan keindahan sejati logam yang ditempa.

Kilau biru lembut dari Kristal Azure mulai terlihat samar di sepanjang sisi pedang.

Saat itulah pikiran Viktor melayang pada kenangan bersama Putri Vanessa. Saat mereka masih kecil, mereka sering duduk di taman istana, memandangi bunga *blue lilies* yang mekar di kolam. Ia tahu betul bahwa bunga itu adalah favoritnya.

“Aku harap kau akan mengerti… maksud dari hadiah ini,” gumamnya perlahan.

Ketika proses pengasahan selesai, Viktor meminta seorang pekerja untuk membawakan kayu Artzu. Setelah kayu langka itu tiba, ia mulai membuat gagang pedang dari kayu tersebut, dilapisi kulit pari, dan dibalut dengan tenunan sutra berwarna hitam kebiruan. Penutup tangannya dibuat dari logam ringan yang diukir halus, menggambarkan lambang singa emas. Sarungnya dibuat dari kayu yang dikeraskan, dilapisi lak hitam mengilap, seindah malam musim semi, bermotifkan bunga *blue lilies*.

Setelah memeriksa keseimbangan dan ketajaman pedangnya, Viktor menyeka keringat dari dahinya dan tersenyum puas.

"Akhirnya, setelah beberapa hari, sudah selesai..."

Sambil memandangi pedang yang kini bersinar di bawah cahaya bengkel, Viktor merasa tenang. Ia telah menyelesaikan bagian penting dari rencananya—hadiah untuk Putri Vanessa.

Seorang prajurit lalu datang dari arah luar.

"Yang Mulia, apakah Anda sudah selesai membuat pedang ini?"

Viktor mengangguk, lalu menatap kembali katana di tangannya.

"Ya. Sudah siap..."

Prajurit itu terpukau oleh pedang yang dibuat Viktor. "Itu sangat cantik."

Ia lalu menggelengkan kepala. "Maksud saya, kita harus memastikan Yang Mulia bersiap untuk pergi ke Kerajaan Red Sun."

"Baiklah, jika begitu, aku akan segera bersiap-siap. Kau boleh pergi."

"Baik, Yang Mulia," jawab prajurit itu lalu berjalan keluar.

Viktor memasukkan pedang yang sudah jadi itu ke dalam sebuah kotak, lalu membawanya keluar dari bengkel.

"Bom," panggil Viktor kepada pria besar yang tadi menyambutnya. "Aku juga akan bersiap-siap untuk pergi ke Kerajaan red sun sekarang."

Bom mengangguk. "Baik, Yang Mulia. Saya hanya ingin mengatakan... ini adalah salah satu pedang terbaik yang pernah saya lihat. Bahkan mungkin yang terbaik."

Viktor tersenyum. "Terima kasih. Itu arti banyak bagiku."

Bom menepuk bahunya dengan lembut. "Semoga perjalanan Anda lancar, dan semoga hadiah ini diterima dengan hati yang tulus."

Viktor berjalan keluar dari gudang senjata dan menuju kamarnya. Ia membersihkan diri dan menyiapkan perlengkapan untuk perjalanan. Setelah semuanya siap, ia pun berjalan menuju kereta kuda yang telah menunggu, didampingi oleh para pengawal.

Perjalanan ke Kerajaan Red Sun memakan waktu tujuh hari jika menggunakan kereta kuda, atau lima hari jika menggunakan kereta api. Setelah beberapa jam perjalanan darat, mereka akhirnya tiba di stasiun kereta. Dari sanalah, perjalanan Viktor menuju ibu kota Kerajaan Red sun dimulai.

Namun, meski roda kereta telah berputar, Viktor tahu: perjalanan sesungguhnya belum dimulai. Ia masih harus menghadapi sesuatu yang lebih besar dari sekadar jarak dan waktu.

Dan pedang yang ia buat dengan tangan sendiri mungkin akan menjadi lebih dari sekadar hadiah...

BERSAMBUNG.....