Bab 5: Invasi Geng Cakar Harimau dan Pesta Perangkap Jago

Udara pagi masih gelap, namun ketegangan sudah terasa menusuk. Jago berdiri tegak di ambang gerbang Perguruan Naga Langit, matanya yang bersinar merespons setiap pergerakan dan suara di kegelapan. Sensibilitas sensoriknya yang luar biasa memungkinkan dia mendeteksi getaran tanah dan suara langkah kaki yang tak terhitung jumlahnya bahkan sebelum telinga manusia bisa menangkapnya. Suara gemerisik daun, gesekan pakaian, dan bisikan-bisikan kasar semakin mendekat. Mereka datang.

"Guru, Mei, Ling, Kai!" panggil Jago dengan suara rendah namun jelas, cukup untuk membangunkan mereka yang masih beristirahat. "Mereka sudah di sini!"

Dalam hitungan detik, Guru Tua Lung, Mei, Ling, dan Kai sudah berada di posisi masing-masing. Guru Tua Lung berdiri tenang di beranda, tongkat di tangan, memancarkan aura ketenangan yang menular. Mei dan Ling mengambil posisi strategis di balik gerbang, siap mengaktifkan perangkap, sementara Kai bersembunyi di balik tumpukan batu besar, siap dengan misi khususnya.

Cahaya obor mulai terlihat di kejauhan, berpendar di antara pepohonan bambu. Kemudian, siluet puluhan pria bertubuh kekar muncul, dipimpin oleh Ma Cang yang masih memegangi lengannya yang terkilir, namun matanya memancarkan dendam kesumat. Kali ini, ia membawa lebih dari tiga puluh anak buah, semuanya bersenjata lengkap dengan kapak, gada, dan pedang tumpul.

"Serbu!" raung Ma Cang, suaranya parau karena rasa sakit dan amarah. "Hancurkan perguruan ini! Dan tangkap robot itu hidup-hidup!"

Tanpa ragu, gelombang bandit pertama melesat maju, menginjakkan kaki di tanah yang baru saja diperbaiki. Begitu kaki pemimpin mereka menginjak area yang telah ditandai Jago, WHOSH!

Tali-tali jebakan pertama yang tersembunyi dengan sempurna terentang, menjerat kaki-kaki mereka. Para bandit di barisan depan terhuyung, beberapa terjatuh. Bersamaan dengan itu, Jago yang sudah memegang kendali tali pengikat, menariknya dengan kekuatan robotiknya. BRAK! GEDUBRAK! Tiga batang bambu raksasa yang diangkut Jago kemarin berayun dari tempat persembunyiannya, menghantam para bandit yang jatuh, mengganjal mereka seperti pin bowling.

Teriakan kaget dan ringisan kesakitan pecah. Formasi Geng Cakar Harimau langsung kacau balau. Mereka yang di belakang bertabrakan dengan yang di depan.

"Apa-apaan ini?!" teriak Ma Cang, terkejut melihat anak buahnya terjebak begitu cepat.

"Jebakan pertama berhasil, Guru!" seru Mei dengan mata berbinar, tangannya masih memegang sisa tali.

"Bagus," kata Guru Tua Lung singkat, senyum tipis di bibirnya.

Para bandit yang tidak terjebak mencoba melewati rintangan bambu. Mereka melompatinya, beberapa merangkak di bawahnya. Namun, begitu mereka melangkah lebih jauh ke dalam halaman, langkah kaki mereka terhenti oleh jeratan kedua. Kali ini, tali-tali itu mengikat pergelangan kaki mereka, menarik mereka ke atas, menggantung mereka terbalik seperti kelelawar. Beberapa orang terlempar dan menabrak pohon bambu di sekitar mereka.

"ARGH!"

"Sialan! Apa lagi ini?!"

"Tali! Ada tali di mana-mana!"

Jago berdiri di tengah-tengah kekacauan, mengamati hasilnya dengan kepuasan data. "Efisiensi 87%," gumamnya pelan. "Beberapa target berhasil lolos dari jebakan kedua."

Ling, dengan pedang terhunus, sudah bersiap. "Jago, mereka datang!"

Sekelompok bandit yang lebih berhati-hati, yang berhasil menghindari dua lapis jebakan tali, mulai bergerak maju. Mereka adalah yang paling gesit dan paling berbahaya dari kelompok Ma Cang.

"Ini giliran kita, Jago!" Ling melesat maju dengan kecepatan luar biasa, pedangnya menari-nari seperti bayangan. Ia menyerang dengan presisi, melumpuhkan para bandit dengan pukulan dan tendangan yang tepat sasaran, tanpa membunuh.

Jago ikut bergerak. Bukan dengan teknik anggun seperti Ling, melainkan dengan efisiensi gerakan yang mematikan. Ia akan memblokir pukulan dengan tangannya yang sekeras baja, menyebabkan senjata musuh patah atau terlempar. Kemudian, ia akan "mencubit" atau "mendorong" mereka dengan kekuatan yang membuatnya terlempar jauh, menabrak teman-teman mereka atau dinding. Terkadang, ia bahkan tanpa sengaja mematahkan tulang atau membuat mereka pingsan dengan satu sentuhan.

"Kenapa kalian tidak berdiri lagi?" tanya Jago polos, saat ia melihat seorang bandit yang ia "dorong" tadi kini tergeletak tak sadarkan diri.

Kai, yang tadinya bersembunyi, kini melihat celah. "Sekarang giliranku!" serunya. Ia berlari ke tumpukan batu besar yang telah dikumpulkannya. Dengan sekuat tenaga, ia melontarkan batu-batu itu ke arah para bandit yang terperangkap atau sedang mencoba bangkit.

DUK! DUK!

Meskipun ukurannya tidak terlalu besar, batu-batu itu dilempar dengan kecepatan dan akurasi yang mengejutkan dari seorang anak seusianya. Beberapa bandit terkena kepala, menambah kebingungan dan rasa sakit mereka.

"Strategi Batu Hujan sukses 60%," lapor Kai bangga pada dirinya sendiri.

Mei, yang memiliki kemampuan memanah yang tajam, mengambil posisinya di atap. Busurnya terentang, dan anak panah melesat dengan presisi mematikan, mengenai bahu atau kaki para bandit, menjatuhkan mereka tanpa membunuh. Panah-panah Mei tidak hanya akurat, tetapi juga memiliki ujung yang telah dicelupkan ke dalam ramuan herbal Guru Tua Lung yang menyebabkan kelumpuhan sementara.

Ma Cang, yang masih memegangi lengannya, meraung melihat anak buahnya berjatuhan satu per satu oleh serangan yang tidak konvensional ini. "Dasar pengecut! Keluar dan hadapi kami secara jantan!"

Guru Tua Lung melangkah maju, berdiri di depan gerbang. Aura yang tadinya tenang kini membesar, memancarkan kekuatan yang mengintimidasi. "Ma Cang," suaranya menggema, "ini adalah wilayah Perguruan Naga Langit. Kau telah melewati batas."

Ma Cang mencibir. "Guru Tua Lung, kau sudah tua dan lemah! Kami tahu perguruanmu hanya punya tiga murid culun dan satu... satu monster aneh itu! Kami akan tetap mengambil tanah ini!"

Saat Ma Cang lengah, Jago bergerak. Bukan berlari, melainkan meluncur dengan kecepatan yang hampir tidak bisa diikuti mata. Ia muncul di belakang Ma Cang, mengangkat kapak besar yang tadi dijatuhkan Ma Cang, lalu dengan gerakan cepat, mengayunkannya ke arah kumpulan bandit yang masih mencoba masuk.

BRRAAAKK!

Kapak itu menghantam tanah dengan kekuatan dahsyat, menciptakan retakan besar dan mengirimkan gelombang kejut yang membuat beberapa bandit terhuyung dan jatuh. Bukan itu saja, Jago tidak hanya mengayunkan kapak, ia juga menyalurkan "energi" yang ia dapat dari makan besi dan minum oli, membuat kapak itu memancarkan aura kebiruan sesaat.

"Mengapa kalian tidak mundur saja?" tanya Jago lagi, dengan nada yang sama polosnya saat ia mencubit Ma Cang tadi. "Kalian terlihat... tidak efektif di sini."

Ma Cang, yang terhuyung ke belakang karena gelombang kejut, menatap Jago dengan campuran ketakutan dan kebencian. "Kau... kau akan mati! Tidak ada yang bisa mengalahkan Geng Cakar Harimau!"

Jago memiringkan kepalanya. "Data menunjukkan probabilitas kekalahan kalian sangat tinggi. Rasio korban di pihak kalian juga tidak menguntungkan."

Para bandit yang masih berdiri melihat teman-teman mereka yang terperangkap, terluka, atau pingsan. Mereka melihat kapak yang digunakan Jago seolah itu hanya mainan, dan wajah polos tanpa emosi dari Jago. Rasa takut mulai menguasai mereka. Ini bukan pertarungan biasa. Ini adalah mimpi buruk.

"Mundur!" teriak salah satu bandit. "Kita tidak bisa menang!"

Ketakutan menyebar seperti wabah. Satu per satu, para bandit yang tersisa mulai berbalik dan melarikan diri, meninggalkan Ma Cang yang meraung sendirian.

"Dasar pengecut!" teriak Ma Cang. "Kembali! Kita belum selesai!"

Namun, teriakan Ma Cang tak dihiraukan. Mereka lari tunggang langgang, menghilang ke dalam kegelapan hutan. Ma Cang, dengan lengan yang sakit dan harga diri yang hancur, akhirnya menyerah. Dengan cibiran marah dan tatapan penuh ancaman terakhir ke arah Jago, ia pun tertatih-tatih melarikan diri.

Keheningan kembali menyelimuti Perguruan Naga Langit, kali ini dengan nuansa kemenangan. Para murid saling pandang, terengah-engah namun dengan senyum lebar di wajah mereka.

"Kita... kita berhasil!" seru Kai, melompat-lompat kegirangan.

Mei turun dari atap, matanya berbinar bangga. "Kita melakukannya! Semua jebakan itu... mereka sangat efektif!" Ia menatap Jago dengan tatapan baru. "Dan kau, Jago... kau luar biasa."

Ling menghampiri Jago, menatap kapak besar yang masih dipegang Jago. "Kekuatanmu... itu benar-benar tak terbayangkan."

Jago meletakkan kapak itu. "Strategi ini sangat efisien. Kerugian minimal di pihak kita, dan kerugian maksimal di pihak lawan." Ia lalu melihat ke arah Ma Cang yang sudah menghilang. "Mereka tidak akan kembali lagi untuk sementara. Probabilitasnya rendah."

Guru Tua Lung menghampiri Jago, menepuk bahunya dengan lembut. "Jago, kau telah menyelamatkan perguruan ini. Kau adalah pahlawan kami."

Jago memiringkan kepalanya. "Pahlawan? Aku hanya melakukan apa yang kuanggap benar. Melindungi 'keluargaku'."

Ketiga murid dan Guru Tua Lung tersenyum. Bagi mereka, Jago bukan lagi sekadar robot aneh dari langit. Dia adalah bagian dari keluarga. Dia adalah "Jagoan Besi dari Langit Utara" yang ditakdirkan untuk melindungi Perguruan Naga Langit, dengan caranya sendiri yang unik dan tak terduga. Pertempuran pertama telah dimenangkan, namun mereka tahu, ini hanyalah awal dari petualangan yang lebih besar.