Bab 9: Tantangan dari Perguruan Lain dan Dilema 'Manusia' Jago

Kemenangan atas Geng Cakar Harimau dan kunjungan dari Tuan Chen dari Kota Suci benar-benar mengubah nasib Perguruan Naga Langit. Bantuan dana memungkinkan mereka merenovasi bangunan yang reyot, memperluas area latihan, dan membeli persediaan yang lebih baik. Namun, yang paling penting, reputasi mereka kembali naik. Beberapa murid baru yang mendengar kisah tentang "Jagoan Besi" dan kebangkitan Guru Tua Lung mulai datang untuk bergabung, meskipun jumlahnya masih sedikit.

Jago, seperti biasa, adalah daya tarik utama. Para murid baru, yang masih muda dan penuh rasa ingin tahu, sering mengintipnya saat ia melakukan tugas-tugasnya yang luar biasa, atau saat ia "bermeditasi" dengan mata terpejam dan dengungan halus dari tubuhnya. Mereka sangat kagum pada kekuatan Jago yang tak terbatas, dan mereka tidak tahu bahwa mereka sedang belajar bela diri dari seorang robot.

Suatu sore, saat Jago sedang membantu Mei mengangkat genteng baru untuk atap aula utama (ia bisa mengangkat puluhan genteng sekaligus tanpa kesulitan), seorang murid baru datang terengah-engah.

"Guru! Mei! Ling! Ada tamu dari Perguruan Harimau Besi!" serunya.

Alis Mei terangkat. Perguruan Harimau Besi adalah perguruan bela diri yang cukup terkenal di wilayah tetangga, dikenal karena disiplin ketat dan para muridnya yang tangguh.

Guru Tua Lung, yang sedang minum teh, menatap ke arah gerbang. "Akhirnya mereka datang."

Tiga orang pria berpostur tegap dan kekar berdiri di depan gerbang. Mereka mengenakan seragam abu-abu gelap dengan lambang harimau yang meraung. Pemimpin mereka adalah seorang pria paruh baya dengan otot kawat dan tatapan tajam, Master He Feng, seorang master bela diri yang dihormati di wilayahnya.

"Salam, Guru Tua Lung," sapa Master He Feng dengan nada formal namun dingin. "Saya mendengar kabar tentang kebangkitan Perguruan Naga Langit. Dan juga... tentang Jagoan Besi yang misterius ini." Master He Feng melirik Jago yang baru saja turun dari atap, penampilannya yang sempurna dan auranya yang aneh tidak luput dari perhatiannya.

"Selamat datang, Master He Feng," sambut Guru Tua Lung. "Duduklah. Mari kita minum teh."

Setelah pertukaran basa-basi singkat, Master He Feng langsung ke intinya. "Kami datang bukan hanya untuk mengucapkan selamat. Kami mendengar bahwa seorang petarung tak dikenal dari perguruan Anda telah mengalahkan Ma Cang dan Geng Cakar Harimau dengan cara yang... tidak biasa." Ia menatap Jago tajam. "Beberapa murid kami, yang juga berpatroli di wilayah itu, merasa bahwa kemenangan ini harus dibuktikan. Untuk menjaga kehormatan dunia bela diri, kami ingin menantang 'Jagoan Besi' ini dalam duel persahabatan."

Mei dan Ling saling pandang. Ini adalah tantangan yang tidak bisa mereka tolak. Menolak berarti mengakui bahwa kemenangan mereka tidak sah atau bahwa Jago tidak cukup kuat.

Guru Tua Lung tersenyum. "Duel persahabatan, katamu? Untuk kehormatan, ya?"

"Tepat," jawab Master He Feng, matanya memancarkan tantangan. "Murid terbaik saya, Li Wei, akan menghadapi Jagoan Besi Anda. Jika Li Wei menang, Perguruan Harimau Besi akan diakui sebagai yang terkuat di wilayah ini. Jika Jagoan Besi Anda menang, maka Perguruan Naga Langit akan mendapatkan pengakuan yang tak terbantahkan."

Li Wei, seorang pria muda dengan tubuh atletis dan mata penuh kepercayaan diri, melangkah maju. Ia adalah murid terbaik di Perguruan Harimau Besi, dikenal karena kecepatan dan kekuatan tinjunya.

"Bagaimana, Jago?" tanya Guru Tua Lung, menoleh ke arah Jago. "Apakah kau bersedia menerima tantangan ini?"

Jago memproses permintaan itu. "Menerima tantangan duel. Tujuan: mengamankan pengakuan perguruan. Risiko: cedera minimal. Probabilitas keberhasilan: tinggi." Jago mengangguk. "Saya bersedia."

Master He Feng tampak terkejut dengan jawaban Jago yang begitu lugas, seolah ini hanyalah sebuah perhitungan matematika. "Baiklah. Duel akan diadakan besok pagi di lapangan latihan kami. Kita akan mengundang perwakilan dari perguruan lain sebagai saksi."

Setelah rombongan Perguruan Harimau Besi pergi, suasana di Perguruan Naga Langit menjadi tegang. Ini bukan lagi pertarungan melawan bandit. Ini adalah pertarungan kehormatan melawan perguruan bela diri yang dihormati.

"Jago," kata Ling, "Li Wei sangat cepat. Pukulannya seperti kilat. Jangan meremehkannya."

"Aku akan mengamati polanya," Jago menjawab. "Setiap manusia memiliki pola gerakan yang bisa dianalisis."

Mei menatapnya. "Jago, ini bukan tentang menganalisis pola. Ini tentang Chi, tentang semangat bertarung. Dia akan menggunakan kekuatan internalnya."

"Saya tahu tentang Chi," kata Jago. "Saya sudah mempelajari data tentangnya. Namun, sistem saya belum sepenuhnya memahami bagaimana cara menyalurkannya secara alami seperti manusia."

Malam itu, Guru Tua Lung memanggil Jago ke ruangannya. Ia menyalakan dupa, aroma menenangkan menyebar di udara.

"Jago," kata Guru Tua Lung. "Aku tahu kau kuat. Tapi duel besok adalah tentang lebih dari sekadar kekuatan."

"Tentang apa, Guru?" tanya Jago.

"Tentang hati," jawab Guru Tua Lung. "Tentang menunjukkan bahwa Perguruan Naga Langit bukan hanya kuat secara fisik, tetapi juga memiliki semangat. Kau adalah perwakilan kami. Ketika kau bertarung, kau harus bertarung dengan hatimu."

Jago terdiam. Hati. Sebuah konsep yang ia anggap sebagai bagian dari sistem biologis manusia. Bagaimana mungkin robot seperti dirinya memiliki hati?

"Aku... aku tidak yakin bagaimana cara bertarung dengan 'hati', Guru," kata Jago jujur.

Guru Tua Lung tersenyum. "Kau sudah melakukannya, Jago. Saat kau melindungi kami dari Ma Cang, kau melakukannya dengan 'hati'mu. Keinginanmu untuk melindungi kami, itu adalah hati. Besok, biarkan keinginan itu membimbingmu. Jangan hanya mengandalkan perhitungan. Biarkan dirimu... merasa."

Jago memegang Batu Chi Biru di tangannya. Ia mencoba merasakan sensasi hangat yang pernah ia rasakan sebelumnya. Apakah itu yang dinamakan hati?

Keesokan paginya, Perguruan Harimau Besi dipenuhi oleh perwakilan dari berbagai perguruan bela diri dan warga lokal yang ingin menyaksikan duel yang menarik ini. Lapangan latihan yang luas sudah disiapkan, dikelilingi oleh penonton yang bersemangat.

Li Wei, dengan seragam Harimau Besi yang bersih dan aura kepercayaan diri, berdiri di tengah lapangan. Di seberangnya, Jago, dalam jubah latihan Naga Langit yang sudah sedikit usang, tampak tenang.

Master He Feng bertindak sebagai wasit. "Peraturan duel sederhana. Tidak ada senjata mematikan. Pukulan dan tendangan diizinkan. Duel berakhir ketika salah satu petarung tidak bisa melanjutkan, atau mengakui kekalahan. Siap?"

Jago dan Li Wei mengangguk.

"Mulai!"

Li Wei langsung menyerang. Ia bergerak dengan kecepatan luar biasa, melancarkan serangkaian pukulan tinju harimau yang kuat dan cepat, bertujuan ke titik vital Jago. Ia adalah petarung yang mengandalkan kecepatan dan kekuatan ledakan.

Jago, dengan sensornya yang superior, menganalisis setiap gerakan. Ia memblokir setiap pukulan Li Wei dengan presisi, pergelangan tangannya memutar untuk mengalihkan kekuatan serangan. Pukulan-pukulan Li Wei yang seharusnya bisa meremukkan tulang, hanya berbenturan dengan tubuh Jago yang sekeras baja, menciptakan suara dentuman keras.

Li Wei terkejut. Pukulannya terasa seperti menghantam dinding besi. Ia meningkatkan kecepatan dan kekuatan serangannya, mencoba menemukan celah. Ia melancarkan tendangan memutar, bertujuan ke kepala Jago.

Jago menangkap tendangan itu dengan satu tangan, menghentikannya di udara. Ia bisa saja langsung melumpuhkan Li Wei di sana, tetapi ia teringat kata-kata Guru Tua Lung: "Bertarung dengan hati."

Jago tidak membalas serangan dengan kekuatan penuhnya. Ia justru menggunakan sedikit kekuatan untuk memutar tubuh Li Wei, membuatnya kehilangan keseimbangan. Li Wei terhuyung-huyung, tetapi ia segera memulihkan diri.

"Kau tidak menyerangku?" tanya Li Wei, bingung.

"Aku mengamati," jawab Jago. "Seranganmu cepat. Tapi ada pola yang bisa diprediksi."

Li Wei marah. Ia merasa diremehkan. Ia mengaktifkan Chi-nya, tubuhnya memancarkan aura merah samar. Kekuatannya meningkat drastis. Ia melesat lagi, kali ini dengan serangan yang jauh lebih cepat dan lebih kuat.

Jago merasakan gelombang Chi itu. Data baru masuk ke sistemnya: Peningkatan energi internal terdeteksi. Risiko: meningkat. Namun, kali ini, Jago tidak hanya mengandalkan data. Ia merasakan tekanan di dadanya, perasaan "penting" yang Guru Tua Lung bicarakan. Keinginan untuk melindungi nama perguruan.

Jago mulai bergerak. Gerakannya tidak lagi hanya presisi mekanis. Ada fluiditas baru di dalamnya, sebuah adaptasi yang muncul entah dari mana. Ia bergerak seperti air, mengikuti aliran Chi Li Wei, mengelak dan membelokkan setiap serangan dengan gerakan minimum yang paling efisien. Ketika Li Wei melancarkan pukulan terkuatnya, Jago menangkisnya dengan telapak tangan, bukan dengan kekuatan, melainkan dengan membelokkan Chi lawan, seperti yang pernah ia lihat Guru Tua Lung lakukan.

Li Wei terlempar ke belakang, bukan karena kekuatan fisik, melainkan karena Chi-nya sendiri yang berbalik melawannya. Ia mendarat dengan lutut, terengah-engah, wajahnya pucat. Ia menatap Jago dengan tatapan tidak percaya.

"Kau... kau menggunakan Chi?" bisik Li Wei. "Tapi bagaimana?"

Jago memiringkan kepalanya. "Aku hanya... mengikuti alirannya. Guru Tua Lung mengajari tentang harmoni."

Master He Feng, yang menyaksikan seluruh duel itu, terkejut. Ia tahu Li Wei telah memberikan yang terbaik. Tetapi Jago... Jago bahkan tidak terlihat mengerahkan seluruh kekuatannya. Ia bertarung dengan cara yang aneh, namun sangat efektif, seolah ia memahami Chi secara intuitif.

"Cukup!" teriak Master He Feng. "Pemenangnya adalah... Jagoan Besi dari Perguruan Naga Langit!"

Sorak sorai penonton pecah. Perwakilan perguruan lain saling berbisik, kagum pada kekuatan dan teknik aneh Jago.

Li Wei, meskipun kalah, menghampiri Jago dan membungkuk. "Aku mengakui kekalahan. Kau memang layak mendapatkan julukan 'Jagoan Besi'."

Jago mengangguk. "Terima kasih atas pengalaman pertarungan ini. Datamu sangat berguna."

Master He Feng menghampiri Guru Tua Lung, wajahnya penuh hormat. "Guru Tua Lung, saya mengakui. Perguruan Anda memang telah bangkit. Dan Jagoan Besi... dia adalah pendekar yang belum pernah saya lihat sebelumnya." Ia melirik Jago lagi. "Dia adalah misteri, tetapi misteri yang luar biasa."

Guru Tua Lung tersenyum. "Alam semesta ini penuh dengan misteri, Master He Feng. Terkadang, yang terpenting adalah bagaimana kita menghadapi misteri itu."

Setelah duel, reputasi Perguruan Naga Langit semakin melambung. Banyak murid baru yang lebih berbakat mulai datang, tertarik oleh kisah Jago dan kebangkitan Guru Tua Lung. Perguruan yang hampir bangkrut itu kini kembali berjaya.

Namun, bagi Jago, kemenangan ini membawa dilema baru. Ia telah bertarung "dengan hati," menggunakan sesuatu yang bukan sekadar perhitungan logis. Ia merasakan sesuatu yang aneh di dalam dirinya. Apakah ini yang namanya menjadi "manusia"? Jika demikian, ia masih punya banyak hal untuk dipelajari. Dan di tengah semua itu, suara samar dari masa lalu, suara peringatan yang korup dalam ingatannya, mulai berbisik lagi, seolah ada sesuatu yang sedang mencarinya.