Lima tahun telah berlalu sejak langit runtuh dan tujuh segel bersinar serempak di hari kelahirannya.
Di dalam taman kekaisaran belakang, seorang anak laki-laki duduk di atas batu datar sambil menatap langit. Kulitnya bersih, rambutnya berwarna biru langit panjang hingga ke punggung, dan matanya berkilau tenang seperti danau pegunungan yang belum tersentuh badai.
Itulah Ye Zhuxian, cicit dari Kaisar Keenam Ye Tiantong, dan pewaris satu-satunya dari garis utama Klan Surgawi Ye.
Ia tidak berbicara banyak, tidak suka berteriak seperti anak-anak lain. Ia hanya duduk, mengamati burung-burung, bunga, dan awan. Tapi siapa pun yang pernah bersamanya akan tahu, bahwa di balik keheningannya, ada ketulusan dan kebaikan yang menyentuh hati.
“Tuan Muda, ayo masuk, sudah waktunya pelajaran tata negara,” ujar Gao Yun, seorang pelayan tua keluarga, sambil menunduk dalam.
Zhuxian tersenyum kecil. Ia bangkit, menepuk jubahnya yang bersih, dan berjalan mengikuti sang pelayan tanpa menunda. Tidak pernah ia membentak atau melawan. Para pelayan menyukainya bukan karena statusnya—tapi karena hatinya yang jernih dan tutur katanya yang lembut.
Namun... tidak semua orang bisa melihat kebaikan itu tanpa menimbang harapan.
Sebab meskipun dikatakan bahwa ia adalah anak ramalan, cicit dari Kaisar Keenam, dan pemilik Segel Kaisar Terakhir, Ye Zhuxian belum menunjukkan sedikit pun bakat dalam hal kultivasi.
Sudah ratusan percobaan dilakukan oleh para keluarga dan tetua: metode meditasi, pembukaan meridian, pemanggilan qi murni, pengujian akar spiritual. Namun hasilnya sama—diam. Sunyi. Hanya berhenti di ranah Qi Awakening tingkat 1 dan tidak ada peningkatan spiritual yang merespons kelanjutannya.
Beberapa mulai berdiskusi mengenai masalah ini.
“Apakah ini... hanya berkah kelahiran? Tanpa hasil? Akar spiritualnya benar benar tidak ada peningkatan? ” kata Ye Qingtian, Paman kedua dari Zhuxian.
“Ya, Aku sudah memeriksanya.” jawab, Ye Qingxuan
“Tidak mungkin...Ini benar-benar aneh, lalu mengapa segel itu muncul padanya...?” tanya Ye Wugu, Paman keempat Zhuxian.
Semuanya terdiam, tidak ada satupun yang tahu jawabannya.
Ye Tiantong tetap tenang. Ia bahkan memerintahkan semua catatan pelatihan Zhuxian untuk dijaga ketat, tidak boleh ada yang menyebarkan hasilnya ke luar wilayah kekaisaran.
“Dia adalah cicitku. Bahkan jika dunia tak mengerti, aku yang akan melindunginya,” katanya pada suatu malam kepada para semua orang disana.
Tidak ada yang menentangnya. Karena semua setuju padanya. Hal ini disebabkan dalam Klan Surgawi Ye, mereka sangat bersatu dengan kasih sayang keluarga sebagai fondasinya. Oleh karena itu, semua orang saling bahu-membahu bila ada yang mengalami penderitaan.
---
Rakyat pun tetap mencintai Zhuxian. Ia sering berjalan di taman-taman kota, menyapa para pengrajin, pedagang dan anak-anak disana. Tak satu pun dari mereka mempermasalahkan apakah ia bisa bertarung atau tidak. Mereka menyebutnya Putra Cahaya, karena setiap kali ia lewat, suasana terasa hangat seperti fajar musim semi.
“Pangeran Zhuxian menyapaku hari ini!”
“Dia membelikan kue untuk adikku!”
“Dia memungutkan sapu yang jatuh dari nenekku!”
Desas-desus tentang kelemahan kultivasinya tidak pernah keluar dari sembilan provinsi. Dan kalaupun keluar, tidak ada rakyat yang peduli.
Namun, di balik senyum dan cinta yang menyelimuti hari-harinya, langit tidak pernah lupa. Takdir tetap berjalan.
Malam itu, saat usianya genap lima tahun, Ye Zhuxian duduk seorang diri di ruang latihan pribadi, memejamkan mata.
Tangannya gemetar. Wajahnya berkeringat. Napasnya berat. Lalu ia membuka mata dan bergumam, “Sungguh garis keturunan yang rakus tapi sangat luar biasa hahaha...tetapi juga berbahaya dalam kondisiku saat ini”
Ia tersenyum lemah, lalu menatap bintang-bintang.
Ia berpikir, “Aku tidak boleh menggunakan ini jika bukan disaat yang benar benar darurat...Mungkin aku hanya harus belajar cara lain untuk melindungi mereka, selain dari kekuatan ini.” Setelah itu, ia mengarahkan pandangannya ke langit berbintang sambil tersenyum, lalu kembali ke kasurnya untuk tidur.
---
Dan di langit jauh di atas bintang-bintang itu, ada sepasang mata tua yang menyipit dalam gelap. Mata yang belum pernah terbuka lagi sejak Kaisar Kedua.
“Ini...Apakah dia melihatku? Tidak mungkin. Segel Ketujuh... belum bangkit, tidak mungkin dia dapat melihatku.”
Ia kemudian menenangkan dirinya.
“Tapi waktunya akan datang...Segera...Dan ketika itu terjadi, dunia tidak akan tenang lagi. Aku hanya bisa berharap bahwa ia akan berdiri di sisi kebenaran”
Kemudian, keberadaan itu menyatu kedalam gelap, dan menghilang kedalam kehampaan.