BAB : 13 ( tiga belas )

Setelah pulang ke apartemennya selesai makan malam dengan Alvian, Karina segera mandi dan mengganti gaunnya dengan piyama sebelum tidur. Selain itu ia juga telah menyiapkan persyaratan yang di butuhkan untuk pernikahannya besok pagi.

Setelah menyelesaikan urusannya, kemudian Karina duduk di depan meja riasnya untuk melakukan perawatan kulit.

Sambil membersihkan wajahnya, Karina kembali mengingat penampilan Alvian saat makan malam tadi.

Kemudian Karina mencibir dan bergumam.

" Apakah pria itu hanya berpura-pura miskin agar aku tidak jadi menikah dengannya ? Padahal semua yang di kenakan di tubuhnya itu sepertinya bukan bahan murahan, melainkan seperti di jahit khusus untuknya. Apakah dia pikir aku ini begitu mudah di tipu ? Kalau dulu mungkin iya, tapi sekarang tidak lagi." gumam Karina sambil tersenyum sinis.

Sementara Alvian yang juga telah kembali ke apartemennya kini sedang merenungkan pertemuannya dengan Karina tadi.

" Tampaknya gadis itu tidak sederhana. Aku sebaiknya lebih berhati-hati saat berada di dekatnya." gumam Alvian yang tidak mudah mempercayai orang lain setelah apa yang di alaminya sebelumnya.

Pada saat itu Alvian kembali teringat dengan kejadian yang membuatnya hampir lumpuh setengah badan itu.

Waktu itu ia baru saja akan pulang dari sekolah menengah atas ketika tiba-tiba beberapa orang pria bertopeng menghadangnya di tengah jalan lalu menculiknya. Kemudian para penculik itu membawanya ke sebuah rumah kosong yang telah lama terbengkalai. Dan di rumah kosong itu, Alvian yang baru berumur lima belas tahun di siksa dan di pukuli tanpa sebab yang jelas. Setelah menyiksanya dengan kejam, lalu penculik itu baru menghubungi ayahnya untuk minta uang tebusan yang cukup besar.

Tetapi seingatnya, ayahnya tidak percaya bahwa ia telah di culik dan tidak mau membayar uang tebusan yang di minta oleh para penculik itu. Hingga akhirnya para penculik itu melemparkan tubuhnya yang telah penuh luka ke jurang agar ia mati, karena para penculik itu kesal tidak mendapatkan uang yang mereka minta dari ayahnya.

Namun Tuhan masih sayang kepadanya hingga ia masih selamat meski sudah terluka parah dan sekarat.

Entah siapa yang telah menyelamatkannya waktu itu, yang sempat di lihat oleh Alvian sebelum ia pingsan dan koma adalah wajah seorang gadis kecil yang imut yang memanggilnya kakak dengan wajah cemas.

Setelah itu ia tidak ingat apa-apa lagi, bahkan ia tidak tahu siapa nama gadis kecil itu dan di mana ia sekarang berada.

Sebab setelah ia sadar dari koma, ia sudah berada di sebuah rumah sakit besar di luar negeri sedang di rawat dengan intensif. Dan yang membawanya ke rumah sakit di luar negeri itu adalah pamannya, adik dari ibu kandungnya. Pada saat itu Alvian benar-benar merasa sangat bersyukur bahwa ia masih hidup dan masih ada keluarga yang perduli kepadanya. Dan setelah menjalani perawatan dan terapi selama tujuh tahun, akhirnya kaki Alvian yang hancur tulangnya setelah di siksa oleh para penculik itu dan hampir lumpuh bisa normal kembali. Alvian pun bisa berjalan kembali seperti semula, namun saat ini ia hanya berpura-pura lumpuh saja agar para pelaku di balik insiden penculikannya itu lengah dan tidak curiga kepadanya. Tetapi di dalam hatinya, Alvian menebak bahwa ibu tirinya adalah dalang di balik para penculik itu untuk membuatnya di lengserkan dari pewaris utama grup kencana corporasi karena ia seorang pria cacat yang di anggap tidak kompeten.

Karena mengingat kejadian itu, kemarahan yang telah lama di tahan oleh Alvian di dalam hatinya kembali membara. Dan Alvian bersumpah akan membalas perbuatan orang-orang itu seratus kali lipat.

Bersambung...