Di antara hijau pohon yang begitu rindang. Semilir angin menyapa melewati telinga dan di antara kaki. Cuaca yang terasa sejuk karena embusan sepoi. Langit yang cerah, tapi ibu dan anak itu tak merasa panas karena dipayungi pepohonan.
Di dalam hutan yang tak berani di pijak manusia dan di dekati para monster buas. Hutan itu seolah menjadi tempat tabu yang tak pernah boleh di masuki jika masih sayang nyawa. Karena, hutan itu adalah wilayah kekuasaannya. Makhluk terkuat di dunia, sang naga. Hutan itu adalah wilayah Nevanesce, Naga teleportasi, salah satu dari tiga naga agung.
Namun, Yvonne bahkan bebas memasuki dan mengelola tempat itu. Dia adalah orang yang berani membuat kontrak dengan naga. Saat ini, dia berada di sana, berjalan di dalam hutan dengan putri kecilnya menuju arah markas besar mereka.
“Bagaimana? Apa yang tadi itu seru, mhmm?” tanya Yvonne pada malaikat kecilnya.
“Lain kali aku ingin pergi melihat matahari terbenam bersama dengan mama,” ajak Violette kecil pada Yvonne. Bocah yang bersih, polos, dan ceria. Namun, dia memiliki suatu hal yang menyakiti hidupnya, dia adalah anak yang seperti itu.
Yvonne tersenyum, dia melepaskan tangannya yang menggandeng putrinya. Yvonne membuka mulutnya, dia mengatakan, “baiklah, akan kucarikan tempat yang bagus.”
“Tebing, gunung, pantai, atau langsung dari langit. Kira-kira melihat dari mana yang paling indah ya?”
“Bagaimana menurutmu, Vio?” tanya Yvonne pada putri kecilnya. Namun, tak ada jawaban dari malaikat kecil itu. Tak ada respon sekecil apa pun. Yvonne menengok ke bawah, ke arah Violette sebelumnya berada. Hanya ada rumput kosong di sana.
Yvonne menoleh ke belakang, dia melihat sesuatu di sana. Gadis pirang itu membalikkan badannya, berjalan perlahan mendekat ke tempatnya melihat.
Di sana, Violette. Gadis kecil itu duduk, bersantai sambil mengelus-elus benda berbulu kecil. Putih—hampir abu- abu, bulu yang panjang dan lembut. Tampilan tak berdaya yang menggemaskan. Violette mengelus-elus hewan kecil itu dengan tangan mungilnya. Perlahan, penuh kasih sayang dan ke hati-hatian takut menyentuh luka hewan itu. “Ini serigala,” pikir Yvonne saat tepat berada di belakang putrinya.
“Mama. Apa mama juga bisa menyembuhkan binatang?” tanya Vio kecil pada Yvonne. Yvonne, gadis itu mengetahui sesuatu di pikiran putrinya. Dia pasti ingin menyembuhkannya, pasti itu yang dia pikirkan. Karena Violette adalah bocah dengan pemikiran polos, bersih dan murni.
“Iyaa, mama memiliki pengetahuan untuk hal itu. Ada apa memangnya?” tanya Yvonne. “Apa mama bisa menyembuhkan anjing ini?” gumamnya. Matanya berbinar, dia benar-benar tak ingin melihat anjing itu terluka. Violette hanya tak tega melihat makhluk lain kesakitan, karena dia sendiri juga mengalami hal itu.
“Iyaa, aku bisa. Namun, percuma jika serigala ini disembuhkan.” Yvonne ikut duduk di samping putrinya. Dia menggendong malaikat kecilnya, memindahkannya di pangkuannya. Tangan lentik Yvonne mulai meraba seluruh tubuh bayi serigala kecil itu, dia mencari tahu seberapa parah lukanya.
“Namun, beberapa tulang rusuknya retak dan sendinya berada di posisi yang salah. Kakinya juga patah, seperti terbentur sesuatu. Kemungkinan, dia selesai jatuh dari ketinggian lalu menghantam suatu batu tumpul.”
“Aku bisa menyembuhkannya, tapi tak ada keuntungan yang bisa kuambil untuk itu loh” tolak Yvonne. Wajah Vio mulai memerah, pipinya menggembung, dia meloncat dari pangkuan Yvonne. “Ayo sembuhkan,” suruh Violette.
“Tak perlu, tak ada keuntungan yang bisa diambil,” sanggah Yvonne sambil menghela nafas. Yvonne menyingkirkan poni Vio kecil yang menghalangi wajahnya. Dia juga mencubit pipi putrinya itu. Yvonne seperti mempermainkan gadis itu.
“Tak bisa, dia harus di sembuhkan. Jika sudah sembuh, aku akan memeliharanya, lalu aku seru jika bermain dengan anjing ini,” Violette tak ingin kalah melawan argumen kuat Yvonne. Violette menaruh kedua tangannya di pingul, dia seolah marah menghadapi sifat mamanya.
“Aku sering kesepian loh jika tak bersama mama. Makanya, aku butuh teman bermain, kebetulan ada anjing ini,” ungkap Vio kecil. “Tapi itu bukan anjing, itu serigala,” sanggah Yvonne.
“Mama, ini seekor anjing. Berbulu, punya empat kaki, hidung hitam, dan menggemaskan. Dia seekor anjing!” Pekik Vio kecil.
“Mama saja punya peliharaan, lalu kenapa aku tak boleh?” tantang Vio pada Yvonne. “Elwiss itu seekor hamster. Dia bukanlah binatang buas seperti serigala,” sanggah Yvonne. Elwiss, nama dari hamster peliharaan Yvonne. Dia memberikan nama itu karena terinspirasi dari bunga favoritnya, Edelweiss. Hamster itu juga putih, mungil seperti bunga itu.
“Tapi dia seekor anjing,” Vio kecil masih terus menganggap hewan itu seekor anjing, padahal dia serigala. Jadi, Yvonne akan menjelaskan sesuatu padanya.
“Canis Lupus, jenis serigala abu-abu yang memiliki kekuatan gigitan sekuat 1500 psi. Itu serigala, sudah jelas itu serigala. Tak ku izinkan memeliharanya. Tak boleh, dia berbahaya,” sanggah Yvonne.
“Nye nye nye nye nye. Aku tak dengar, aku tak dengar penjelasan mama. Pokoknya dia itu seekor anjing,” ledek Violette pada Yvonne.
Yvonne melihat tingkah laku menjengkelkan putri kecilnya. Namun, dia hanya membiarkannya seperti itu. Yvonne hanya menghela nafas, mulai menggendong serigala kecil itu. “Untuk saat ini akan ku pantau dulu situasinya,” pikir Yvonne.
“Baiklah, mama akan menyembuhkannya. Namun, kamu harus berjanji agar merawatnya dengan baik,” suruh Yvonne. Sepertinya satu satunya orang yang bisa mengalahkan Yvonne hanyalah putri kecilnya.
“Yayy,” teriaknya. Gadis itu begitu gembira, rambut peraknya berkilau seakan harta yang tersembunyi. Kini dia tak akan lagi bermain sendirian, dia sudah memiliki teman berbulu. Vio kecil melompat tepat ke pelukan Yvonne, lalu dia membisikkan, “terima kasih mama.”
Yvonne tersenyum, berdiri dan melepaskan Violette dari pelukan hangatnya. Yvonne mengangkat serigala kecil itu dengan kedua tangannya, perlahan—penuh rasa waspada akan sesuatu.
“Jadi, kamu akan memberinya nama apa,” tanya Yvonne pada putri kecilnya. Yvonne mulai berjalan menjauh, Vio kecil segera mengikuti di sampingnya—menuju ke markas mereka.
“Mama, dia seekor anjing,” ketus Violette. Dia masih kekeh tak menerima kenyataan jika itu seekor serigala. Dia anak kecil yang polos. “Iyaa dehh iyaa,” respon Yvonne santai.
“Aku belum memikirkan nama untuknya,” jawab Vio.
“Namun, yang terpenting adalah. Kenapa ada yang mengawasi kami.” Yvonne berpikir. Dia menoleh ke belakang, tetapi tak ada siapa pun di sana. Di luar dia terlihat santai, namun di dalam penuh dengan rasa waspada.
“Ini adalah wilayah Nevanesce. Dia adalah naga, orang sekuat dia pasti tahu jika ada yang memasuki wilayahnya. Aku dengan sengaja mengulur waktu berbicara dengan putriku untuk menunggunya datang. Apa Nevanesce tak merasakan keberadaannya?”.
Yvonne terus melangkah dengan santai. Menggandeng putrinya di sebelah kiri, sementara itu satu tangannya membawa serigala itu. Dia berjalan sambil memikirkan situasi yang membuatnya merasa waspada. Perlahan, sorot matanya tertuju ke serigala yang berada di gendongannya.
“Sudah kubilang barusan jika penyebab luka hewan ini adalah karena terjatuh dan terbentur benda tumpul. Aku sudah mengetahui seluruh area kekuasaan Nevanesce, tapi di sekitar tempat serigala barusan tak ada tempat yang seperti itu,” pikir Yvonne. Dia penuh dengan rasa waspada.
“Atau dia yang menaruhnya? Benar, ada kemungkinan seperti itu.” Langkah kaki Yvonne terhenti. Dia membalikkan badannya, menghadap ke belalang sambil mengatakan, “keluarlah!”
“Apa yang kau inginkan? Orang sekuat dirimu bisa membunuhku saat itu juga. Berarti, kau tak ingin bermusuhan denganku bukan? Keluarlah, katakan sesuatu.”
Yvonne menggenggam tangan Violette dengan kuat. Cukup kuat hingga Vio kecil merasa takut. Violette merasakan ada sesuatu yang tidak beres yang membuat mamanya menjadi waspada.
“Mama, ada apa,” tanya Vio kecil. Yvonne mengabaikannya, dia masih menatap ke arah itu. Penuh kewaspadaan dengan entitas tak diketahui yang ada di sana.
Perlahan, tangan Vio kecil bergetar. Tubuhnya lemas, kepalanya terasa berat—Violette membungkuk tanpa dia sadari. Suatu hal terasa meledak di dalam tubuhnya, tepat di dadanya. Cairan merah keluar dari hidung Violette. Sudah di pastikan itu adalah darah, dia mimisan. “Mama,” lirih Vio.
Yvonne terkejut, dia langsung menggendong Vio kecil dengan cepat. “Sial, penyakitnya kambuh,” pikir Yvonne. Dia dengan cepat menggunakan sihirnya—teleportasi ke suatu tempat sambil membawa putrinya.
Tempat itu penuh keheningan, Yvonne sudah pergi tanpa meninggalkan jejak apa pun. Namun, dia yang dari tadi mengawasi Yvonne. Sosok kuat, bersandar di balik pohon, dengan ekspresi rumit yang tak dapat dipahami. Bahkan wajahnya tak dapat dilihat.
“Tak di sangka, aku terdeteksi,” gumam sosok itu. “Aku melemah? Atau aku terbawa perasaan.”
Memang, tak bisa di pastikan dia siapa dan apa tujuannya. Namun, bisa dipastikan dia adalah orang yang menghabisi iblis di hadapan Yvonne. Penyihir misterius berambut perak dengan bawahan seorang elf.
[Me and the Underworld]
Cahaya dari lampu sorot, kasur dengan lapisan kain putih yang bersih. Suasana hening tanpa kebisingan. Jarum dan infus yang menusuk di salah satu lengannya. Violette, terbaring lemas di sana.
Yvonne duduk tepat di sampingnya, di dalam kamar itu menunggu putrinya sadar. Ini adalah rumah sakit yang dia bangun dengan pengetahuan dan usahanya sendiri. Rumah sakit khusus untuk bawahannya yang berada di wilayah sang naga. Tempat rahasia yang tak pernah diketahui publik.
Duduk, penuh rasa takut dan khawatir. Matanya bergetar hebat, berair—hampir menetes keluar. Yvonne mengepalkan kedua tangannya di ujung dagunya. Dia menunggu putrinya, dia tak ingin malaikat kecilnya merasakan sakit lagi.
“Ini salahku. Aku sudah tahu jika tubuhnya rapuh, tapi aku tak menggendongnya hanya karena dia tak mau.” Di antara keheningan ruangan yang sepi, Yvonne menggumam. Hanya ada mereka berdua di kamar itu.
Langkah kaki menggema di ruangan itu, memantul hingga menuju telinga Yvonne. Perlahan, seseorang berjalan mendekati gadis yang sedang bersedih itu. Berkacamata, langkah kaki perlahan, baju putih bersih, membawa catatan paramedis. Dia salah satu bawahan Yvonne, dari ras manusia.
“Bagaimana hasilnya? Luca,” tanya Yvonne pada perawat yang datang. Dia terlihat ragu, bahkan sedikit takut untuk mengatakan hal di dalam catatan.
“Maaf, ini efek dari penyakitnya. Tubuh Nona cukup rapuh, bahkan terlalu.” Dengan cepat, Yvonne memotong ucapannya dan mengatakan, “Ya, aku tahu itu. Aku sudah menelitinya, tapi aku belum mengetahui penyakit aneh apa yang di deritanya.”
“Tubuhnya rapuh dan sering lelah. Dia tak bisa terkena cahaya matahari terlalu lama. Bahkan, mana juga menolaknya. Ini penyakit atau kutukan,” Yvonne menggumam, meratapi hal itu.
“Maaf karena tim peneliti belum bisa memecahkan hal ini,” pinta Luca pada Tuannya. Luca, dia adalah salah satu bawahan Yvonne di organisasi Assailant, dia menjabat sebagai seorang Sword. Dia ahli dalam merawat seseorang, makanya Yvonne menempatkannya di rumah sakit ini.
“Jika itu dia, pasti bisa memecahkan masalah ini. Namun, Dean pergi untuk ekspedisi mencari tahu sejarah dunia dan menyelidiki beberapa hal,” gumam Yvonne. “Ahh, sudahlah. Aku pasti akan menyelesaikan hal ini.”
“Luca, kau boleh keluar dari ruangan ini. Siapkan kamar, aku akan memanggil para Eternal Sword,” suruh Yvonne. Luca terkejut, dia tak menyangka para orang berbakat seperti mereka akan dipanggil oleh Yvonne, bahkan tepat di hadapannya. Bagi Luca, ini merupakan sebuah kehormatan. “Baik,” jawabnya, dia menunduk dan melangkah pergi.
Yvonne memegang anting logam pipih di telinga kirinya. Dia menyentuh kristal hijau di sana, sebuah kristal komunikasi. “Ayaa, apa kau sudah selesai?” tanya Yvonne. Tak lama kemudian, suara datang dari kristal kecil itu, “Iyaa Tuan. Saya sudah selesai.”
“Laporkan itu nanti saja. Sekarang kau cepat kembali ke markas, lebih tepatnya di rumah sakit yang kubangun di sini. Selain dirimu, aku juga memanggil para Eternal Sword yang lain.”
“Loh siapa yang sakit?” tanya Ayaa. Yvonne terlihat sedikit murung, namun dia menelan perasaan itu mentah-mentah. “Kau akan tahu nanti,” katanya.
Yvonne memutus komunikasi dengan Ayaa. Lagi dan lagi, dia menyentuh kristal hijau kecil di antingnya. “Frederick, hubungi semua Eternal Sword. Suruh mereka kembali dan menemuiku di rumah sakit, termasuk dirimu.”
“Apa Dean harus kupanggil juga?” tanya suara yang muncul dari kristal hijau itu. “Tidak, biarkan dia melanjutkan ekspedisinya.”
[Me and the Underworld]
Luca, perawat yang sebelumnya bertemu Yvonne. Dia berdiri tegak dan terlihat tegas di hadapan pintu. Dia berjaga dari luar, menjaga sebuah ruangan yang di dalamnya ada orang paling penting bagi organisasi. Yvonne Isabelle Coquette, ketua dari Assailant. Lagi pula dia tak ada pekerjaan, rumah sakit ini bahkan tak memiliki pasien, jadi dia berinisiatif menjaga ruangan itu.
Seseorang telah datang, langkah kaki mendekat dengan irama yang tertata. Pria berambut pirang dan mata kuning, dia juga salah satu bawahan Yvonne. Marco, dia berjalan mendekati Luca dan berkata, “Katanya Tuan Yvonne mengumpulkan para petinggi.”
“Ya, itu benar. Sepertinya penyerangan terhadap Kekaisaran Claudia akan dimulai,” ungkap Luca. Marco berhenti tepat di hadapan pintu. Dia menatap pintu kokoh itu, seolah memikirkah suatu hal di benaknya. Setelah itu, dia ikut menjaga ruangan itu di samping Luca.
“Kenapa?” tanya Luca padanya. “Aku hanya ingin bertemu dengan para petinggi. Aku bahkan hanya pernah melihat Tuan Frederick,” ungkap Marco.
“Tentu saja, mereka itu orang yang sibuk dengan pekerjaannya. Kebetulan aku pernah bertemu dengan semuanya, mau kujelaskan?” tawar Luca padanya. “Tentu, suatu kehormatan untukku.”
Seseorang telah datang. Langkah kaki yang terasa tenang dan anggun. Kecantikan murni yang terpancarkan dari telinga lancip ciri khas para elf. Rambutnya yang panjang terurai hingga paha. Ayaa, wakil dari organisasi itu, dia melangkah mendekati mereka berdua. Luca dan Marco bahkan gugup karena atmosfer di sekitarnya.
“Wow, Luca. Kau berkembang cukup banyak,” puji Ayaa padanya. “Tentu itu karena anda suka mengajak saya keluar untuk membeli camilan,” goda Luca pada atasannya itu.
“Begitu deh. Seorang wanita harus menjaga tubuhnya, kulihat kau juga bisa melakukannya,” puji Ayaa sambil menggerayangi pinggul Luca. “Nona, hanya anda yang tak pernah gemuk walau makan cukup banyak,” celetuknya.
Mendengar ejekan bawahannya, Ayaa tersenyum, itu hiburan yang matang. Tangan Ayaa perlahan terangkat ke atas dan menjewer telinga elf itu. “Aduh,” lirih Luca.
“Sudah dulu ya, Tuan Yvonne menungguku,” pamitnya. Dia membuka pintu, dan melangkah memasuki ruangan. “Ohh iyaa, jika kau bertemu Kirara, katakan padanya untuk menemuiku,” suruh Ayaa sambil menutup pintu.
“Kirara ya? Ada rumor yang mengatakan jika dia akan menjadi pewaris,” ungkap Marco. “Yahh, begitulah. Dia cukup berbakat hingga Nona Ayaa menjadikannya pewaris.”
“Jangan ngobrol saat bertugas,” suruh seseorang yang berada di samping Marco. Rambut hitam terurai, mata berkantung tanda kurang tidur. Dengan setelan jas hitam mengkilat. Orang itu terlihat berkelas.
“Lakukan pekerjaanmu dengan benar, fokus, aku benci orang tak kompeten,” ledeknya. Frederick, salah satu Eternal Sword yang memegang peran ekonomi untuk organisasi.
Setelah itu, pria itu langsung masuk ke ruangan mengabaikan semua orang. “Sifatnya memang begitu, jadi jangan terlalu dimasukkan ke hati,” kata seseorang menghibur Marco dan Luca. Tinggi, rambut biru pendek sebahu, kulit tan yang terlihat manis untuknya. Mengenakan sebuah suit yang menampilkan lekuk tubuhnya. Hanya dengan berada di sekitarnya saja terasa dingin.
“Ahh, Nona Rhea. Tuan Yvonne ada di dalam, beliau menunggu anda,” sambut Marco padanya. Rhea tersenyum ramah, dia melangkah masuk mengikuti Frederick. Kharisma yang dipancarkan gadis itu tak bisa diremehkan, karena dia adalah mantan komandan termuda sepanjang sejarah.
“Yang tadi Tuan Frederick dan Nona Rhea bukan? Tuan Fred terkenal dingin dan tak punya emosi, keputusannya logis dan menguntungkan organisasi,” ungkap Marco.
“Sementara itu Nona Rhea, walau dia hanya bisa menggunakan sihir es, tapi hatinya hangat. Dia ramah ke semua orang,” imbuh Luca. “Dan suka menjunjung keadilan,” sambung Marco.
“Mereka ada di level yang berbeda. Aku bahkan tak merasakan kedatangan mereka,” gumam Luca. “Aku juga sama,” sambung Marco menanggapinya.
“Ugh, bau ini. Bau infus,” gumam seseorang dari ujung lorong. Dia berjalan sambil menutupi hidungnya. Bau infus terasa cukup pekat karena dia adalah Licanthrope dari ras anjing
.
“Siapa yang sakit?” tanya Zero pada mereka berdua. “Penyakit Nona Violette kambuh,” ungkap Luca padanya. Tubuh tinggi dengan ekor putih yang berkibas-kibas layaknya anjing, telinga berbulu yang mungil. Rambut putihnya dia ikat ke belakang.
Zero, dia langsung membuka pintu melangkah masuk tanpa salam atau apa pun. Berjalan santai seolah tak ada keraguan mengalir di langkah kakinya.
“Ayaa, Rhea, Fred, dan Zero. Jika Dean pergi keluar, maka tersisa si kembar.” Marco, dia berpikir sebentar. Setelah itu dia memegang perutnya dan mengatakan, “Luca, maaf perutku entah kenapa terasa sakit. Toiletnya di sebelah mana?”.
“Kau ini aneh, padahal tadi ingin bertemu dengan mereka. Namun, yah baiklah. Lagi pula di sini cukup aman, tak akan ada musuh yang berani menerobos masuk ke wilayah kekuasaan naga. Jadi sebenarnya tak perlu penjagaan juga,” katanya.
Luca menunjuk ke sebelah kanan dan mengatakan, “ikuti lorong ini, belok ke sebelah kanan. Setelah itu belok kiri dan di sana ada toilet.”
“Terima kasih.” Marco menunduk. Wajahnya lemas bahkan pucat. Sebenarnya apa yang dia makan hingga perutnya melilit macam itu? Padahal semua bawahan Yvonne di sini kebal racun. Mungkin, dia hanya memakan makanan pedas kemarin malam.
Marco berjalan, tertatih tatih ke ujung lorong dan berbelok ke arah kanan. Dia telah menghilang dari pandangan Luca. Ekspresi rasa sakit itu telah tergantikan dengan wajah yang serius. Dia memasuki toilet, membasuh wajahnya dan bercermin. Memandang diri sendiri dengan ketat, apa yang di pikirkannya?
“Sial, aku lengah,” gumamnya. Kilatan cahaya terlihat di cermin saat dia memandang. “Aku tak merasakan keberadaan mereka saat datang, yang bisa kurasakan hanya Frederick. Mereka semua monster yang berada di level berbeda.”
“Ayaa, Zero, Rhea dan Frederick. Dean pergi berekspedisi. Jadi, yang tersisa hanyalah Riella dan Nino. Aku beruntung tak bertemu dengan Nino,” pikir Marco di benaknya.
“Yang paling berbahaya untukku adalah Nino. Dia seorang Atreya dengan kekuatan ingatan yang mendetail. Dia juga mantan Eksekutif Hell Hound,” pikirnya.
“Jadi, dia pasti sering pergi ke berbagai tempat. Dia pasti pernah melihat wajahku saat melayani putri Cordelia. Hanya dia yang perlu kuhindari bagaimanapun caranya.”
Lukas, satu satunya bawahan yang di miliki Cordelia, putri Kekaisaran Claudia. Tak disangka rencana sang putri untuk menyelundupkan bawahannya ke dalam organisasi Yvonne berjalan lancar. Bahkan masih belum ketahuan hingga sekarang. Lukas bahkan mendapat nama baru di sana yaitu Marco.
Lukas, dia menundukkan kepalanya. Membasuh wajahnya dengan air segar yang keluar dari kran. “Putri Cordelia, saya akan membawakan banyak informasi untuk anda. Walau satu tahun ini kita tak bisa bertukar cerita, akanku sampaikan ini bagaimanapun caranya,” gumam Lukas.
[Me and the Underworld]
Di dalam ruangan yang hening, ada seorang yang membuka pintu. Rambut hijau mereka berdua terlihat mencolok. Nino, langsung melompat ke atas sofa empuk. “Mana Nona Yvonne?” tanya Nino pada para Eternal Sword yang lain.
Frederick menunjuk ke lemari dan berkata, “di sana.”
Ayaa yang sedang menikmati kue kering di atas meja, dia terkekeh melihat hal itu. “Ahahaa, bisa bisanya kau tak menyadari keberadaan Tuan Yvonne. Kau mengira beliau belum datang ya,” ledeknya.
Sementara itu, Riella, kakak kembar dari Nino mulai duduk di sofa, tepat di sebelah adiknya. Dia mencubit pipi Nino. “Bodoh,” ledeknya sambil tersenyum manis. Riella terlihat lebih kalem daripada Nino.
Yvonne, yang berdiri mengamati dirinya sendiri di kaca lemari. Dia terlihat melamun, ekspresi berat dan rumit terukir di sana. Perlahan, bibirnya bergerak ingin mengucapkan sesuatu. “Ada yang ingin kusampaikan.”
Yvonne, mulai duduk di sofanya. Duduk dengan tenang di antara semua bawahannya. “Persiapannya hampir selesai. Kita akan mulai menyerang Kekaisaran Claudia sekali lagi.”
“Anda yakin? Bagaimana cara kita menembus barrier yang melindungi istana? Barrier sihir yang tak bisa dimasuki oleh siapa pun, bahkan oleh sihir teleportasi dan sejenisnya. Hanya orang yang diizinkan yang bisa memasukinya,” Ungkap Riella.
“Itu benar. Aku dulu pernah mencoba memasukinya saat di tempat lamaku. Namun, itu berakhir dengan kegagalan,” sambung Nino. Sepertinya tempat lama yang dia maksud adalah Hell Hound, karena itu adalah organisasi tempatnya dulu berada.
“Menurutku, lebih baik menyerang istana itu dilakukan saat pukulan terakhir. Kita harus menyingkirkan beberapa bidak yang melindungi di sekitar kaisar,” saran Frederick pada rapat itu.
“Aku setuju, kejahatan terlalu besar. Jadi, harus diberantas perlahan-lahan,” ungkap Rhea.
“Kita lakukan dengan cara lama. Menyingkirkan beberapa bangsawan dan lalat lainnya,” usul Ayaa.
Yvonne tersenyum lega. Dia merasa bangga melihat bawahannya yang berkembang dibandingkan lima tahun lalu. Perlahan, dia mulai membuka bibirnya. “Yang kalian katakan itu benar. Aku sudah memikirkan bangsawan yang cocok untuk diserang.”
“Namun, biar kuperingatkan sesuatu,” ancam Yvonne. Semua bawahan terlihat lebih serius saat dia mengatakan hal itu. “Kita telah bersikap pasif selama lima tahun. Jika kita bergerak, ini sama dengan sapaan untuk Cordelia.”
“Aku sudah menyelidikinya. Dia memang secerdas rumornya,” ungkap Frederick. “Tentu, aku bahkan mengakui kemampuannya,” puji Yvonne.
“Jadi, setelah penyerangan ini, umumkan kepada seluruh bawahan. Mereka hanya boleh menyelidiki dan melakukan tugasnya, bukan hal selain yang diperintahkan,” suruh Yvonne. “Baik,” jawab mereka bersamaan.
“Jadi, Nona Yvonne. Bangsawan mana yang akan kita targetkan?” tanya Nino padanya. “Keluarga Spearblood.”