Forbidden Black Tome

Forbidden Black Tome

Senja mulai turun di ibu kota kekaisaran, mewarnai langit dengan gradasi oranye dan ungu. Di Perpustakaan Kuno Istana, cahaya matahari yang masuk melalui jendela-jendela tinggi mulai meredup, digantikan oleh cahaya lembut dari mutiara-mutiara spiritual yang mulai bersinar di langit-langit. Keheningan terasa pekat, hanya dipecah oleh suara gemerisik kertas tua saat Ye Zhuxian dengan telaten merapikan tumpukan gulungan yang telah ia baca sepanjang hari.

Setelah percakapannya dengan Lu Zhiqin, ia kembali tenggelam dalam penjelajahannya. Ia tidak lagi merasa tertekan oleh ketidakmampuannya berkultivasi. Sebaliknya, ia merasa telah menemukan sebuah samudra pengetahuan yang luas, di mana setiap gulungan adalah sebuah pulau baru yang menanti untuk dijelajahi. Ia merasa seperti sedang membangun sebuah peta yang sangat besar di dalam benaknya, peta tentang cara kerja dunia.

Dengan penuh hormat, ia mengambil gulungan terakhir—sebuah naskah tebal dan berat tentang sejarah geologi dan jalur air kuno di sembilan provinsi. Gulungan ini sangat tua, bahkan lebih tua dari sebagian besar catatan klan. Tepi-tepinya sudah rapuh dan warnanya menguning. Karena isinya dianggap tidak relevan dengan kultivasi, gulungan ini dan beberapa gulungan sejenisnya tersimpan di rak paling atas, paling belakang, dan paling berdebu di seluruh perpustakaan.

Zhuxian naik ke sebuah tangga kayu dan dengan hati-hati mendorong gulungan berat itu kembali ke tempatnya yang sempit dan gelap di ujung rak. Saat itulah, jari-jarinya yang kecil menyentuh sesuatu yang terasa sangat berbeda. Bukan permukaan kayu rak yang kasar, bukan pula tekstur perkamen yang rapuh. Benda itu terasa dingin, halus seperti batu obsidian yang dipoles, dan memiliki sudut-sudut yang tajam.

Rasa ingin tahu seketika menjalari dirinya. Selama berbulan-bulan menjelajahi perpustakaan ini, ia merasa sudah hafal letak setiap rak dan setiap celah. Benda ini seharusnya tidak ada di sana.

Dengan susah payah, ia menarik keluar beberapa gulungan kuno yang berat di sekitarnya, menciptakan ruang yang cukup untuk melihat ke dalam celah gelap itu. Di sanalah benda itu berada, terselip dengan sempurna di antara dinding belakang rak dan penyangga kayu, tersembunyi dari pandangan dunia selama berabad-abad. Itu adalah sebuah kitab.

Bukan gulungan, melainkan sebuah kitab berjilid dengan gaya yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Ukurannya tidak terlalu besar, tetapi warnanya hitam pekat, lebih hitam dari malam tanpa bintang. Sampulnya terbuat dari materi aneh yang tidak dikenalinya, bukan kulit, bukan kayu, bukan pula logam. Saat ia menyentuhnya, permukaan itu terasa dingin dan halus, namun juga seolah menyerap kehangatan dari ujung jarinya.

Kitab itu sepenuhnya polos, tanpa ukiran atau hiasan apa pun, kecuali satu baris tulisan di bagian tengahnya. Tulisan itu tidak terukir atau dicetak, melainkan seolah-olah terbuat dari benang-benang cahaya emas cair yang tertanam abadi di dalam sampul hitam itu, bersinar dengan cahaya redup namun stabil di tengah temaram perpustakaan.

Forbidden Black Tome

Nama itu tertulis dalam bahasa kuno kekaisaran. “Kitab Hitam Terlarang”.

Jantung Zhuxian berdetak sedikit lebih cepat. Ini bukan kitab biasa. Lokasinya yang tersembunyi dan namanya sendiri sudah menjadi bukti yang cukup. Dengan sangat hati-hati, ia mengeluarkan kitab itu dari persembunyiannya. Kitab itu terasa ringan secara tidak wajar, namun di saat yang sama, ia merasakan sebuah bobot konseptual yang luar biasa, seolah ia sedang memegang sebuah rahasia besar dunia.

Ia membawanya turun dan meletakkannya di atas meja terdekat. Ia mencoba membukanya. Gagal. Kitab itu tertutup rapat seolah sampul depan dan belakangnya menyatu menjadi satu bagian. Tidak ada kunci, tidak ada celah. Sebuah segel tak kasat mata melindunginya.

Zhuxian tidak mencoba memaksanya. Ingatan akan percakapannya dengan Bibi Buyutnya masih segar. Ia tahu bahwa memaksa bukanlah jawaban. Ia hanya duduk diam, mengamati kitab itu, menelusuri setiap sudutnya, dan membiarkan jarinya menyusuri huruf-huruf emas yang bercahaya itu.

Saat ujung jarinya yang kecil menyentuh huruf terakhir dari kata ‘Tome’, sudut tajam dari sampul kitab itu tanpa sengaja menggores kulitnya, meninggalkan luka gores yang sangat kecil. Setetes darah merah segar muncul, lalu jatuh tepat di atas tulisan emas itu.

Seketika, kitab itu bereaksi.

Huruf-huruf emas di sampulnya menyala dengan sangat terang, memancarkan cahaya keemasan yang menyilaukan sejenak. Sebuah dengungan rendah dan kuno terdengar, bukan di udara, melainkan langsung di dalam benak Zhuxian. Tetesan darahnya seolah terserap ke dalam sampul hitam itu tanpa bekas. Dengan bunyi ‘klik’ yang lembut, segel itu terbuka. Kitab itu membuka halamannya sendiri dengan perlahan, berhenti di halaman pertama.

Kertasnya tidak terbuat dari pulp kayu, melainkan dari bahan tipis berwarna abu-abu gelap yang aneh. Tulisannya juga berwarna emas, ditulis dengan gaya kaligrafi yang tajam dan elegan. Tidak ada mantra atau diagram kutukan di halaman pertama. Yang ada hanyalah sebuah pengantar filosofis yang mengerikan sekaligus memikat.

“Langit memiliki aturannya, Bumi memiliki hukumnya. Kultivasi adalah seni agung untuk memahami dan mengikuti aturan itu. Para kultivator meminjam kekuatan dari alam, tunduk pada kehendak langit, demi mencapai keabadian di dalam sangkar emas takdir.

Namun, ada jalan lain. Jalan bagi mereka yang tidak ingin mengikuti, tetapi ingin menulis aturan baru. Jalan bagi jiwa-jiwa yang menolak untuk tunduk.

Jalan ini tidak membutuhkan Qi dari langit atau esensi dari bumi. Ia hanya menuntut satu mata uang yang paling jujur: pengorbanan. Untuk menciptakan kehidupan, esensi kehidupan harus diambil. Untuk memanipulasi takdir, sebagian benang takdir harus dihancurkan. Untuk mendapatkan kekuatan yang melampaui batas, harga yang setara harus dibayarkan.

Ini bukanlah jalan kebaikan atau kejahatan. Itu adalah konsep fana yang tidak berlaku di sini. Ini adalah jalan keseimbangan yang brutal. Jalan pertukaran mutlak. Inilah Jalan Pematahan Belenggu.”

Ye Zhuxian membaca setiap kata dengan napas tertahan. Jantungnya berdebar kencang, bukan karena takut atau tergoda, tetapi karena sebuah getaran intelektual yang dahsyat. Ini… ini adalah sebuah sistem kekuatan yang sama sekali berbeda. Sebuah paradigma yang beroperasi di luar semua aturan yang pernah ia pelajari.

Ini berbahaya. Sangat berbahaya. Ia bisa merasakan potensi destruktif yang tak terbatas di dalamnya. Namun, di mata seorang ahli strategi, ini bukan hanya tentang kehancuran. Ini adalah tentang… pilihan. Sebuah bidak catur baru dengan gerakan yang tak terduga telah muncul di atas papan.

Dengan tangan yang stabil, ia menutup kitab itu. Cahaya keemasan di sampulnya meredup kembali seperti semula. Ia tidak membacanya lebih lanjut. Untuk saat ini, mengetahui keberadaannya saja sudah cukup.

Tanpa keraguan, ia kembali menaiki tangga kayu, dengan hati-hati meletakkan Kitab Hitam Terlarang itu kembali ke tempat persembunyiannya yang gelap dan sunyi, menutupinya lagi dengan gulungan-gulungan sejarah yang membosankan. Seolah-olah tidak ada yang terjadi.

Ia berjalan keluar dari perpustakaan yang gelap itu, melangkah ke dalam cahaya bulan yang dingin. Malam itu, dunia di matanya tetap sama, namun pemahamannya tentang kemungkinan telah berubah selamanya. Ia kini memegang dua rahasia besar: misteri kekuatan yang tertidur di dalam jiwanya, dan keberadaan sebuah kitab terlarang yang berisi kekuatan untuk menentang dunia.