BAB : 15 ( lima belas )

Setelah urusan pernikahannya selesai pagi itu, Karina lalu berkata.

" Karena urusan pernikahan kita sudah selesai, jadi sekarang aku akan pergi ke tempat kerjaku dulu. Nanti setelah pulang bekerja aku akan menelponmu lagi. Sekarang aku sedang terburu-buru, jadi belum sempat berbicara lebih banyak denganmu." ucap Karina kepada Alvian setelah keluar dari kantor catatan sipil itu.

Beberapa saat sebelum Karina pergi meninggalkan Alvian, terdengar suara Alvian memanggil Karina.

" Eh tunggu dulu, besok sore temani aku menemui nenek. Karena nenekku ingin bertemu dengan cucu menantunya." ucap Alvian dengan wajah datarnya.

" Baiklah suamiku. Ngimong-ngomong Kamu seharusnya memanggilku istriku atau sayangku. Kenapa kamu itu kaku sekali sih suamiku ?" ucap Karina yang sengaja menggoda Alvian.

" Aku ini hanya terpaksa menikahi kamu karena nenek, jadi gak usah pakai panggilan yang aneh-aneh itu." balas Alvian kesal.

Walaupun Alvian terlihat kesal tetapi Karina tidak merasa marah. Lagi pula menurut Karina tidak aneh jika Alvian bersikap begitu, karena mereka memang menikah tanpa cinta. Selain itu mereka baru bertemu dua kali saja dan belum saling kenal sebelumnya. Sebagai jawabannya, Karina hanya menganggukkan kepalanya kepada Alvian.

Sesudah menyetujui permintaan Alvian, baru kemudian Karina pergi karena asistennya sudah mengiriminya pesan sejak tadi yang mengatakan ada seorang pasien yang cukup parah kondisinya sudah menunggunya.

Tidak lama kemudian Karina sudah tiba di klinik pengobatannya.

Karina lalu bergegas memasuki klinik itu dan langsung menuju ke kamar tempat pasien itu di rawat.

Saat Karina melihat pasien itu terluka di bagian kakinya dan mengeluarkan darah cukup banyak, ia pun segera memakai maskernya sebelum memeriksanya.

Setelah memeriksanya sebentar, Karina lalu berkata.

" Kaki anda mengalami patah tulang yang cukup parah. Sebaiknya kaki anda segera di operasi untuk di sambungkan lagi. Selain itu luka di kaki anda juga perlu di jahit." ucap Karina kepada pria yang terbaring di ranjang pasien dan sedang meringis menahan kesakitan itu.

" Terserah anda saja dokter, yang penting saya tidak merasakan sakit lagi." balas pria itu pasrah. Karena kesakitan, wajahnya terlihat pucat pasi dan tubuhnya semua sudah di basahi keringat dingin.

Setelah mendengar jawaban pria itu, Karina lalu mengambil jarum akupunturnya lalu menusuk beberapa titik di kaki pria itu untuk menghentikan pendarahannya.

Sesudah itu Karina menyuruh asistennya untuk menyiapkan ruang operasi untuk mengoperasi pria yang patah tulang itu.

Karena tulangnya menembus kulit jadi lukanya terlihat cukup mengerikan tetapi karena Karina seorang dokter maka ia tidak takut melihatnya.

Karena kejadian ini cukup darurat jadi Karina sendiri yang melakukan operasi itu.

Setelah menyambungkan kembali tulang yang patah dan menjahit lukanya, kemudian Karina memasangkan gips di kaki pria itu untuk menyangga tulang yang baru di sambung.

Kemudian Karina berkata kepada asistennya.

" Tempatkan pria ini ke ruang rawat inap dan jangan biarkan ia menggerakkan kakinya dulu selama masa penyembuhannya. Lalu hubungi keluarga pria itu untuk memberitahukan keadaannya." ucap Karina dengan tegas.

" Baik dokter. Ehem, tetapi saya tidak tahu siapa keluarga pria itu dokter." balas asistennya itu dengan ragu.

" Tanyakan kepada pria itu saat ia sudah sadar nanti." ucap Karina sambil melepaskan masker dan baju operasinya.

" Baiklah dokter." jawab asistennya lugas.

Sesudah mencuci tangan dan melepas pakaian dokternya, Karina lalu bersiap untuk pulang. Tetapi sebelum pulang, ia lebih dulu menelpon kakak seperguruannya.

" Halo kakak senior, apakah kakak sibuk hari ini ?" tanya Karina sambil duduk di ruang kantornya.

" Halo adik, kebetulan kakak tidak sibuk hari ini. Ada apa adik bertanya kali ini ?" balas kakak seperguruan Karina.

" Tolong bantu aku menjaga pasien yang baru di operasi di klinikku kak. Karena aku tidak bisa menjaganya sendiri hari ini." ucap Karina meminta tolong.

" Kalau begitu baiklah adik, jangan khawatir. Kakak akan segera pergi ke klinik sekarang. Selesaikanlah urusanmu dengan tenang." ucap kakak seperguruan Karina menenangkannya.

" Terimakasih kak." balas Karina dengan tulus.

" Tidak perlu begitu sungkan kepada kakak." ucap kakak seperguruan Karina yang sangat menyayangi Karina seperti adik kandungnya itu.

Bersambung...