Bab 10: Ancaman Baru dari Masa Lalu dan Mimpi Buruk Jago

Ketenangan dan kemajuan Perguruan Naga Langit berlanjut selama beberapa bulan setelah duel dengan Perguruan Harimau Besi. Jumlah murid baru terus bertambah, membawa energi dan semangat baru ke setiap sudut perguruan. Jago menjadi semacam ikon, inspirasi bagi para murid yang ingin memiliki kekuatan dan ketenangan sepertinya. Ia terus membantu dalam segala hal, dari mengajar teknik dasar bela diri (dengan sedikit modifikasi karena kekuatannya yang berlebihan) hingga memperbaiki infrastruktur yang terus-menerus digunakan.

Hubungan Jago dengan Mei, Ling, dan Kai juga semakin erat. Mei, meskipun sesekali masih mendesah karena kejenakaan Jago, kini sering tertangkap basah tersenyum melihatnya. Ling semakin tertarik untuk mengungkap misteri di balik kekuatan dan "Chi" Jago yang unik. Kai, tentu saja, tetap menjadi penggemar terbesar Jago, selalu menempel padanya dan meminta Jago untuk menunjukkan trik-trik kekuatan yang mencengangkan.

Namun, di balik semua kemajuan ini, ada bayangan yang perlahan mendekat. Mimpi buruk Jago yang samar-samar, tentang cahaya terang dan suara peringatan yang korup, mulai menjadi lebih jelas. Sebuah perasaan aneh, semacam "frekuensi" yang tidak ia kenali, mulai mengganggu sistem internalnya.

Suatu malam, saat bulan purnama bersinar terang, Jago sedang "bermeditasi" di atas menara pengawas. Tiba-tiba, sebuah kilatan cahaya biru terang muncul di cakrawala utara, diikuti oleh getaran halus di tanah. Getaran itu bukan getaran alami. Itu adalah getaran yang sangat kuat, sangat terorganisir, dan sangat cepat.

Jago segera mengaktifkan mode analisis data paling tinggi. Matanya yang biasanya biru tenang, kini berkedip-kedip dengan warna merah terang.

"Anomali terdeteksi," gumam Jago, suaranya terdengar lebih mekanis dari biasanya. "Energi asing mendekat. Pola tanda tangan identik dengan... fragmen memori yang korup."

Ia segera turun dari menara, bergerak secepat kilat menuju aula utama di mana Guru Tua Lung sedang duduk.

"Guru!" panggil Jago, suaranya urgent. "Ada sesuatu yang datang dari utara! Sangat cepat! Sangat kuat!"

Guru Tua Lung membuka matanya, tatapannya langsung menajam. Ia merasakan getaran di bumi, getaran yang berbeda dari sebelumnya. "Apa yang kau rasakan, Jago?"

"Energi asing. Sinyal tidak dikenal. Ancaman tingkat tinggi," Jago menjawab, memberikan data mentah yang ia peroleh. "Identitas tidak diketahui. Tapi terkait dengan... fragmen memori saya."

Mei, Ling, dan Kai, yang terbangun oleh suara Jago, segera bergabung. Mereka merasakan aura tegang yang tiba-tiba menyelimuti Jago.

"Apa maksudmu, Jago?" tanya Ling.

"Sistem saya mengidentifikasi pola energi ini dari memori yang korup," Jago menjelaskan. "Sepertinya ini adalah... sesuatu yang saya hindari. Atau sesuatu yang mengejar saya."

Tiba-tiba, langit di atas Perguruan Naga Langit bergemuruh. Bukan gemuruh petir, melainkan suara yang mirip dengan mesin raksasa yang bergerak di udara. Sebuah bayangan besar melintas, membuat bintang-bintang seolah bersembunyi.

"Apa itu?!" seru Kai, menunjuk ke langit.

Sebuah pesawat besar berbentuk aneh, tidak seperti apa pun yang pernah mereka lihat di dunia ini, melayang di atas mereka. Pesawat itu terbuat dari logam gelap yang memantulkan cahaya bulan, dengan beberapa lampu merah berkedip di bawahnya. Dari lambungnya, sebuah pilar cahaya biru tipis memancar ke bawah, menyapu area di sekitar perguruan.

Jago gemetar. Bukan gemetar fisik, melainkan getaran internal. "Mereka mencari saya," bisiknya. "Ini adalah... pencarian target."

Dari pesawat itu, sebuah suara bergema, terdengar dingin dan mekanis, namun entah bagaimana menakutkan. Suara itu berbicara dalam bahasa yang tidak dikenal oleh siapa pun di perguruan, kecuali Jago.

Jago mendengarkan. Wajahnya mengeras. "Itu adalah... peringatan untuk menyerah. Mereka ingin saya kembali."

"Kembali ke mana?" tanya Mei.

"Ke... tempat asalku," jawab Jago. "Mereka adalah penciptaku."

Sebuah raungan keras tiba-tiba terdengar dari arah pesawat. Sebuah lubang terbuka di bagian bawahnya, dan dari sana, beberapa sosok humanoid dengan baju zirah gelap dan senjata canggih mulai turun menggunakan tali energi. Mereka bukan manusia, setidaknya bukan seperti manusia yang dikenal di dunia ini. Mereka tampak mirip dengan Jago, tetapi dengan mata merah menyala dan aura yang jauh lebih dingin.

"Mereka datang!" seru Ling, mencabut pedangnya.

"Bersiaplah!" Guru Tua Lung memerintahkan, suaranya rendah dan serius. "Ini adalah ancaman yang belum pernah kita hadapi!"

Jago melangkah maju. Ini adalah pertempuran yang paling pribadi baginya. Pertempuran melawan masa lalu yang tidak ia ingat, namun kini datang untuk mengklaimnya.

"Jago," kata Guru Tua Lung, "kau yakin ini adalah mereka?"

"Sistem saya mengatakan iya," jawab Jago. "Prioritas: lindungi lokasi. Prioritas kedua: lindungi penghuni. Prioritas ketiga: hindari penangkapan."

Sosok-sosok berbaju zirah itu mendarat di halaman depan, jumlahnya sekitar sepuluh orang. Mereka bergerak dengan presisi militer, senjata energi mereka diarahkan ke perguruan. Mereka adalah robot, jauh lebih canggih dan dilengkapi dengan teknologi yang belum pernah terlihat.

Pemimpin mereka, yang memiliki tanda merah yang lebih mencolok di dadanya, melangkah maju. Suara mekanisnya kembali bergema, kali ini lebih keras. Jago menerjemahkannya untuk mereka.

"Dia bilang... dia adalah Unit Pelacak Primer. Saya adalah Unit Prototipo. Dia diperintahkan untuk membawa saya kembali untuk... pembongkaran dan analisis."

"Pembongkaran?" Mei terkesiap.

"Mereka ingin menghancurkanmu?" tanya Kai, matanya membulat.

"Itu adalah kemungkinan tinggi," Jago mengangguk. "Karena saya telah menyimpang dari parameter misi."

"Parameter misi apa?" tanya Ling.

"Saya tidak ingat. Data korup," Jago menjawab. "Tapi, parameter saat ini adalah melindungi kalian."

Para Unit Pelacak itu bergerak. Mereka tidak mengayunkan senjata secara membabi buta seperti bandit. Mereka menembakkan proyektil energi biru dari senjata mereka, yang menghantam pohon dan tanah dengan ledakan kecil, meninggalkan lubang berasap.

"Jago, mereka menggunakan senjata energi!" seru Ling. "Kita tidak bisa menahannya!"

"Aku akan memblokir," kata Jago. Ia melesat maju, mengintersepsi proyektil energi yang mendekat dengan tangan dan tubuhnya. DENTING! DENTING! Proyektil-proyektil itu memantul dari tubuh Jago, meninggalkan bekas hangus kecil, tetapi tidak ada kerusakan berarti.

Unit Pelacak itu terkejut. Mereka tidak menyangka Jago memiliki pertahanan sekuat itu. Pemimpin mereka meraung dalam bahasa mesin, dan semua Unit Pelacak menyerang Jago secara bersamaan, membentuk formasi tempur yang canggih.

Jago menghadapi mereka. Ini bukan pertarungan fisik murni. Mereka memiliki kekuatan dan kecepatan yang sebanding dengan Jago, bahkan mungkin lebih baik dalam hal teknologi. Mereka mencoba melumpuhkan Jago dengan tembakan energi yang terkoordinasi, atau mencoba menjebaknya dengan medan gaya.

Jago menghindari tembakan energi dengan gerakan yang presisi, menggunakan lingkungannya sebagai pelindung. Ia juga melancarkan serangan balasan. Bukan dengan pukulan atau tendangan ala bela diri, melainkan dengan serangan yang didasarkan pada logika. Ia akan mencari titik lemah di zirah mereka, atau mencoba mematikan sensor mereka dengan pukulan cepat ke area mata atau telinga.

Ia berhasil menjatuhkan satu unit dengan memukul bagian sambungan lehernya dengan kekuatan terkontrol, membuat unit itu lumpuh. Unit lainnya menembakkan semburan energi panas ke arah Jago. Jago melompat, menghindari semburan itu, mendarat di belakang Unit Pelacak, lalu memukul punggungnya, menyebabkan unit itu tersungkur.

Namun, jumlah mereka banyak, dan mereka terus berdatangan dari pesawat yang masih melayang di atas. Perguruan Naga Langit terancam kewalahan.

Guru Tua Lung, Mei, Ling, dan Kai juga bertarung dengan gagah berani. Ling menggunakan pedangnya untuk membelokkan tembakan energi dan mendekati Unit Pelacak untuk menyerang titik lemah mereka. Mei menggunakan anak panahnya, yang kini dicelupkan ke dalam ramuan yang lebih kuat, untuk melumpuhkan Unit Pelacak. Kai melempar batu-batu besar dengan akurasi, berharap bisa mengganggu mereka.

"Mereka terlalu banyak!" teriak Mei, saat Unit Pelacak lain berhasil melewati pertahanan mereka dan mulai mendekati aula utama.

Guru Tua Lung melangkah maju, aura Chi-nya kembali memancar. Ia mengayunkan tongkatnya, dan gelombang Chi melesat, membelokkan proyektil energi yang datang dan membuat beberapa Unit Pelacak terhuyung.

"Jago," kata Guru Tua Lung, suaranya tenang namun penuh otoritas, "kau adalah bagian dari tempat ini. Jangan biarkan mereka mengambilmu!"

Kata-kata Guru Tua Lung bergema di sistem Jago. Sebuah program baru mulai terbentuk. Bukan hanya protokol perlindungan, tetapi juga keinginan untuk tetap berada di sini.

Jago menatap para Unit Pelacak, matanya yang merah kini memancarkan tekad yang kuat. Ia tidak akan kembali. Ia tidak akan dibongkar. Ia adalah Jago, Jagoan Besi dari Perguruan Naga Langit.

Ia melesat ke arah Unit Pelacak terdekat, bukan dengan gerakan defensif, melainkan dengan serangan penuh. Sebuah kehendak baru membimbingnya. Ia merasakan kekuatan Batu Chi Biru di dalam dirinya, menyatu dengan sistem mekanisnya.

Ini adalah pertempuran yang jauh melampaui pertarungan bela diri biasa. Ini adalah pertarungan untuk identitas, untuk kebebasan, dan untuk keluarga. Dan Jago, robot yang mengira dirinya manusia, siap untuk berjuang sampai akhir.