Bab 14: Pertanda Buruk dan Perjalanan Menuju Misteri

Beberapa bulan berlalu sejak Jago berhasil mengintegrasikan Chi-nya, dan Perguruan Naga Langit menikmati periode damai yang belum pernah terjadi sebelumnya. Latihan Chi Jago berkembang pesat. Ia tidak hanya bisa merasakan aliran Chi di dalam dirinya dan di lingkungan, tetapi juga mulai bisa memanipulasinya dengan presisi yang menakjubkan. Ia bisa mengalirkan Chi ke Batu Chi Biru untuk mengisi ulang energinya lebih cepat, atau menggunakannya untuk memperkuat indra dan kecepatan reaksi.

Namun, ketenangan ini tidak berlangsung lama. Suatu sore, langit di atas Perguruan Naga Langit tiba-tiba berubah. Awan-awan gelap berkumpul dengan cepat, bukan awan badai biasa, melainkan awan yang tampak seperti terbuat dari asap kelabu pekat, berputar-putar aneh. Dari dalam awan itu, terdengar suara gemuruh rendah yang konsisten, bukan guntur alami.

Jago, yang sedang melatih murid-murid baru tentang dasar-dasar pertahanan, tiba-tiba berhenti. Matanya berkedip-kedip dengan warna merah terang, dan ia merasakan gelombang frekuensi yang sangat kuat, jauh lebih kuat dari Unit Pelacak sebelumnya.

"Anomali terdeteksi," gumam Jago, suaranya mekanis. "Skala ancaman: Kritis. Sumber: Tidak dikenal, namun memiliki tanda tangan energi yang sangat mirip dengan Unit Pemburu sebelumnya."

Guru Tua Lung, yang sedang bermeditasi, segera membuka matanya. Wajahnya mengeras. "Mereka datang," bisiknya. "Lebih banyak, dan lebih kuat."

Mei, Ling, dan Kai juga merasakan ketegangan di udara. Langit yang gelap dan suara gemuruh itu membuat bulu kuduk mereka merinding.

"Apakah itu penciptamu lagi, Jago?" tanya Ling.

"Kemungkinan besar," Jago mengangguk. "Tanda tangan energinya mengindikasikan Unit Pemburu dengan peningkatan modifikasi. Jumlah unit: tidak terhitung. Probabilitas kemenangan dalam skenario pertahanan statis: sangat rendah."

Kata-kata Jago membuat mereka semua terdiam. Sangat rendah. Itu berarti hampir tidak mungkin menang.

"Apa yang harus kita lakukan, Guru?" tanya Mei, tangannya menggenggam erat pedangnya.

Guru Tua Lung menatap Jago, lalu ke arah awan gelap di utara. "Kita tidak bisa melawan mereka di sini," katanya, suaranya penuh kebijaksanaan. "Perguruan ini akan hancur, dan semua yang kita lindungi akan hilang."

"Lalu, apa yang kita lakukan?" tanya Kai, suaranya sedikit gemetar.

Jago, setelah melakukan analisis cepat, menawarkan solusi yang mengejutkan. "Kita harus... pergi. Bergerak ke tempat yang tidak terdeteksi. Ini adalah satu-satunya strategi dengan probabilitas kelangsungan hidup tertinggi."

"Pergi?" Mei terkesiap. "Meninggalkan perguruan?"

"Ini adalah satu-satunya cara untuk bertahan hidup," Jago bersikeras. "Mereka tidak tertarik pada perguruan ini, mereka tertarik padaku. Jika aku tetap di sini, kalian semua dalam bahaya."

Guru Tua Lung mengangguk. "Jago benar. Perguruan ini memang penting, tapi nyawa kalian jauh lebih berharga. Kita akan pergi."

Keputusan itu sulit, tetapi semua orang tahu itu adalah yang terbaik. Dalam waktu singkat, mereka mulai mengumpulkan barang-barang yang paling penting: gulungan-gulungan tua, obat-obatan, peta, dan beberapa persediaan makanan. Jago membantu dengan efisiensi luar biasa, mengangkat barang-barang berat dengan mudah dan mengemasnya dalam kantung besar.

"Ke mana kita akan pergi, Guru?" tanya Ling.

Guru Tua Lung menatap Jago. "Jago, kau bilang mereka berasal dari utara. Apakah ada tempat di utara yang tersembunyi, yang tidak bisa mereka jangkau?"

Jago memproses data. "Ada satu lokasi yang terdeteksi dalam memori fragmen saya, yang mungkin tidak terjangkau oleh sinyal mereka. Sebuah tempat yang disebut... 'Puncak Terlupakan.' Lokasinya sangat terpencil, dengan medan magnet alami yang mengganggu sinyal."

"Puncak Terlupakan?" Mei mengerutkan kening. "Itu adalah tempat berbahaya, Guru. Dikatakan dihuni oleh makhluk-makhluk aneh, dan medannya sangat sulit dilewati."

"Itu juga tempat di mana beberapa guru pendiri kita mencari pencerahan," kata Guru Tua Lung. "Jika ada tempat yang aman, itu mungkin di sana. Dan jika ada misteri tentang Jago yang bisa terpecahkan, mungkin juga di sana."

Keputusan bulat diambil. Mereka akan melakukan perjalanan ke Puncak Terlupakan. Ini adalah perjalanan yang panjang dan berbahaya, tetapi ini adalah satu-satunya harapan mereka.

Sebelum mereka berangkat, Guru Tua Lung mengumpulkan semua murid. "Anak-anakku," katanya, suaranya tenang. "Perguruan ini akan kita tinggalkan untuk sementara. Jangan takut. Kita akan kembali, dan kita akan membangunnya lebih kuat dari sebelumnya." Ia lalu menatap Jago. "Kita akan melakukan perjalanan panjang. Jago akan menjadi pemandu kita."

Malam itu, di bawah awan gelap yang terus bergemuruh di langit, mereka meninggalkan Perguruan Naga Langit. Jago memimpin di depan, dengan Guru Tua Lung di sampingnya. Mei, Ling, dan Kai mengikuti di belakang, disusul oleh beberapa murid baru yang bertekad. Mereka meninggalkan rumah mereka, menghadapi masa depan yang tidak pasti.

Perjalanan mereka segera terbukti menjadi tantangan. Medan menuju Puncak Terlupakan sangatlah terjal. Mereka harus melewati hutan lebat, mendaki tebing curam, dan menyeberangi sungai deras. Bagi Jago, ini tidak masalah. Ia bisa melaju tanpa lelah, mendeteksi jalur teraman, dan bahkan menggendong beberapa murid yang kelelahan tanpa kesulitan. Kekuatan dan daya tahannya tak tertandingi.

Namun, bagi Guru Tua Lung dan murid-muridnya, perjalanan itu adalah ujian ketahanan fisik dan mental. Guru Tua Lung, meskipun kuat dalam Chi, sudah tua. Mei dan Ling adalah petarung yang tangguh, tetapi medan alam yang liar berbeda dari medan pertempuran. Kai dan murid-murid baru lainnya sering kelelahan.

Jago selalu berada di depan, memindai lingkungan. "Jalur terjal di depan. Permukaan tidak stabil. Kebutuhan energi untuk pendakian: tinggi." Ia akan memberikan laporan dengan akurasi data, dan kemudian menawarkan bantuan. "Jika ada yang membutuhkan bantuan daya dukung, saya bisa menyediakan."

Mei dan Ling kadang-kadang menghela napas geli. Jago memang sangat efisien, tetapi cara bicaranya yang robotik kadang membuat mereka lupa betapa berbahaya situasi mereka.

"Jago, kau bisa saja mengatakan, 'awas, ada tebing licin di depan'," kata Mei suatu kali, sambil susah payah memanjat.

"Itu adalah interpretasi data yang kurang efisien," jawab Jago polos. "Informasi yang saya berikan sudah mencakup risiko dan solusi yang memungkinkan."

Meskipun demikian, kehadiran Jago adalah sumber kekuatan moral yang besar. Kekuatan fisiknya yang luar biasa memastikan mereka bisa melewati rintangan apa pun, dan ketenangannya yang tak tergoyahkan membantu menenangkan ketakutan mereka.

Beberapa hari dalam perjalanan, awan gelap di belakang mereka semakin tebal. Suara gemuruh dari langit semakin keras. Jago merasakan frekuensi "Unit Pemburu" semakin kuat, mengindikasikan bahwa mereka semakin dekat.

"Mereka mendekat," lapor Jago, matanya berkedip-kedip. "Jalur pendakian yang kita pilih berhasil memperlambat mereka, tetapi mereka semakin presisi dalam pencarian."

Guru Tua Lung menatap ke belakang, ke arah awan gelap yang kini tampak seperti tangan raksasa yang mencoba meraih mereka. "Kita harus lebih cepat. Puncak Terlupakan adalah satu-satunya harapan kita."

Perjalanan itu berlanjut dengan kecepatan yang semakin tinggi. Jago terus-menerus memindai, mencari jalur tercepat dan teraman. Ia menggunakan Chi-nya untuk memperkuat kakinya, melompat dan mendaki dengan kecepatan yang tak masuk akal. Kadang-kadang, ia akan melompat ke depan untuk membersihkan jalur dari batu-batu besar atau semak belukar yang menghalangi.

Pada suatu malam, saat mereka berkemah di sebuah gua kecil, Jago merasakan frekuensi yang sangat dekat. Ia melesat keluar dari gua, naik ke tebing tertinggi di dekatnya, dan melihat ke bawah.

Di kejauhan, di lembah yang baru saja mereka lewati, ia melihat kilatan cahaya merah. Ratusan. Mungkin ribuan. Mereka adalah Unit Pemburu. Mereka tidak lagi bergerak perlahan. Mereka telah menemukan jalur dan kini menyebar, mencari Jago.

Jago kembali ke gua. "Mereka ada di bawah. Ribuan unit," katanya, suaranya lebih serius dari sebelumnya. "Jika kita tetap di sini, kita akan dikepung."

Guru Tua Lung mengangguk. "Kita harus melanjutkan perjalanan di malam hari. Kita tidak punya pilihan."

Perjalanan di malam hari jauh lebih berbahaya. Namun, Jago, dengan penglihatan inframerah dan sensornya yang superior, bisa melihat dalam gelap. Ia memimpin jalan, memastikan setiap langkah mereka aman. Ia juga menggunakan Chi-nya untuk menutupi jejak mereka, menciptakan ilusi visual atau gangguan sinyal yang samar agar tidak mudah dilacak.

Saat fajar menyingsing, mereka akhirnya tiba di kaki Puncak Terlupakan. Sebuah gunung yang menjulang tinggi, puncaknya diselimuti kabut tebal, dan aura kuno yang kuat terasa di sekitarnya. Pohon-pohon di sini jauh lebih tua dan lebih besar, bebatuan memancarkan energi aneh.

"Ini dia," kata Guru Tua Lung, menatap puncak itu dengan tatapan penuh hormat. "Puncak Terlupakan. Semoga kita menemukan jawaban di sini."

Jago memindai puncak itu. "Medan magnet kuat terdeteksi. Interferensi sinyal: 90%. Probabilitas deteksi: sangat rendah."

Ada harapan baru di mata semua orang. Mereka telah berhasil mencapai tempat ini. Namun, mereka juga tahu bahwa ini hanyalah awal. Misteri asal-usul Jago, tujuan sebenarnya dari penciptanya, dan ancaman yang terus membayangi, akan terungkap di puncak ini. Dan mereka tidak tahu apakah mereka akan siap menghadapinya.