Pengajuan di Atas Meja Giok (1)

Proposal di Atas Meja Giok (1)

Aula Dewan Klan Ye adalah jantung dari kekuasaan Kekaisaran Qingyuan. Berbeda dari aula takhta yang megah dan terbuka untuk umum, tempat ini bersifat sakral dan privat. Dindingnya yang terbuat dari batu obsidian hitam memantulkan cahaya temaram dari mutiara-mutiara spiritual yang melayang di langit-langit, menciptakan suasana yang khusyuk dan serius. Di tengah ruangan, sebuah meja bundar raksasa yang terbuat dari satu lempengan giok utuh menjadi pusatnya, dikelilingi oleh kursi-kursi yang diatur berdasarkan senioritas.

Hari ini, hampir semua kursi itu terisi. Ye Tiantong duduk di kursi utama, posisinya sebagai Kaisar Keenam memberinya otoritas mutlak, namun wajahnya hari ini lebih menunjukkan ekspresi seorang kakek yang sedang merenung. Di sisinya, duduk putra-putranya: Ye Changxuan yang pendiam, Ye Changhai yang merupakan kakek Zhuxian, dan Ye Changjian yang tampak lebih santai. Generasi di bawah mereka, para cucu dan cicit kaisar, juga hadir sepenuhnya.

Ye Zhuxian duduk di antara ayahnya, Ye Qingxuan, dan kakeknya, Ye Changhai. Ia bisa merasakan aura serius yang mengalir di sekitar meja giok. Tidak ada permusuhan, hanya sebuah beban kolektif yang terasa berat. Ia tahu ini semua berawal dari percakapan di ruang kerja kakek buyutnya. Ini bukan pengadilan, melainkan sebuah musyawarah keluarga untuk menentukan arah di tengah badai yang belum terlihat.

Ye Tiantong berdeham pelan, suaranya yang tenang seketika menarik perhatian semua orang. “Aku memanggil kalian ke sini bukan sebagai kaisar kalian, tetapi sebagai kepala keluarga kita,” mulainya. “Seperti yang telah kubagikan kepada kalian semua, ada riak yang mulai terasa di perbatasan utara. Terlalu samar untuk disebut ancaman, namun terlalu nyata untuk diabaikan. Kedamaian kita mungkin akan segera diuji.”

Hening sejenak saat semua orang mencerna informasi tersebut.

Kemudian, Ye Qingtian, adik dari ayah Zhuxian, bangkit dengan gerakan yang sopan. Ia membungkuk pertama ke arah Ye Tiantong, lalu ke arah para pamannya. “Kakek Kaisar, Paman, Saudara sekalian,” sapanya dengan hormat. “Mendengar kekhawatiran Kakek Kaisar, saya percaya bahwa tindakan paling bijaksana adalah memperkuat fondasi kita dari dalam.”

Ia menatap sekeliling meja, tatapannya berhenti sejenak pada Zhuxian dengan senyum hangat sebelum melanjutkan. “Kita semua diberkati dengan kehadiran Xian'er. Takdirnya sebagai Kaisar Ketujuh adalah pilar masa depan kita. Namun, sebagai keluarga, adalah tugas kita untuk memastikan pilar itu berdiri di atas fondasi yang paling kokoh. Dan fondasi itu adalah kekuatan keseluruhan dari klan kita.”

Ye Qingtian berjalan perlahan mengitari kursinya. “Saat ini, sebagian besar sumber daya kultivasi klan—pil spiritual tingkat tinggi, esensi binatang purba, dan akses utama ke Ruang Kultivasi Inti—secara alami difokuskan untuk mendukung pertumbuhan Xian'er, sesuai dengan statusnya. Ini adalah prosedur yang benar dan sudah semestinya.”

Ia berhenti dan menatap semua orang dengan tatapan tulus. “Namun, kita harus jujur pada diri sendiri. Selama lima tahun, investasi besar ini belum membuahkan hasil yang diharapkan pada jalur kultivasi Xian'er. Meridiannya masih tertidur. Oleh karena itu, dengan segala hormat dan demi kebaikan klan kita, saya mengajukan sebuah proposal.”

“Saya tidak mengusulkan untuk menghentikan dukungan pada Xian'er,” tegasnya, mengantisipasi kesalahpahaman. “Saya mengusulkan sebuah realokasi sumber daya sementara. Mari kita alihkan sebagian dari sumber daya tersebut—katakanlah, empat puluh persen—untuk membina talenta-talenta lain di generasinya yang sudah menunjukkan kemajuan pesat. Dengan cara ini, kekuatan tempur keseluruhan klan kita akan meningkat secara signifikan dalam waktu singkat. Ini bukan tentang mengurangi kepercayaan kita pada Xian'er, ini tentang strategi, tentang efisiensi, tentang memastikan kita memiliki sebanyak mungkin ahli yang siap saat ujian itu benar-benar datang.”

Pengajuan itu disampaikan dengan sangat hati-hati, logis, dan tanpa emosi. Itu bukan serangan, melainkan argumen manajemen aset yang dingin.

Sebelum keheningan sempat berlangsung lama, Ye Qingwu, sang fanatik beladiri, menyeringai tipis dan mengangguk setuju. “Pemikiran Adik Qingtian sangat praktis,” katanya. Ia tidak berdiri, sikapnya lebih santai namun auranya tetap tajam. “Dalam dunia beladiri, stagnasi adalah langkah pertama menuju kekalahan. Kita tidak bisa hanya menunggu satu bunga mekar sementara seluruh taman bisa kita buat berbunga serempak. Mengalokasikan sumber daya pada talenta yang sudah terbukti adalah langkah yang cerdas.”

Tatapan Qingwu beralih ke Lu Zhiqin, yang duduk di samping ayahnya. “Lihat saja Zhiqin. Bakatnya pada pedang luar biasa. Kemajuannya pesat hanya dengan sumber daya standar. Berikan dia akses ke Kolam Esensi Naga milik klan selama sebulan, dan aku jamin ia akan menerobos ke tingkat selanjutnya. Bayangkan kita memiliki lima atau enam jenius seperti dia di garis depan. Kekuatan macam apa yang tidak bisa kita hadapi?”

Argumen mereka berdua, satu dari sisi logika dan manajemen, satu lagi dari sisi pragmatisme beladiri, menciptakan sebuah pengajuan yang kuat dan sulit untuk dibantah secara langsung. Tidak ada yang menyerang Zhuxian. Sebaliknya, mereka membungkus pengajuan itu dengan narasi "demi kebaikan semua orang" dan "untuk melindungi masa depan kekaisaran".

Namun, semua orang di ruangan itu tahu implikasi di baliknya. Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah klan, status seorang pewaris utama dipertanyakan, meskipun secara tidak langsung. Ini adalah pengakuan diam-diam bahwa mereka perlu rencana cadangan.

Ye Qingxuan, ayah Zhuxian, hanya diam mendengarkan. Wajahnya tenang, matanya yang dalam menatap adiknya lalu sepupunya, seolah menimbang setiap kata. Tidak ada kemarahan di wajahnya, hanya perenungan yang mendalam. Ia tidak membantah. Belum. Ia menunggu saat yang tepat, membiarkan pengajuan itu mengendap di benak semua orang.

Zhuxian, dari kursinya, merasakan kompleksitas situasi tersebut. Hatinya tidak sakit. Ia melihat cinta dalam tatapan setiap orang. Paman Qingtian mengkhawatirkan keamanan klan. Paman Besar Qingwu mendambakan kekuatan untuk melindungi keluarga. Mereka hanya menyuarakan kebenaran yang pahit dari sudut pandang mereka. Dan kebenaran itu adalah, saat ini, ia memang sebuah beban dari segi kekuatan kultivasi.

Pengajuan itu kini telah diletakkan di atas meja giok, berkilauan di bawah cahaya mutiara spiritual, menunggu untuk dibedah lebih lanjut. Ruangan itu kembali hening, namun kali ini, keheningan itu penuh dengan pemikiran, pertimbangan, dan antisipasi tentang siapa yang akan berbicara selanjutnya.