BAB : 19 ( sembilan belas )

Saat dalam perjalanan menuju ke rumah nenek Alvian, Karina dan Alvian sama-sama diam dan sibuk dengan pikirannya masing-masing.

Sehingga suasana di dalam mobil itu menjadi sangat sunyi.

Ketika mereka sudah hampir sampai di tempat tujuan mereka, Karina lalu berkata.

" Apakah rumah nenek masih jauh ?" tanya Karina untuk mengusir rasa canggung di antara mereka.

" Tidak jauh lagi, sebentar lagi juga sampai." jawab Alvian dengan wajah datarnya.

" Baguslah kalau begitu. Oh iya, tadi pagi kenapa kamu menyuruh asistenmu menelponku dengan ponselmu ? A...aku kan jadi salah mengira kamu yang menelpon. Lain kali kalau kamu ada pesan untukku jangan suruh asistenmu yang bicara dengan ponselmu." ucap Karina dengan gaya seperti istri yang sedang merajuk.

" Memangnya kenapa ?" tanya Alvian masih dengan wajah datar.

" Tentu saja tidak boleh, kalau aku salah bicara bukankah asistenmu akan tahu." ucap Karina dengan nada tidak senang.

" Memangnya apa yang kamu katakan kepada asistenku ?" ucap Alvian bingung.

" Ah sudahlah, kamu itu memang payah sebagai laki-laki. Benar-benar tidak peka." ucap Karina sambil mengerucutkan bibirnya.

Lalu ia segera memalingkan wajahnya yang agak memerah karena malu itu untuk memandang keluar dari jendela mobil.

Di dalam hatinya Karina berkata.

" Kenapa aku menikahi pria bodoh ini ya ? Ah iya, dia kan memang tidak pernah kenal dengan wanita sebelumnya. Kalau begitu aku harus berusaha lebih keras saja untuk menaklukkan suami yang dingin bagai es batu ini." batin Karina dalam hatinya.

Tidak lama kemudian mereka akhirnya sampai di tempat tujuan mereka.

Rumah nenek Alvian itu adalah sebuah vila yang cukup mewah dan di pagar dinding sekelilingnya.

Di depan vila itu ada halaman yang cukup luas dan ada pohon bunga persik serta berbagai jenis tanaman bunga menghiasi taman di halaman itu.

Setelah turun dari mobil, Alvian lalu berkata.

" Ini adalah rumah nenekku, mari masuk ke dalam." ucap Alvian tanpa ekspresi.

" Rumah nenekmu lumayan besar juga. Apakah nenekmu tinggal sendirian di sini ?" ucap Karina penasaran.

" Tidak juga, karena ada bibi Lusi yang menemani nenek. Bibi Lusi itu adalah adik ibuku yang paling kecil dan suaminya sudah meninggal. Jadi bibi Lusi bisa menemani nenek karena ia tidak memiliki keluarga lagi." ucap Alvian menjelaskan sedikit.

Setelah mendengar penjelasan itu, Karina tidak bertanya apa-apa lagi kepada Alvian.

Kini Karina hanya mengikuti di belakang Alvian memasuki vila itu sambil mendorong kursi rodanya.

Ketika Karina dan Alvian sudah memasuki vila itu, nenek Alvian yang terlihat sudah cukup sehat itu segera keluar untuk menyambut kedatangan mereka sambil berkata.

" Kalian sudah datang rupanya. Hmm, apakah gadis cantik ini yang jadi istrimu Alvian ?" ucap nenek Alvian sambil tersenyum kepada Karina dan memegang tangan Karina dengan lembut.

Saat menatap wajah Karina yang cantik bagai Dewi itu, nenek Alvian merasa sangat puas di dalam hatinya.

Bersambung..