Senja belum habis ketika istana mulai sibuk dengan persiapan untuk jamuan besar yang diselenggarakan mendadak oleh Serion. Tidak ada undangan resmi. Hanya bisikan antar pelayan dan pengawal bahwa semua bangsawan penting diharapkan hadir. Sesuatu yang tidak biasa... dan karena itu, justru mencurigakan.
Aurelia mengenakan gaun merah tua berlapis hitam, dihiasi bordiran emas yang membentuk siluet bunga belati di bagian dada dan lengan. Rambutnya disanggul tinggi, disisipkan permata hitam keluarga Vaelthorn, dan mata peraknya dipertegas oleh bayangan gelap di kelopaknya. Malam ini, ia datang bukan sebagai tamu. Ia datang sebagai ancaman.
Caelum menyertainya dari belakang, mengenakan seragam pengawal khusus—hitam penuh, tanpa lambang resmi, namun aura kekuatan dan kematian melekat di setiap langkahnya. Mereka tidak bicara banyak sepanjang jalan ke aula utama, tapi kehadiran mereka cukup membuat beberapa tamu berbisik dan mengalihkan pandangan.
Di aula, chandeliers menjuntai seperti pedang terbalik. Meja panjang telah dipenuhi makanan mewah—daging panggang, buah-buahan langka, dan anggur merah seperti darah segar. Serion berdiri di ujung ruangan, mengenakan jubah perak dengan kerah tinggi, senyumannya seperti senjata tersembunyi.
"Lady Aurelia," sapanya dengan nada manis saat ia mendekat. "Kehadiranmu malam ini... benar-benar menyempurnakan pemandangan."
"Dan pesta ini... terlalu indah untuk disebut sebagai perjamuan biasa," balas Aurelia tenang. "Apa kita sedang merayakan sesuatu?"
Serion meneguk anggurnya. "Mungkin... awal dari tatanan baru."
Beberapa tamu mulai duduk. Lady Verena Althaea sudah hadir, mengenakan gaun putih pucat dengan kalung safir yang mencolok. Di seberangnya, Lady Cyrene duduk dengan senyum setipis benang pisau, sementara Lord Thalien Corven tampak sibuk memerhatikan gestur setiap orang, seolah mengumpulkan data untuk teka-teki yang hanya dia mengerti.
Jamuan dimulai dengan musik lembut. Tapi ketegangan di ruangan terlalu tebal untuk ditembus biola dan kecapi. Tak ada yang benar-benar menikmati makanan mereka.
Lalu... pintu aula terbuka.
Seorang pelayan masuk, wajahnya pucat. Ia berbisik pada seorang penjaga, yang kemudian bergegas ke arah Serion dan menyampaikan sesuatu dengan tergesa.
Serion berdiri. "Maafkan saya. Tampaknya ada... kejadian di bagian barat istana. Aku harus menangani ini. Silakan lanjutkan perjamuan."
Ia menatap sekilas pada Aurelia sebelum pergi.
Tapi dalam lima menit, jeritan terdengar.
Aula langsung ricuh. Beberapa tamu berdiri, beberapa menghunus belati kecil mereka. Caelum bergerak cepat, berdiri di depan Aurelia.
Seorang pengawal berlari masuk, wajahnya berlumur darah. "Pembunuhan! Di kamar Lady Malren! Tubuhnya—hancur, terbelah!"
Suasana meledak. Para bangsawan menatap satu sama lain dengan curiga. Mata Lady Verena membelalak, tapi tidak ada ketakutan di sana—hanya kalkulasi cepat. Cyrene menyipitkan mata, sementara Lord Thalien berdiri perlahan dan berkata, "Ini bukan sekadar pembunuhan. Ini pesan."
Aurelia tidak bicara. Tapi dalam benaknya, benang merah mulai tersusun.
Setelah para tamu dipulangkan dan area aula dibersihkan, Aurelia menyelinap ke lorong barat yang kini telah disegel. Caelum mengikutinya diam-diam.
"Ini bukan pembunuh biasa," bisik Aurelia. "Ini seperti eksekusi. Tubuh Lady Malren ditemukan tergantung terbalik, lidahnya hilang, dan simbol kuno digoreskan di dinding."
"Simbol?"
Aurelia mengangguk. "Simbol yang digunakan dalam ritual pengkhianatan zaman perang saudara. Ini peringatan. Seseorang ingin menciptakan teror psikologis."
Caelum mencengkram gagang pedangnya. "Atau seseorang ingin memancing reaksi... dan melihat siapa yang pertama panik."
Aurelia menatap dinding batu yang masih menghitam oleh darah. "Serion menghilang terlalu cepat. Verena terlalu tenang. Cyrene terlalu cepat mengomentari. Tapi kita tak bisa bertindak tanpa kepastian."
"Dan kau?" tanya Caelum. "Apa kau takut?"
Aurelia menoleh. "Aku tidak takut pada kematian. Aku takut jika aku gagal membaca langkah berikutnya."
Caelum berjalan mendekat. "Maka aku akan berdiri di setiap langkah di belakangmu, dan menjatuhkan siapapun yang mencoba mengaburkan jejak itu."
Aurelia menghela napas. "Kita akan lihat siapa yang berpura-pura, siapa yang bertindak. Dan siapa yang mati lebih dulu."
Di luar, malam semakin larut.
Dan istana… mulai berbisik lebih nyaring dari biasanya.