.....Mulai dari jauh

9 Juni 2014

07 : 30 WIB

Sumenep Kota, Madura

.

.

.

Sudut pandang : Ardian

.

.

.

.

.

.

.

"kamu hati-hati di sana... Telfon kalau sudah sampai dan kalau ada apa-apa...", ujar ku.

"iya sayang... Udah aku berangkat dulu, assalamuallaikum...", ujar Nindi.

"wa allaikumsalam... semoga kamu bisa jaga diri di sana..", sahut ku sembari melambai ke tunangan ku yang berada dalam bis menuju jakarta.

"tapi, entah kenapa firasat ku gak enak...", gumam ku.

.

.

.

.

.

Ardianto, ya, itu nama ku. Seorang yatim piatu, yang sedang merantau, di pulau madura. Hanya memiliki kehidupan biasa, dan sederhana. Aku di lahirkan di Surabaya, atau bisa di bilang, di buang oleh kedua orang tua ku. Lalu, sebuah panti asuhan mengambilku dari kerasnya hidup jalanan, dan merawat ku. Hingga aku berusia 18 tahun. Aku telah banyak mengenal tentang dunia luar dari internet dan ilmu yang aku pelajari lewat buku. Aku suka sekali membaca, apalagi jika berhubungan dengan sebuah ilmu pengetahuan. Aku sempat kuliah, namun tak sempat menyelesaikan, karena aku di rekrut oleh sebuah kantor jasa swasta, di bidang elektronik berkat kemampuan ku yang cukup bagus. Dan aku pun sudah berdinas di pulau madura ini, selama 2 tahun.

.

.

.

Lalu gadis yang ku sapa tadi? Dia tunangan ku, Nia Zahrindi. Cukup lama aku berada di sini, membangun reputasi, hingga aku memiliki seorang tunangan, dari keluarga yang cukup terkenal di kota. Aku mengantar nya ke terminal bis, karena dia akan berangkat kuliah, di Universitas Indonesia. Dengan paras nya yang cukup cantik, dan sifat polos nya, aku ragu akan pijakan nya di ibukota yang kelam dan keras. Ya, Tuhan lah yang berbicara, apapun yang terjadi, aku hanya bisa mendoakan yang terbaik.

.

.

.

Di perusahaan jasa elektronik yang merupakan pekerjaan ku ini, kami memiliki cukup banyak tim, yang setiap tim nya berisikan 4 orang, ada tim junior dan tim senior. Aku termasuk di dalam tim senior tersebut, dan hari ini, aku ada rencana untuk berkumpul dengan tim ku, tim semprul. Lucu memang kami menamai setiap tim. Aku sudah menganggap tim ku ini seperti saudara, karena memang adat madura yang kental dengan persaudaraan. Kegiatan mingguan kami seperti biasa, berbincang-bincang dan melepas penat, setiap hari libur kami.

.

.

.

Kami biasa berkumpul di kontrakan, yang juga tempat tinggal ku. Ya, temen-temen bilang, kalau ini rumah kedua mereka, ketika lelah dengan suasana rumah mereka sendiri. Tim ku sendiri berisi 4 orang, yang masih satu famili semua nya. Ada Rendi, Aldo, dan Hendra. Aku bertemu mereka, sudah sejak awal menginjak pulau garam ini.

.

.

.

.

.

"ar... Udah berangkat?", tanya Rendi.

"siapa...?", tanya ku.

"lah... Emang lu tadi nganter siapa? Tunangan nya orang??", sahut Rendi.

"Oh, udah gue anterin.... Cuman.... Gue gak yakin Ren...", ujar ku.

"gue tau, lu cuman terlalu khawatir... Lagian kata nya ada saudara nya di sana... Udah doa in aja lah...", ujar Rendi.

"ya lah.... Eh, lu berdua liat apa sih, kok fokus banget dari tadi ke hp... Liat bokep lu ya? Gak bagi-bagi lu....", ujar ku.

"tuh mulut, lu didik, biar bener kalo ngomong..... Gue liat berita nih...", ujar Aldo.

"iya nih... Lagi viral kata nya...", sahut Rendra.

"oh yang itu ya.... Akhir-akhir ini, emang banyak yang sakit muntaber.... Yang kata nya, setelah konsumsi air PDAM...", ujar Rendi.

"ow... Untung kita gak minum PDAM..", ujar ku.

"gue punya firasat aneh,... Seolah-olah, semua ada kaitan nya...", ujar Aldo.

"maksud lu gimana...?", tanya Rendra.

"awal nya ada berita teroris di internet, terus tiba-tiba lenyap....... Terus ada beberapa kejadian viral di medsos, yang kayak nya seperti pengalihan isu gitu...", jelas Rendi.

"....................", terdengar mereka bertiga berdebat.

.

.

.

.

.

Aku tak begitu fokus dan peduli dengan topik mereka, karena, ya kepikiran nindi. Semoga kamu baik-baik saja.

.

.

.

Sehari pun telah berlalu, Nindi memberi kabar bahwa dia masih di perjalanan, dan telah memasuki Jawa Tengah. Dan kemungkinan, besok pagi akan sampai di jakarta.

.

.

.

Malam ini, menunjukkan pukul 8 malam, aku sedang duduk santai di taman kota, melihat lalu lalang mobil polisi, yang sedari tadi semakin bertambah jumlah nya, entah apa yang terjadi. Kemungkinan pejabat yang akan berkunjung. Beberapa menit berlalu, smartphone ku berdering. Terlihat nama kontak Nindi di layar.

.

.

.

.

.

"mas..... Kamu dimana?", ujar Nindi.

"Ya di taman kota, lagi nyantai aja, kenapa sayang?? Kok kamu suara nya panik gitu...", ujar ku.

"apapun yang kamu lakukan, cari lah tempat aman... Selamatkan diri mu mas...", ujar Nindi panik.

"kamu itu ngomong apa Nin...? Emang kamu sekarang posisi dimana??", tanya ku.

"aku ada di kota semarang mas, ... Dan di sini.... Ya allah...", ujar Nindi.

"AAAAAAAA......!!!!!.....", teriak Nindi seiring dengan sambungan yang terputus.

"Nindi...??! NINDII...!!?", tanya ku panik.

.

.

.

.

.

Ada apa ini, kekhawatiran ku semenjak Nindi berangkat pun semakin menjadi-jadi. Terlihat pesan Whatsapp dari Rendi. "BOS LU DIMANA?? ADA KABAR PENTING.. CEPAT KUMPUL!!". Pesan singkat, namun membuat rasa penasaran menggerakkan tubuh untuk segera mendatangi orang yang mengirim pesan tersebut. Aku masih bingung, dengan apa yang terjadi.

.

.

.

Beberapa menit kemudian, aku pun sampai di kontrakan. Dan semua teman-teman telah berkumpul. Aku cukup terkejut, melihat mereka menyiapkan beberapa senjata tajam, bahkan, senjata api, yang entah dari mana mereka dapatkan. Aku bahkan masih bingung apa yang sedang terjadi. Rendi pun menyuruh ku masuk ke dalam rumah, dan mengunci rapat pintu, seperti perintah yang lain di dalam.

.

.

.

.

.

"jadi... Ada yang mau ngasih tau... Sebener nya ada apa...??!! Nindi barusan nelfon, ga tau ada apa di sana, sampai dia nutup telfon nya tanpa sebab...", tanya ku.

"mending lu lihat ini... Video ini di kirim ama temen gue yang ada di surabaya...", ujar Aldo.

"...........................", kami semua, melihat video tersebut.

Zombi. Ya, terlihat konyol bukan. Tapi tidak, yang sedang ku tonton saat ini bukan film zombi. Ini rekaman nyata, dan memang sedang terjadi, di dekat kami berada. Aku mencoba berpikir keras, untuk menyangkal bahwa itu cuma sebuah video prank para youtuber. Tapi, mereka terlihat asli, bahkan semua organ yang di makan dari orang yang masih hidup itu asli. Ya ampun, aku gak sedang mimpi kan?

.

.

.

Nindi, ya allah. Semoga dia baik-baik saja. Karena dia satu-satu nya yang ada di pikiran ku saat ini. Setelah merenung beberapa saat, kami pun mulai membahas tentang sebuah rencana.

.

.

.

.

.

"jadi gimana...? Ada yang tau tentang hal ini...???", ujar Rendra.

"gue kosong... Gak bisa mikir apapun...", ujar Aldo.

"setau gue, mereka cuma di game....", ujar Rendi.

"ren, ini bukan game... Lu di gigit, sedikit aja, udah jadi alasan untuk gue bunuh.... Karena gak ada kesempatan selamat....", sahut ku.

"terus, ada yang punya rencana....?", ujar Rendra.

"Sederhana... bertahan lalu di makan... Atau lari nyelametin diri melawan... Cuma itu pilihan kita... Sama-sama beresiko....", ujar ku.

"karena, sedikit yang gue tau, dari hal ini semua... Penyebaran virus semacam ini, sangatlah cepat, satu tergigit, akan menjadi dua, lalu menjadi empat, delapan, enam belas, itu dalam waktu beberapa menit..... Bayangkan dalam satu jam... Dan kita akan bertahan, di kepung zombi sebanyak itu? Kalau rencana gue, gue mau nyusul Nindi... Itu rencana gue... Setelah itu kami mau nyelametin diri, karena gue yakin, di kota besar kayak surabaya pasti ada yang nama nya tempat evakuasi.. Gimana dengan kalian..??", sambung ku.

"em....", Aldo menanggapi ragu.

"gue ikut....", sahut Rendi.

"gue juga.... Gimana pun, bertahan di sini percuma, kita harus cari lokasi yang lebih aman...", ujar Rendra.

"tiga, tinggal satu.....", ujar ku mengarah ke Aldo.

"lah.. Lu gak liat, di sini senjata udah cukup lengkap... Kita ke jakarta....!!", ujar Aldo.

"kenapa lu bisa nyimpulin buat ke sana..?", tanya Rendi.

"ya.. Di sana pusat nya bos... Lu mikir apa lagi coba.... Pasti ada sesuatu di sana nanti....", jawab Aldo.

"bener juga... Bisa jadi kayak tempat pengungsian atau semacam nya... Secara, di sana pusat pemerintahan kan...", ujar ku.

"tumben pinter lu....", ujar Rendra.

"cih.... Lu kemana aja, baru tau gue pinter... ", sahut Aldo.

"lu tau dimana Nindi...?", tanya Rendi.

"terakhir... Dia nelfon, bilang ada di Semarang... Cuman apapun yang terjadi sama Nindi, gue harus pastikan....", ujar ku.

.

.

.

.

.

Pukul 11 malam, kami mendapat berita bahwa zombi ini sudah memasuki pulau madura, melalui jembatan Suramadu. Dan pemerintah di Sumenep kota, telah memberi perintah untuk berdiam diri di rumah. Polisi dan militer setempat, mulai berjaga-jaga, dan mengosongkan semua area di kota. Namun, aku ragu, jika semua persiapan ini cukup untuk menahan. Karena tidak ada pengalaman zombi, dalam latihan mereka semua.

.

.

.

Kami berencana berangkat secara diam-diam, guna menghindari petugas, agar tidak tertangkap, karena perintah terakhir adalah berdiam diri di rumah, dan bila tertangkap di luar rumah, akan di lakukan prosedur isolasi.

.

.

.

Saat ini, Aku tidak tau, harus berpikir dan berkata apa. Aku hanya memikirkan keselamatan Nindi...