Kubah yang Bertumbuh: Perluasan dan Arsitektur Adaptif

Dengan pasokan Pati Energi yang mulai stabil, fokus utama Argaterra yang baru beralih ke pembangunan. Kubah pelindung yang mereka tempati, yang dulunya terasa luas, kini sesak menampung ribuan penyintas. Rintihan dan tangisan telah berkurang, digantikan oleh dengung aktivitas yang konstan—suara gesekan partikel debu, bisikan instruksi, dan denyutan Pati Energi yang berirama.

Titus, dengan semangatnya yang tak kenal lelah, memimpin proyek perluasan ini. Ia telah mengorganisir para penyintas ke dalam regu-regu konstruksi, memanfaatkan kekuatan masing-masing ras. Intestarii, dengan cangkang keras dan kekuatan fisiknya, ditugaskan untuk memindahkan partikel debu dan serat yang lebih besar, membentuknya menjadi blok-blok bangunan dasar. Retinotes, dengan penglihatan akurat dan kepekaan terhadap detail, menjadi arsitek dan pengawas kualitas, memastikan setiap sambungan dan lapisan sempurna. Uranit, dengan tubuh bening mereka, yang dapat menyerap cahaya dengan efisien, menjadi "penerang" area gelap, memancarkan Pati Energi untuk membantu pekerjaan di sudut-sudut yang remang.

"Kita tidak hanya membangun tempat berlindung," teriak Titus, Pati Energinya berbinar saat ia mengawasi pengerjaan. "Kita membangun masa depan! Setiap partikel yang kalian kumpulkan adalah pondasi bagi Argaterra yang baru!"

Arsitektur Mikro: Tantangan Tak Terduga

Pembangunan di skala mikroskopis ini sangat berbeda dari konstruksi di dalam Arga. Di sana, mereka bekerja dengan jaringan biologis yang responsif dan dapat tumbuh. Di sini, materialnya adalah debu, serat kain, dan pecahan plastik mikroskopis—benda mati yang keras dan tidak lentur. Mereka harus mengembangkan teknik baru.

Titus memperkenalkan konsep "pengikat Pati Energi". Dengan memfokuskan Pati Energi ke permukaan partikel-partikel, mereka bisa menciptakan daya rekat sementara yang memungkinkan mereka menyatukan material. Namun, daya rekat ini tidak permanen dan membutuhkan perawatan konstan.

"Kita butuh isolasi yang lebih baik!" seru seorang Pulmolites Pejuang, suaranya putus asa, saat angin kencang dari ventilasi besar di langit-langit menghempas sebagian dinding yang baru dibangun. Puluhan partikel debu yang sudah disusun rapi terbang berhamburan.

Mereka belajar dari kesalahan. Titus merancang dinding dengan lapisan ganda, menciptakan rongga udara kecil sebagai isolasi. Untuk memperkuat struktur, mereka mencari serat nilon yang lebih kokoh dari sisa pakaian yang jatuh dari manusia—material yang bagi mereka sekuat baja, namun sangat sulit untuk dipotong dan dipindahkan. Pulmolites Pejuang harus bekerja dalam tim untuk memotong dan mengangkut serat-serat ini, seringkali dengan risiko tinggi terhempas angin.

Neural, dari posisinya di pusat kubah, terus-menerus memantau integritas struktural dengan Koneksi Getarannya. Ia juga merasakan getaran dari luar, memperingatkan tim konstruksi tentang pergerakan "raksasa" (manusia) atau ancaman "monster" (serangga) yang lewat, memungkinkan mereka untuk segera berlindung.

Ancaman Lingkungan dan Kematian Tak Terduga

Meski perencanaan matang, Dunia Luar tetaplah tempat yang kejam. Sebuah insiden mengerikan terjadi ketika tetasan air kecil dari pendingin ruangan di langit-langit jatuh. Bagi mereka, itu adalah tsunami mikroskopis. Dinding yang belum sepenuhnya mengering dan mengeras runtuh, dan beberapa Pulmolites serta Intestarii yang bekerja di area itu tersapu, Pati Energi mereka padam seketika. Itu adalah pengingat pahit tentang kerapuhan eksistensi mereka.

"Kita tidak akan bisa bertahan di sini jika ini terus terjadi!" teriak seorang Intestarii, keputusasaan merayapi suaranya.

Titus dan Lira segera mengumumkan protokol darurat baru. Mereka menugaskan tim khusus untuk terus-menerus memantau "cuaca mikro" dan tanda-tanda bahaya lainnya. Sistem drainase primitif juga dibangun untuk mengalirkan air hujan mikro yang mungkin jatuh.

Simbol Harapan: Sebuah Kota dalam Debu

Meskipun menghadapi kemunduran dan kehilangan, tekad mereka tidak goyah. Dengan setiap siklus "siang" dan "malam", kubah itu tumbuh. Dari satu kubah kecil, kini terbentuk sebuah kompleks struktur yang saling terhubung, dengan lorong-lorong sempit dan bilik-bilik yang aman. Mereka berhasil menciptakan area terpisah untuk:

* Pusat Pemanenan Energi: Di mana Neural dan timnya mengonversi energi Dunia Luar.

* Area Komunal: Tempat mereka berkumpul dan berbagi Pati Energi yang telah dimurnikan.

* Zona Tidur: Bilik-bilik kecil untuk istirahat.

* Area Inovasi: Tempat Titus dan timnya mengembangkan alat-alat baru.

Ini bukanlah kota yang gemerlap seperti Lembah Vena, namun ia adalah bukti ketahanan mereka. Para penyintas yang baru tiba, yang dulunya putus asa, kini mulai menunjukkan tanda-tanda harapan. Mereka belajar bekerja sama, berbagi beban, dan melihat masa depan yang mungkin.

Di tengah hiruk pikuk pembangunan, Neural terus memfokuskan sebagian indranya pada getaran Pati Energi asing yang ia rasakan. Getaran itu masih samar, tetapi frekuensinya mulai membentuk sebuah pola yang berulang, seperti sebuah panggilan atau sinyal yang terus-menerus dikirimkan. Ia tidak bisa memahami isinya, tetapi ia tahu bahwa itu adalah tanda keberadaan, dan bahwa di suatu tempat di Dunia Luar yang tak terbatas ini, ada peradaban mikro lain yang jauh lebih tua, atau setidaknya lebih mapan, daripada mereka.

Saat matahari Dunia Luar (lampu sorot dari luar gedung yang menyinari kamar melalui jendela) bersinar terang di pagi hari, menerangi kubah yang kini luas itu, Neural menatap keluar. Sebuah kota kecil yang dibangun dari debu, serat, dan harapan telah berdiri. Namun, di baliknya, di luar cakrawala yang terbatas, ada alam semesta mikro yang belum terjamah, menanti untuk diungkap, dan di dalamnya, ada entitas lain yang mungkin sedang mengamati mereka.