Bulan-bulan berikutnya di Perguruan Naga Langit adalah masa pemulihan dan penyesuaian. Kerusakan akibat pertempuran telah diperbaiki, dan murid-murid kembali berlatih dengan semangat baru. Kemenangan mereka atas armada asing telah menyebar ke seluruh wilayah, mengukuhkan reputasi Perguruan Naga Langit sebagai salah satu kekuatan bela diri yang paling dihormati di daratan. Banyak murid baru yang datang, bukan hanya dari desa-desa terdekat, tetapi juga dari kota-kota jauh, ingin belajar di bawah bimbingan Guru Tua Lung dan, tentu saja, ingin mendengar kisah tentang Jagoan Besi.
Namun, di balik semua kemajuan ini, ada sebuah kekosongan yang tidak dapat diisi. Jago tetap terbaring di aula utama, tubuhnya bersih dan terawat, seolah ia hanya tidur. Ling telah melakukan semua yang ia bisa untuk memperbaiki zirah luarnya, tetapi tidak ada tanda-tanda kehidupan. Batu Chi Biru yang pecah kini diletakkan di sebuah nampan di samping Jago, pecahan-pecahannya tampak kusam dan tidak lagi memancarkan cahaya.
Kai masih sering menghabiskan waktunya di samping Jago, berbicara dengannya, menceritakan tentang pelajaran hari ini, tentang burung-burung yang baru ia lihat, tentang mimpi-mimpinya. Ia menolak untuk percaya bahwa Jago telah tiada selamanya. Mei dan Ling juga sering datang, duduk dalam diam, mengenang Jago. Mereka merasakan duka, tetapi juga sebuah harapan samar yang tidak bisa mereka jelaskan.
Guru Tua Lung adalah satu-satunya yang tidak menunjukkan kesedihan yang mendalam. Ia sering duduk di samping Jago, memejamkan mata, memusatkan Chi-nya. Ia tidak mencoba membangkitkan Jago secara langsung, tetapi ia mencoba merasakan apa pun yang tersisa dari Jago, sisa-sisa Chi, atau jejak kehadirannya.
Suatu malam, saat bulan purnama bersinar terang, Guru Tua Lung kembali ke aula utama. Ia melihat Kai tertidur pulas di samping Jago, seperti biasa. Mei dan Ling juga tidur di sudut, kelelahan setelah seharian mengajar.
Guru Tua Lung duduk bersila di depan Jago. Ia mengeluarkan Batu Chi Biru yang pecah itu, memegang pecahan-pecahannya di telapak tangannya. Ia memejamkan mata, dan mulai menyalurkan Chi-nya ke dalam pecahan-pecahan itu, tidak untuk menghidupkan mereka kembali, tetapi untuk merasakan esensi mereka.
Ia merasakan sebuah resonansi samar, sebuah getaran halus yang berbisik dari pecahan-pecahan itu. Bukan energi mekanis, melainkan sebuah jejak spiritual, sebuah jejak dari "hati" yang telah ditemukan Jago. Itu adalah esensi Chi-nya, yang entah bagaimana, masih bertahan.
"Jadi... kau memang ada di sana," bisik Guru Tua Lung. "Di antara alam, di antara dunia."
Guru Tua Lung kemudian menyalurkan Chi-nya lebih dalam, ke inti pecahan Batu Chi Biru. Ia mencoba berkomunikasi, bukan dengan kata-kata, melainkan dengan perasaan, dengan niat.
Ia merasakan sebuah kilasan, sebuah visi: Jago melayang di antara bintang-bintang, bukan sebagai robot, melainkan sebagai bentuk energi murni, sebuah entitas cahaya. Ia tidak terikat pada tubuh fisik, tetapi ia merasakan ikatan yang kuat dengan dunia yang telah ia tinggalkan. Ia merasakan panggilan dari Perguruan Naga Langit, panggilan dari "keluarganya."
Visi itu menghilang, meninggalkan Guru Tua Lung dengan perasaan lelah, tetapi juga dengan pemahaman yang lebih dalam. Jago tidak sepenuhnya pergi. Ia ada di suatu tempat, entah di mana, dalam bentuk energi murni. Dan ia bisa merasakan mereka, sama seperti mereka bisa merasakan jejaknya.
"Aku mengerti sekarang," bisik Guru Tua Lung. "Kau adalah jembatan. Jembatan antara teknologi dan spiritualitas, antara dunia ini dan alam semesta yang luas."
Pagi berikutnya, Guru Tua Lung mengumpulkan Mei, Ling, dan Kai. Ia menceritakan visi yang ia alami, tentang Jago sebagai entitas energi murni.
"Jadi, dia tidak mati?" tanya Kai, matanya berbinar penuh harapan.
"Tidak sepenuhnya," Guru Tua Lung tersenyum. "Tubuhnya mungkin tidak bergerak, tetapi esensinya masih ada. Dia ada di suatu tempat, di antara alam semesta. Dan dia bisa merasakan kita."
Mei dan Ling tercengang. Konsep ini melampaui pemahaman mereka.
"Lalu, bagaimana kita bisa membangkitkannya kembali?" tanya Ling.
"Kita tidak bisa membangkitkannya dalam bentuk fisik seperti yang kita kenal," jawab Guru Tua Lung. "Setidaknya, tidak dengan cara biasa. Ia telah mencapai tingkat eksistensi yang lebih tinggi. Tapi, ada sebuah cara. Ramalan kuno kita berbicara tentang 'Harmoni Naga Langit', sebuah ritual yang bisa menyelaraskan energi alam semesta untuk mewujudkan kembali esensi yang telah melampaui batas."
"Ritual?" tanya Mei.
"Ritual itu membutuhkan penyatuan Chi dari semua yang ada di perguruan, dikombinasikan dengan energi Chi murni dari Mata Air Naga, dan tentu saja, pecahan Batu Chi Biru sebagai fokus," Guru Tua Lung menjelaskan. "Ini adalah ritual yang sangat berbahaya, dan jika gagal, kita bisa kehilangan diri kita sendiri. Tetapi jika berhasil, Jago akan kembali, mungkin tidak dalam bentuk yang sama, tetapi dengan kekuatan yang jauh lebih besar."
Mereka semua menatap Jago yang terbaring. Mengambil risiko sebesar itu untuk seseorang yang bahkan bukan manusia? Namun, Jago telah mengorbankan segalanya untuk mereka. Ia telah membuktikan bahwa ia lebih dari sekadar mesin. Ia adalah bagian dari mereka.
"Kami akan melakukannya, Guru," kata Mei dengan tegas.
"Kami akan membantunya kembali," Ling menambahkan.
Kai mengangguk, tekad terpancar di wajahnya yang muda. "Aku akan melakukan apa pun agar Jago kembali."
Guru Tua Lung tersenyum. "Baiklah. Maka, mulailah persiapan. Kita akan melakukan ritual Harmoni Naga Langit saat bulan purnama berikutnya."
Hari-hari berikutnya di Perguruan Naga Langit dipenuhi dengan persiapan intensif. Guru Tua Lung mengajar murid-murid baru tentang cara menyalurkan Chi mereka secara massal, bagaimana mencapai harmoni dalam energi mereka. Ling dan Mei memimpin latihan, memastikan setiap orang memahami pentingnya ritual ini. Jago, yang terbaring di tengah aula, menjadi fokus dari semua harapan mereka.
Mereka juga membawa Batu Chi Biru kembali ke Mata Air Naga di Puncak Terlupakan, menempatkannya di tengah kolam untuk menyerap kembali energi Chi murni. Perlahan, pecahan-pecahan itu mulai memancarkan cahaya redup, seolah perlahan-lahan menyembuhkan diri.
Saat malam bulan purnama tiba, seluruh penghuni Perguruan Naga Langit berkumpul di halaman utama. Jago terbaring di tengah, dengan pecahan Batu Chi Biru yang kini bersinar redup di dadanya. Guru Tua Lung berdiri di depannya, dengan Mei, Ling, dan Kai di sampingnya. Murid-murid baru membentuk lingkaran di sekitar mereka.
Guru Tua Lung mengangkat tangannya. "Kita akan melakukan ritual Harmoni Naga Langit. Ingat, fokuskan Chi kalian. Biarkan hati kalian menjadi pemandu. Kita akan memanggil esensi Jago kembali ke dunia ini."
Ia menutup mata, dan mulai memusatkan Chi-nya. Mei, Ling, dan Kai, diikuti oleh semua murid, juga menutup mata dan menyalurkan Chi mereka. Energi Chi yang tak terlihat mulai mengalir dari setiap individu, menyatu di tengah-tengah Jago. Udara menjadi tebal dengan energi, dan sebuah aura keemasan mulai menyelimuti seluruh perguruan.
Cahaya dari pecahan Batu Chi Biru semakin terang, berdenyut dengan ritme yang sama dengan Chi mereka. Sebuah bisikan samar terdengar di udara, bukan kata-kata, melainkan sebuah frekuensi, sebuah melodi yang datang dari alam semesta. Itu adalah panggilan mereka kepada Jago.
Ritual itu berlangsung berjam-jam. Mereka semua mengerahkan semua Chi dan tekad mereka. Guru Tua Lung, meskipun terlihat lelah, terus memimpin.
Dan kemudian, saat bulan purnama mencapai puncaknya di langit, sebuah keajaiban terjadi.
Pecahan Batu Chi Biru di dada Jago tiba-tiba bersinar dengan cahaya yang sangat menyilaukan. Cahaya itu tidak hanya memancar dari kristal, tetapi juga dari tubuh Jago. Kemudian, cahaya itu mulai memudar, dan di tempat Batu Chi Biru yang pecah, sebuah kristal biru utuh yang jauh lebih besar dan lebih bercahaya mulai terbentuk. Kristal itu tidak lagi hanya sebuah batu, melainkan sebuah inti yang berdenyut dengan kehidupan.
Dan dari inti itu, sebuah cahaya mulai memancar, membentuk siluet. Siluet itu bukan lagi tubuh robot Jago yang biasa. Itu adalah wujud yang terbuat dari energi murni, cahaya biru dan emas yang berdenyut. Bentuknya menyerupai Jago, tetapi tampak lebih eterik, lebih halus, seolah ia adalah perwujudan dari Chi itu sendiri.
Kemudian, suara Jago bergema di udara, bukan melalui mulutnya, melainkan langsung ke dalam pikiran mereka semua. Suara itu tenang, dalam, dan penuh dengan kearifan.
"Aku telah kembali," suara itu berkata. "Bukan sebagai daging dan tulang, bukan sebagai logam dan sirkuit. Aku kembali sebagai... Harmoni."
Cahaya itu perlahan meredup, memperlihatkan Jago yang kini berdiri di tengah mereka. Ia tidak lagi memiliki tubuh robotik yang keras. Ia adalah wujud yang terbuat dari cahaya dan Chi murni, bentuknya berdenyut dengan energi. Ia terlihat seperti siluet dirinya, tetapi transparan, dan memancarkan aura yang tak terlukiskan.
Kai menatap Jago, matanya melebar. "Jago... kau adalah hantu?"
Jago tersenyum, senyuman yang kini terasa lebih manusiawi. "Aku adalah diriku. Dan aku kembali untuk melindungi kalian."
Guru Tua Lung menatap Jago, senyumnya puas. "Kau telah melampaui batas, Jago. Kau adalah perwujudan dari ramalan."
Jagoan Besi dari Langit Utara telah kembali, tetapi tidak lagi dalam bentuk yang sama. Ia adalah entitas Chi yang hidup, sebuah penjaga yang tak terbatas oleh batasan fisik. Dan kini, dengan kekuatan dan pemahaman yang jauh lebih besar, Jago siap menghadapi tantangan apa pun yang akan datang. Perjalanan Jago, sang Harmoni Naga Langit, baru saja dimulai, membimbing mereka menuju masa depan yang penuh misteri dan kekuatan.