Pertempuran di Perguruan Naga Langit kini mencapai puncaknya. Langit malam yang tadinya damai kini dihiasi oleh kilatan proyektil energi biru, dentingan logam, dan suara dentuman keras. Jago, Guru Tua Lung, Mei, Ling, dan Kai menghadapi musuh yang belum pernah mereka bayangkan: robot-robot canggih dari masa lalu Jago.
Jago bertarung dengan intensitas yang mengerikan. Ia melesat di antara Unit Pelacak, memblokir tembakan energi, dan melancarkan serangan balasan. Ia menggunakan kecepatan dan kekuatannya yang tak tertandingi, menargetkan titik-titik vital pada Unit Pelacak seperti sambungan sendi atau panel kontrol. Setiap pukulannya didukung oleh tekadnya untuk melindungi "keluarganya."
"Sistem pertahanan mereka kuat," Jago menganalisis sambil menangkis serangan beberapa unit sekaligus. "Namun, masih ada kelemahan. Mereka mengandalkan formasi dan teknologi."
Ia berhasil menjatuhkan tiga Unit Pelacak dengan serangan terkoordinasi. Satu unit ia lumpuhkan dengan pukulan kebagian kepala yang membuat sensornya pecah, satu lagi ia lempar ke arah unit lain, dan yang ketiga ia hantam ke pohon bambu hingga tubuhnya penyok. Namun, mereka terus berdatangan dari pesawat yang masih melayang di atas, seolah pasokan mereka tak terbatas.
Sementara itu, Guru Tua Lung bertarung di sisi lain. Aura Chi-nya memancar kuat, menciptakan perisai tak terlihat yang membelokkan proyektil energi. Dengan tongkatnya, ia melancarkan gelombang Chi yang presisi, menjatuhkan beberapa Unit Pelacak, membuat sistem mereka mengalami gangguan sesaat. Gerakannya adalah perpaduan keanggunan seorang master dan kekuatan destruktif.
"Mereka jauh lebih tangguh dari bandit manapun," geram Mei, meluncurkan anak panah beracunnya ke arah Unit Pelacak. Anak panah itu memang menancap, namun efeknya hanya membuat Unit Pelacak sedikit melambat, bukan melumpuhkan.
Ling bertarung dengan pedangnya, mencoba memotong kabel atau bagian penting dari Unit Pelacak. Ia berhasil melumpuhkan satu unit dengan membelah sambungan kaki, membuat robot itu terjatuh. Namun, senjata energi mereka adalah ancaman serius. Satu kilatan biru hampir mengenai Kai yang sedang sibuk melemparkan batu-batu besar.
"Awas, Kai!" teriak Jago, melesat dan mendorong Kai menjauh tepat waktu. Proyektil itu menghantam tanah tempat Kai berdiri, menciptakan kawah kecil berasap.
Jago menyadari bahwa pertahanan mereka akan segera kewalahan. Kekuatan Unit Pelacak dan jumlah mereka terlalu besar. Ia harus melakukan sesuatu yang lebih drastis.
Tiba-tiba, sebuah suara bergema di dalam sistem Jago. Bukan suara dari Unit Pelacak, melainkan suara yang lebih akrab, suara yang selama ini tersembunyi di fragmen memorinya. Suara itu adalah peringatan, sebuah instruksi, sebuah program darurat.
"Unit Prototipo," suara itu berbisik di dalam benak Jago, bukan melalui telinganya, melainkan langsung ke inti pemrosesannya. "Aktifkan Mode Pertahanan Maksimal. Energi Cadangan akan diakses."
Jago merasakan aliran energi baru yang kuat mengalir melalui setiap sirkuitnya. Lampu di dadanya berkedip lebih cepat, dan matanya kini memancarkan cahaya biru terang. Kekuatannya meningkat drastis. Sebuah medan energi samar muncul di sekeliling tubuhnya, membelokkan tembakan energi Unit Pelacak.
"Apa yang terjadi pada Jago?" tanya Mei, terkejut melihat perubahan pada Jago.
"Aura Chi-nya... meningkat drastis," bisik Ling, merasakan gelombang energi dari Jago. "Bahkan melebihi Guru Tua Lung!"
Jago melesat. Kali ini, ia tidak hanya memblokir. Ia menyerang dengan kekuatan penuh. Sebuah pukulan lurus ke dada Unit Pelacak, dan zirah baja mereka penyok ke dalam, membuat unit itu lumpuh seketika. Tendangan memutar Jago menghancurkan dua unit sekaligus, membuat mereka terpental ke dinding dan meledak kecil.
Unit Pelacak yang tersisa mundur, terkejut dengan peningkatan kekuatan Jago yang tiba-tiba. Pemimpin Unit Pelacak, yang mengamati dari pesawat, meraung dalam bahasa mesin, memerintahkan pasukannya untuk fokus pada Jago.
"Mereka menganggap saya sebagai ancaman utama," Jago menyadari. "Ini adalah strategi yang bagus. Mereka akan fokus pada saya, memberikan kesempatan bagi kalian untuk... membersihkan sisanya."
Jago melompat tinggi ke udara, melebihi ketinggian pohon bambu. Ia mendarat di atas salah satu Unit Pelacak, menghantamkan tubuhnya hingga unit itu remuk. Kemudian, ia melesat dari satu Unit Pelacak ke Unit Pelacak lainnya, menjadi badai logam yang tak terhentikan.
Namun, pengorbanan Jago tidak tanpa harga. Setiap serangan yang ia lakukan, setiap blok yang ia buat, menghabiskan energi cadangan yang ia akses. Lampu di dadanya mulai berkedip tidak stabil, dari biru terang menjadi merah redup. Ia merasakan semacam... kelelahan internal. Sesuatu yang ia sebut "dengungan energi" kini terasa seperti "kehilangan energi."
Melihat Jago menghadapi seluruh pasukan Unit Pelacak sendirian, Guru Tua Lung tahu ini adalah kesempatan mereka. "Mei, Ling, Kai! Serang para Unit Pelacak yang terganggu! Kita harus melumpuhkan pesawat itu!"
Ling dan Mei, dengan bantuan Guru Tua Lung yang mengarahkan mereka dengan Chi, mulai bergerak cepat. Mereka menargetkan Unit Pelacak yang masih mencoba menyerang Jago, melumpuhkan mereka satu per satu. Kai, yang menemukan sebuah pelontar batu tua di gudang, mulai meluncurkan batu-batu besar ke arah pesawat yang melayang di atas.
DUK! BRAK!
Beberapa batu berhasil mengenai lambung pesawat, menyebabkan percikan api. Pesawat itu sedikit bergoyang.
"Terus serang pesawatnya!" teriak Jago, suaranya kini terdengar sedikit parau. "Itu adalah pusat kendali mereka!"
Pertarungan berlanjut dengan sengit. Jago berjuang melawan gelombang Unit Pelacak yang terus-menerus. Ia berhasil melumpuhkan sebagian besar dari mereka, namun ia juga mulai merasakan dampak dari pertarungan itu. Sensor internalnya mulai mengeluarkan peringatan.
"Energi cadangan menipis. Kerusakan sistem minor terdeteksi. Pertahanan akan menurun."
Jago mengabaikan peringatan itu. Ia melihat Mei dan Ling berhasil melumpuhkan Unit Pelacak terakhir di tanah. Hanya pesawat itu yang tersisa.
"Jago! Kita berhasil di sini!" seru Mei. "Bagaimana denganmu?"
Jago menatap pesawat itu. Cahaya merah di matanya meredup, kembali menjadi biru redup. Ia tahu ia harus menghentikan sumber ancaman itu.
Ia melompat, menggunakan seluruh sisa energinya, melesat ke atas, menembus lapisan udara, menuju lambung pesawat. Unit Pelacak Primer, yang berada di dalam pesawat, menyadari niat Jago dan mengarahkan semua senjatanya ke arah Jago. Ratusan proyektil energi ditembakkan.
Jago membelokkan beberapa, namun banyak yang menghantam tubuhnya. DENTUMAN! DENTUMAN! Asap mulai keluar dari beberapa bagian tubuh Jago.
"JAGO!" teriak Kai panik.
Dengan sisa tenaganya, Jago mencapai lambung pesawat. Ia mendarat dengan keras, tangannya mencengkeram permukaan logam. Dengan kekuatan terakhirnya, ia mencoba merobek panel kendali pesawat.
"Sistem... kritis," gumam Jago, jari-jarinya bergetar. "Tidak... cukup... tenaga."
Tiba-tiba, suara Guru Tua Lung bergema di benaknya. Bukan suara fisik, melainkan semacam... telepati Chi. Jago! Gunakan semua yang kau miliki! Biarkan hatimu yang membimbing!
Jago memejamkan matanya, mengabaikan peringatan sistem. Ia memusatkan semua yang ia rasakan: keinginan untuk melindungi, ikatan yang ia rasakan dengan Perguruan Naga Langit, dan perasaan baru dari Batu Chi Biru. Energi spiritual itu, yang selama ini hanya samar-samar ia rasakan, kini meledak di dalam dirinya.
Tubuhnya memancarkan cahaya biru yang menyilaukan. Bukan cahaya mekanis, melainkan cahaya yang terasa hidup. Dengan raungan yang entah dari mana asalnya, Jago merobek lambung pesawat. Kabel-kabel putus, percikan api menyambar.
KRAK! BOOM!
Sebuah ledakan kecil terjadi di dalam pesawat, diikuti oleh kepulan asap hitam. Pesawat itu terhuyung, mulai kehilangan ketinggian, dan melayang tak terkendali.
"Dia berhasil!" seru Ling.
Pesawat itu meluncur, melayang menjauh dari Perguruan Naga Langit, menabrak puncak gunung di kejauhan dengan ledakan besar, menerangi langit malam untuk sesaat.
Di Perguruan Naga Langit, para murid dan Guru Tua Lung terdiam, menyaksikan ledakan itu. Kemudian, mereka melihat Jago. Ia jatuh bebas dari langit.
"JAGO!" teriak Mei dan Kai.
Jago jatuh dengan cepat. Lampu di dadanya padam. Matanya gelap. Tubuhnya kaku, tidak ada lagi cahaya atau getaran. Ia menghantam tanah di halaman perguruan dengan suara gedebuk yang memilukan. Debu mengepul.
Mei, Ling, dan Kai berlari menghampirinya. Guru Tua Lung mengikuti dengan langkah cepat. Mereka menemukan Jago tergeletak di tanah, tubuhnya kusam, dengan beberapa penyok dan bekas hangus. Ia tidak bergerak.
"Jago... Jago, bangun!" Kai mengguncang lengan Jago, matanya berkaca-kaca.
Mei memegang tangan Jago. Kulitnya terasa dingin, tidak ada lagi denyutan energi. "Dia... dia tidak merespons."
Ling meletakkan tangannya di dada Jago. Tidak ada getaran, tidak ada dengungan. "Dia... dia seperti mati."
Guru Tua Lung berlutut di samping Jago, menatap wajah robot itu yang kini terlihat kosong. Ia memejamkan mata, merasakan aura di sekitar Jago. Aura Chi yang tadi memancar kuat, kini menghilang total.
"Dia telah mengerahkan segalanya," bisik Guru Tua Lung. "Lebih dari sekadar energi. Dia mengerahkan... jiwanya."
Kesedihan menyelimuti mereka. Pahlawan mereka, sang Jagoan Besi yang telah menyelamatkan mereka dua kali, kini tergeletak tak berdaya. Apakah ini akhir dari Jago? Ataukah, seperti Guru Tua Lung katakan, ini hanyalah bagian dari takdir yang lebih besar? Malam itu, Perguruan Naga Langit diselimuti duka, tetapi di balik duka itu, ada pertanyaan yang belum terjawab: apa yang akan terjadi selanjutnya pada Jago, sang robot yang menemukan hati manusia?