Kedatangan Ye Yaoyue (1)

Ye Yaoyue Datang

Malam di Istana Klan Surgawi bergemuruh dengan benturan energi spiritual yang terjadi di dua lokasi berbeda. Pertempuran sengit di sektor perpustakaan dan paviliun medis telah menarik perhatian setiap ahli dan prajurit. Namun, di Paviliun Anggrek Tenang tempat tinggal Ye Zhuxian, suasananya sunyi secara tidak wajar. Keheningan inilah yang terasa paling berbahaya.

Zhuxian tidak tidur. Ia duduk bersila di depan sebuah papan Weiqi yang kosong, matanya terpejam. Bagi orang lain, ia mungkin terlihat sedang bermeditasi atau ketakutan. Kenyataannya, di dalam benaknya, sebuah pertempuran yang jauh lebih kompleks sedang berlangsung. Pikirannya memetakan seluruh kompleks istana menjadi sebuah papan permainan raksasa. Ia bisa ‘melihat’ pergerakan pasukan klan sebagai batu-batu putih yang kokoh, dan para penyusup sebagai batu-batu hitam yang licik.

‘Pertarungan di perpustakaan adalah sebuah langkah pengorbanan,’ pikirnya, menganalisis situasi dengan ketenangan yang dingin. ‘Mereka mengirim tim yang lebih lemah ke sana untuk memancing perhatian dan membuat kita berpikir kita unggul. Itu langkah pembuka yang gaduh. Pertarungan di paviliun medis, dengan tim yang lebih kuat, adalah serangan utama yang sebenarnya. Tujuannya jelas: menghancurkan aset vital dan menyebarkan teror. Keduanya adalah langkah yang bagus.’

Ia merasakan ada yang tidak beres dengan alur permainan ini. Seorang pemain yang ahli tidak akan pernah menempatkan semua bidaknya hanya di dua sudut papan yang sedang bergejolak. Pasti ada langkah lain. Sebuah myoshu—langkah brilian yang tersembunyi. Matanya dalam pikiran menyapu seluruh papan, mencari anomali. Dan ia menemukannya. Satu batu hitam tunggal yang diletakkan tanpa suara, bergerak melewati kekacauan, lurus menuju titik tengen—pusat dari segalanya, sang raja.

Ia membuka matanya. Kesadaran itu menghantamnya dengan kepastian mutlak. Dirinya adalah target sesungguhnya. Serangan-serangan di luar sana hanyalah pengalih perhatian termegah dalam sejarah kekaisaran.

Ia berada di dalam dilema, haruskah ia pergi keluar memanggil pengawal atau mencari bantuan lain? Ataukah lebih baik mencari tempat untuk bersembunyi saja?

Kesadaran ini memicu sebuah ingatan dari beberapa bulan yang lalu, sebuah sore yang cerah di paviliun persenjataan milik Kakek Ketiganya. Saat itu, Zhuxian sedang mengunjungi tempat itu untuk mencari-cari senjata baru untuk nya.

Saat itu, Ye Changjian dan Ye Qingfeng sedang memeriksa sebuah diagram formasi pertahanan ruangan otomatis. Zhuxian kecil, yang sedang mengamati sebuah set panah kuno, ikut mendengarkan diskusi mereka.

“Formasi ini akan langsung melepaskan jaring energi saat penyusup melintasi ambang pintu,” kata Ye Qingfeng. “Tapi kelemahannya, alarmnya terlalu jelas. Penyusup yang ahli akan langsung tahu dan mundur sebelum terperangkap.”

Zhuxian, yang saat itu baru berusia lima tahun, menimpali dengan polos, “Kalau begitu, kenapa kita langsung memberitahu mereka ada jebakan, Paman Qingfeng?”

Kedua pria dewasa itu menoleh padanya. “Apa maksudmu, Xian’er?” tanya Kakek Ketiganya.

“Jebakan terbaik bukanlah yang paling kuat, tetapi yang paling tidak terduga,” jelas Zhuxian. “Bagaimana jika kita membuat musuh berpikir mereka berhasil? Kita pasang formasi alarm palsu yang sangat lemah di dekat jendela atau pintu. Musuh yang ahli akan dengan mudah melewatinya dan merasa aman. Saat itulah, ketika mereka berada di tengah ruangan dan kewaspadaan mereka menurun, jebakan yang sesungguhnya—sebuah formasi penyegel yang aktif tanpa peringatan—baru muncul. Mereka tidak akan punya waktu untuk bereaksi.”

Ye Changjian menatap keponakan buyutnya lama, sebelum akhirnya tertawa terbahak-bahak, tawanya yang besar menggema di seluruh ruangan. “Hahaha! Luar biasa! Pemikiran yang sangat licik untuk anak seusiamu! Kau benar-benar cucu dari kakekmu! Ide yang cemerlang pantas mendapat hadiah.” Ia merogoh sebuah kotak dari rak di dekatnya dan membukanya. Di dalamnya, ada sebuah ubin giok seukuran telapak tangan dengan ukiran perak yang sangat rumit.

“Ini ambilah...ini adalah ‘Segel Formasi Sekali Pakai’,” kata Ye Changjian sambil menyerahkannya pada Zhuxian. “Aku membuatnya dulu untuk iseng. Tapi ini tetap artefak yang tinggi. Jika kau meletakkannya di suatu tempat dan mengaktifkannya dengan setetes darahmu, ia akan menciptakan formasi penyegel berlapis persis seperti yang kau jelaskan. Anggap saja ini mainan untukmu, Xian’er. Simpan baik-baik.”

Kembali ke masa kini, di kamarnya yang sunyi, Zhuxian bangkit dari duduknya. Tanpa panik, ia berjalan ke sebuah lemari hias. Dari sebuah kotak kayu cendana tersembunyi di baliknya, ia mengeluarkan ubin giok pemberian Kakek Ketiganya. Ia lalu berjalan ke tengah ruangan, sedikit menggulung karpet tebal di sana, dan dengan hati-hati meletakkan ubin giok itu di atas lantai kayu. Setelah menutupinya kembali dengan karpet, ia mengambil sebuah jepit rambut perak milik adiknya yang tertinggal disitu dari meja hiasnya, dan dengan cepat menusuk ujung jarinya hingga mengeluarkan setetes darah. Darah itu jatuh tepat di atas karpet, merembes, dan mengenai ubin giok di bawahnya. Ubin itu bersinar samar sekejap di bawah karpet, lalu kembali normal. Jebakan itu kini aktif.

Zhuxian kembali duduk di depan meja tehnya, menuang secangkir teh yang sudah dingin, dan menunggu.

Lima belas menit kemudian, bayangan di dekat jendelanya bergerak. Sesosok tubuh lincah menyelinap masuk tanpa suara. Sang assassin. Ia merasakan adanya fluktuasi energi samar di dekat jendela dan tersenyum sinis di balik topengnya. Formasi alarm yang begitu lemah. Dengan satu gerakan tangan, ia menonaktifkannya. Ia kini berdiri di dalam kamar, menatap punggung kecil targetnya yang duduk membelakanginya, tampak pasrah. Kemenangan terasa begitu mudah.

Ia melesat maju, belati hitam di tangannya siap mengakhiri garis keturunan Kaisar Ketujuh. Tepat saat kakinya menginjak karpet di tengah ruangan…

WUUSSSHHH!

Puluhan rantai cahaya keemasan melesat keluar dari lantai, dinding, dan bahkan langit-langit, membentuk sebuah sangkar yang rumit. Rune-rune penyegel kuno merayap di sepanjang rantai itu, membelenggu sang assassin dengan begitu cepat hingga ia hanya bisa terbelalak kaget. Seluruh energi spiritual di tubuhnya seketika tersegel, membuatnya tak berdaya.

Zhuxian berbalik, menatap tawanannya dengan ekspresi tenang. Rencananya berhasil. Namun, intuisinya tiba-tiba menjerit. Ada yang salah.

Bayangan di sudut terjauh dari kamarnya, area yang tidak tersentuh cahaya, tiba-tiba menebal dan beriak. Dari kegelapan itu, sosok assassin kedua melangkah keluar. Yang ini sama sekali tidak mengeluarkan aura, membuatnya seratus kali lebih berbahaya. Ia adalah pedang sesungguhnya, sementara yang pertama hanyalah sarungnya.

Melihat assassin kedua, Zhuxian tidak membuang waktu. Ia tahu ia tidak punya kesempatan. Tangannya langsung meraih liontin giok di lehernya, hadiah dari Nenek Besar Ye Yaoyue.

Assassin kedua melihat gerakan itu. Menyadari ada sesuatu yang tidak beres, ia tidak lagi bertele-tele. Tujuannya adalah untuk membunuh pewaris dari klan surgawi. Dengan kecepatan yang melampaui logika, ia melesat maju.

Zhuxian menghancurkan liontin itu di dalam genggamannya. Sebuah debu cahaya yang hangat menyebar dari tangannya, mengirimkan sinyal tak terlihat.

Di saat yang bersamaan, assassin itu tiba. Sebuah tangan dingin yang kuat mencengkeram kerah jubah Zhuxian, mengangkat tubuhnya yang kecil dari lantai dengan mudah. Ia berhasil. Sang pewaris takhta kini ada di tangannya.

“Anak cerdik,” bisik assassin kedua, suaranya serak. Ia menempelkan belati dingin dengan aura kematian ke leher Zhuxian. “Sayang sekali, permainanmu berakhir di sini.”

Ia mengangkat belatinya, siap mengakhiri segalanya.

Pada saat itulah, dunia terasa berhenti.

Suhu di dalam ruangan tiba-tiba anjlok hingga di bawah titik beku. Udara menjadi padat seperti rawa es, menekan jiwa dan raga. Tekanan spiritual yang begitu dahsyat dan agung, yang sama sekali berbeda dari aura seorang ahli Nascent Soul, turun dari langit. Ini adalah tekanan dari alam itu sendiri, sebuah otoritas absolut yang berada di atas semua kultivasi awal.

Assassin kedua merasakan seluruh tubuhnya bergetar tak terkendali. Tulang-tulangnya berderak di bawah tekanan yang tak terlihat itu. Tangannya yang mencengkeram Zhuxian gemetar hebat, otot-ototnya menolak untuk patuh. Cengkeramannya mengendur. Bukan karena keinginannya, tetapi karena tubuhnya dipaksa tunduk oleh kekuatan yang tidak bisa ia pahami. Zhuxian terlepas dari genggamannya, jatuh dengan lembut ke lantai.

Assassin itu menatap ngeri ke depan. Ruang di hadapannya beriak seperti permukaan air. Dari riak itu, sesosok wanita anggun dengan jubah putih melangkah keluar. Wajahnya yang cantik dan klasik kini sedingin es abadi. Matanya yang biasanya tenang kini memancarkan cahaya dingin yang mampu membekukan jiwa saat ia menatap assassin yang gemetaran itu.

Ye Yaoyue telah tiba.

Ia tidak berteriak atau meraung. Ia hanya berbicara dengan suara pelan yang menggema di seluruh ruangan, setiap katanya mengandung kekuatan absolut yang mampu meruntuhkan gunung.

“Kau telah membuat kesalahan besar dengan menyentuhnya.”