Pengajuan di Atas Meja Giok (3)

Pengajuan di Atas Meja Giok

Keheningan total menyelimuti Aula Dewan Klan Ye. Kata-kata terakhir dari anak laki-laki berusia lima tahun itu menggema di telinga semua orang, lebih mengejutkan daripada sambaran petir di siang hari. “Justru saya yang memiliki sebuah proposal.” Bukan hanya isinya yang mengejutkan, tetapi juga ketenangan dan otoritas dalam suara yang seharusnya masih kekanak-kanakan itu.

Ye Tiantong, yang tangannya sudah terangkat untuk mengetuk meja giok, berhenti di udara. Senyum bangganya perlahan memudar, digantikan oleh ekspresi kebingungan yang mendalam. “Xian'er,” panggilnya lembut, “pengajuan apa yang kau bicarakan?”

Zhuxian mengambil satu langkah maju, postur tubuhnya tetap sopan namun ada aura ketegasan yang tak terbantahkan. Ia membungkuk dalam-dalam sekali lagi. “Kakek Kaisar, Ayah, Kakek, Paman bibi sekalian, dan semuanya. Saya sangat tersentuh oleh kepercayaan dan cinta yang kalian tunjukkan hari ini. Justru karena itulah, saya tidak bisa terus menjadi beban.”

Ia mengangkat kepalanya, matanya yang jernih menatap satu per satu wajah di sekelilingnya. “Oleh karena itu, saya dengan tulus memohon kepada Kakek Kaisar untuk menyetujui pengajuan saya: Mulai hari ini, hentikan seluruh alokasi sumber daya kultivasi tinggi untuk saya. Alihkan seratus persen—setiap pil spiritual, setiap jam di Ruang Kultivasi Inti, setiap tetes Esensi Naga dari kolam leluhur—kepada para jenius di generasi saya.”

Ia berhenti, membiarkan bom itu meledak.

“Bukan hanya untuk sepupu-sepupu saya di dalam klan,” lanjutnya, suaranya semakin mantap, “tetapi juga untuk para talenta muda dari keluarga bangsawan yang setia dan bahkan dari kalangan rakyat jelata yang menunjukkan potensi luar biasa. Gunakan semua yang seharusnya menjadi milik saya untuk menciptakan sepuluh, dua puluh, dan bahkan seratus ahli baru yang bisa menjadi perisai dan pedang bagi kekaisaran kita.”

Jika proposal Ye Qingtian sebelumnya adalah sebuah riak, maka proposal Zhuxian adalah tsunami. Aula dewan yang baru saja kembali hangat kini dilanda keheningan yang beku.

“TIDAK!”

Suara pertama yang memecah keheningan adalah dari Ye Qingtian. Ironisnya, pria yang tadinya mengusulkan pemotongan sumber daya kini menjadi yang paling menentang. Wajahnya memerah karena campuran rasa kaget dan tidak percaya. “Xian'er, apa yang kau katakan?! Aku menarik usulanku! Aku salah! Ini gila! Proposal awalku adalah tentang efisiensi, bukan untuk membuatmu menyerah sepenuhnya! Ini adalah dua hal yang berbeda! Statusmu sebagai pewaris tetap membutuhkan dukungan dasar. Ini adalah prinsip klan!”

Ayahnya, Ye Qingxuan, kini tampak kaget. “Xian'er, apa yang kau bicarakan!? Duduklah. Kau tidak tahu apa yang kau minta,” katanya dengan ekspresi yang terkejut.

Namun, Zhuxian tidak goyah. “Saya tahu persis apa yang saya minta, Ayah,” jawabnya dengan hormat. “Kakek Kaisar, Paman Ketiga, Paman Besar Qingwu. Argumen kalian sebelumnya benar. Saya telah mencoba selama lima tahun. Sumber daya yang bisa menciptakan tiga ahli Qi Awakening telah terbuang pada saya tanpa hasil. Saat ini, saya adalah investasi yang paling tidak efisien di dalam klan. Seorang pemimpin yang baik harus tahu cara terbaik memanfaatkan asetnya. Dan saat ini, aset terbesar kita adalah bakat-bakat lain, bukan saya.”

Ia menatap lurus ke arah Ye Qingwu. “Paman Besar, Anda benar. Kekuatan itu penting.”

Lalu ke arah Ye Qingtian. “Paman ketiga, Anda juga benar. Efisiensi itu krusial.”

“Tapi saya saat ini tidak memiliki keduanya," akunya dengan kejujuran yang brutal. “Maka, biarkan saya menjadi pemimpin dengan cara lain. Biarkan saya menjadi orang yang mengasah pedang-pedang klan kita, meskipun saya sendiri bukanlah pedang.”

Pengakuan itu, yang diucapkan tanpa sedikit pun rasa mengasihani diri sendiri, membuat hati banyak orang terasa sakit. Itu adalah pengorbanan yang terlalu besar untuk anak seusianya.

Ye Qingwu, sang fanatik beladiri, membanting tangannya ke meja giok, menimbulkan suara dentuman keras. “Omong kosong!” raungnya, wajahnya yang biasanya angkuh kini menunjukkan kesedihan yang tak terduga. “Siapa bilang kau tidak berguna?! Katakan padaku siapa orangnya! Dasar bocah bodoh! Kau lebih sering datang ke paviliunku daripada sepupu-sepupumu yang lain! Bukan untuk berlatih, tapi untuk bertanya tentang 'Niat' di balik setiap jurus! Pemahamanmu tentang filosofi beladiri lebih dalam dari para jenius yang hanya tahu cara mengayunkan pedang dengan cepat! Aku menolak pengajuan ini!”

Ye Changxuan, Tuan Pertama yang selalu pendiam, untuk pertama kalinya angkat bicara, suaranya serak karena emosi. “Xian'er, Paman Besarmu benar. Hampir setiap minggu kau datang ke kediamanku, bukan untuk meminta pil atau teknik, tapi untuk berdiskusi tentang strategi yang digunakan Kaisar Kedua dalam naskah perangnya. Pikiranmu adalah harta karun yang jauh lebih langka dari bakat kultivasi biasa. Jangan merendahkan dirimu seperti ini, Nak.”

Rasa haru dan kesedihan menyelimuti ruangan. Mereka yang tadinya berdebat, kini bersatu dalam penolakan terhadap proposal Xian'er. Mereka merasa seolah-olah anak yang paling mereka sayangi sedang mencoba menyakiti dirinya sendiri demi mereka.

Namun, di hadapan gelombang penolakan itu, Ye Zhuxian hanya membungkuk sangat dalam, dahinya nyaris menyentuh lantai. “Justru karena saya menghargai setiap momen diskusi dengan Kakek Besar Changxuan dan setiap petunjuk dari Paman Besar Qingwu, saya harus melakukan ini,” katanya dengan suara teredam. “Biarkan saya membuktikan bahwa ada jalan lain untuk berguna. Biarkan saya membuktikan bahwa pikiran dan hati yang Kakek Kaisar ajarkan bisa menjadi kekuatan saya yang sesungguhnya. Mohon, Kakek Kaisar… kabulkan permohonan saya. Ini adalah satu-satunya jalan agar saya bisa memimpin tanpa rasa malu di masa depan.”

Permohonannya yang tulus dan keras kepala itu membuat semua orang terdiam. Mereka melihat tekad yang tak tergoyahkan di mata anak itu. Tekad seorang kaisar.

Ye Tiantong menatap cicit kesayangannya dengan hati yang berat. Ia melihat kebijaksanaan, pengorbanan, dan strategi jangka panjang dalam proposal ini. Zhuxian tidak menyerah. Ia sedang mengubah medan pertempuran ke arena di mana ia bisa menang. Ini adalah langkah Weiqi yang brilian, mengorbankan wilayah besar untuk mendapatkan keuntungan strategis yang tak ternilai di masa depan. Tapi sebagai seorang kakek, hatinya terasa perih.

Ia menarik napas dalam-dalam, menatap mata semua anggota keluarganya yang memohon padanya untuk menolak. Lalu ia menatap kembali pada Zhuxian. “Kau yakin, Nak? Tidak akan ada penyesalan?”

“Tidak ada, Kakek Kaisar,” jawab Xian'er tanpa ragu.

Sang kaisar menutup matanya sejenak, menahan beban keputusan terberat dalam masa pemerintahannya. “Baiklah,” desahnya, setiap kata terasa seperti batu yang diangkat dari dadanya. “Permohonanmu… dikabulkan.”

Keputusan itu final. Suara kesedihan tertahan terdengar dari beberapa bibi dan sepupu perempuannya. Wajah para pria mengeras menahan kesedihan dan kekecewaan. Mereka merasa gagal melindungi anak itu.

Di tengah suasana duka itu, Ye Zhuxian menegakkan tubuhnya. Tidak ada kesedihan di wajahnya. Tidak ada penyesalan. Saat ia berbalik untuk meninggalkan aula dewan, dan untuk sesaat punggungnya menghadap keluarganya, seulas senyum tipis, misterius, dan penuh percaya diri terukir di bibirnya.

Senyum seseorang yang baru saja meletakkan batu pertama dalam sebuah formasi agung, yang rencananya berjalan dengan sempurna.