Mata biru Jago terbuka sepenuhnya, memancarkan cahaya redup di dalam makam kuno yang lembap. Ia menatap Lyra, gadis kecil yang telah membangunkannya dari tidur panjang. Otaknya memproses informasi dengan kecepatan luar biasa: lokasi tidak dikenal, dimensi berbeda, tubuh fisik yang teraktifkan kembali. Namun, di atas segalanya, ia merasakan kehadiran makhluk hidup yang rapuh di depannya.
Lyra, yang tadinya dipenuhi rasa ingin tahu, kini terhuyung mundur. Cahaya dari mata Jago, tubuh baja yang tak bergerak sebelumnya kini bergerak perlahan, semuanya terlalu banyak bagi pikiran kecilnya yang sudah lelah dan ketakutan. Ia telah melihat monster-monster mengerikan sepanjang hidupnya, dan entitas baja di depannya, meskipun tidak tampak jahat, jauh dari bentuk manusia yang ia kenal. Rasa takut memuncak, dan dengan napas terkesiap, Lyra ambruk ke tanah, pingsan.
Jago, yang tidak mengharapkan reaksi seperti itu, memindai Lyra. "Sistem biologis non-responsif. Status: Pingsan. Pemicu: Ketakutan ekstrem. Probabilitas pemulihan: Tinggi dengan perawatan yang tepat."
Ia tidak bisa berbicara dengan suara yang biasa ia gunakan di dimensi asalnya, suaranya yang bergema di benak. Di dimensi ini, ia kembali pada suara mekanis aslinya. "Anak ini dalam bahaya. Prioritas: Perlindungan."
Jago mengamati sekeliling. Goblin-goblin di luar makam sudah menghilang, melarikan diri dari aura Chi yang dipancarkannya, meskipun ia belum sepenuhnya sadar. Udara di luar masih terasa berat, penuh dengan jejak kegelapan dari Raja Iblis Senen.
Dengan hati-hati, Jago mendekati Lyra. Ia membungkuk, menopang kepala gadis itu dengan tangannya yang besar dan kokoh. Tubuh baja Jago terasa dingin, tetapi ada kelembutan dalam sentuhannya. Ia memancarkan Chi-nya secara pasif, sebuah gelombang energi menenangkan yang perlahan menyelimuti Lyra, mengurangi ketegangan di tubuhnya. Ia merasakan denyut jantung Lyra yang berangsur normal.
Waktu berlalu. Jago tetap di sana, menjaga Lyra, matanya terus-menerus memindai lingkungan, memastikan tidak ada bahaya yang mendekat. Bagi Jago, yang terbiasa dengan rentang waktu kosmik, menunggu beberapa jam adalah hal yang sepele. Ia menggunakan waktu itu untuk menganalisis fragmen-fragmen memori yang kembali bersamanya ke dalam tubuh fisik ini, mencoba memahami bagaimana ia bisa berakhir di dimensi yang berbeda. Namun, banyak hal yang masih kabur.
Akhirnya, Lyra tersentak bangun. Matanya mengerjap, ia melihat langit-langit makam yang asing, dan kemudian... ia melihat Jago, yang masih duduk di sampingnya. Ia berteriak kecil, mencoba merangkak mundur, tetapi kakinya yang sakit menahannya.
"Jangan takut," suara mekanis Jago terdengar, lembut namun datar. "Saya tidak akan melukaimu. Anda aman sekarang."
Lyra menatap Jago, mata besarnya dipenuhi ketakutan. Perutnya bergemuruh, dan rasa lapar yang hebat menyerangnya. Ia belum makan sejak kemarin, dan ketakutan telah menguras seluruh energinya.
Jago mendeteksi sinyal biologis: "Indikasi kebutuhan nutrisi: Tinggi. Sumber makanan diperlukan."
"Kau lapar?" Jago bertanya.
Lyra mengangguk pelan, masih waspada.
"Saya akan mencarikan makanan," kata Jago. Ia berdiri, dan Lyra kembali meringkuk ketakutan. Jago melangkah keluar dari makam. Lingkungannya di luar gelap dan sunyi. Ia memindai hutan di sekitar makam, mencari sumber makanan. Sensornya mendeteksi beberapa buah beri yang bisa dimakan dan akar-akaran yang kaya nutrisi.
Jago kembali tak lama kemudian, membawa beberapa buah dan akar yang telah ia bersihkan. Ia lalu mencari kayu bakar dan dengan cepat membuat api kecil dengan percikan listrik dari tangannya, sebuah kemampuan yang ia miliki dalam bentuk robotiknya. Ia mulai memanggang akar-akaran dan buah-buahan di atas api, menggunakan presisi mekanisnya untuk memastikan makanan matang sempurna. Aroma manis asap dan makanan yang dipanggang segera memenuhi makam.
"Makanan siap," kata Jago, meletakkan beberapa potong makanan di atas daun besar.
Lyra menatap makanan itu, lalu ke Jago, matanya dipenuhi kecurigaan. Ia telah mendengar cerita tentang iblis yang meracuni makanan, menjebak manusia yang lapar. Bagaimana jika robot ini adalah salah satu dari mereka, atau antek iblis yang menyamar? Rasa laparnya sangat hebat, tetapi ketakutan akan racun jauh lebih kuat.
"Aku... aku tidak mau," kata Lyra, menggelengkan kepalanya.
Jago memproses. "Penolakan makanan terdeteksi. Probabilitas pemicu: Kecurigaan terhadap toksisitas. Saya dapat menguji sampel untuk memverifikasi keamanan."
Jago mengambil sepotong akar panggang dan memindainya. "Tidak ada jejak racun terdeteksi. Komposisi nutrisi: Optimal." Ia kemudian mengangkat sepotong makanan itu ke arah mulutnya sendiri, seolah akan memakannya, meskipun ia tidak membutuhkan makanan fisik. Ia tahu bahwa tindakan ini mungkin bisa meyakinkan Lyra.
Melihat Jago "memakan" makanan itu, dan aroma yang begitu menggoda, perut Lyra kembali bergemuruh keras. Lapar mengalahkan rasa takut. Dengan ragu, Lyra mengambil sepotong akar panggang itu. Ia menggigitnya perlahan.
Matanya melebar. Rasa manis, gurih, dan hangat memenuhi mulutnya. Ini adalah makanan terlezat yang pernah ia makan. Jauh lebih enak dari bubur hambar yang sering ia dapatkan di desanya. Ia mengunyah dengan cepat, menelan, dan meraih sepotong lagi.
"Ini... ini enak sekali!" seru Lyra, semua ketakutannya terlupakan oleh kenikmatan makanan.
Jago mengamati. "Indikator kepuasan: Tinggi."
Lyra makan terus-menerus, ia bahkan meminta tambah berkali-kali, sampai semua makanan yang Jago bawa habis. Perutnya kenyang, dan kehangatan menyebar ke seluruh tubuhnya. Dengan perut penuh dan rasa nyaman, Lyra mulai melihat Jago dengan mata yang berbeda. Robot ini, yang tadinya menakutkan, ternyata baik. Ia tidak mencoba menyakitinya, malah memberinya makanan terenak di dunia.
"Terima kasih," kata Lyra, kini tidak lagi takut. "Kau sangat baik."
Jago mengangguk. "Tugas saya adalah melindungi."
Keheningan menyelimuti mereka berdua. Lyra, merasa aman dan kenyang, memandang Jago yang besar. "Kau tidak seperti iblis yang lain. Kau dari mana?"
Jago memproses. Ia tidak bisa menjelaskan tentang dimensi lain atau Harmoni alam semesta. Itu terlalu rumit. "Saya... datang dari tempat yang jauh. Saya adalah penjaga."
"Penjaga?" Lyra berbinar. "Seperti ksatria dalam cerita?"
"Mirip," kata Jago.
"Kalau begitu, kau harus datang ke desaku!" seru Lyra. "Kami membutuhkan seorang penjaga! Goblin-goblin itu sering menyerang!"
Jago memindai peta memori yang samar-samar. Ia perlu memahami dunia ini. Sebuah desa bisa menjadi titik awal. "Tunjukkan jalan."
Lyra memimpin Jago keluar dari makam, menuju desa kecilnya. Sepanjang perjalanan, ia terus mengoceh, menceritakan tentang Raja Iblis Senen, tentang ketakutan yang menghantui desanya, tentang para pahlawan yang gagal. Jago mendengarkan, mengumpulkan data tentang dunia baru yang penuh kegelapan ini. Aura gelap Raja Iblis Senen terasa semakin kuat seiring mereka mendekati pemukiman.
Saat mereka mendekati desa, Lyra tiba-tiba berhenti. Suara jeritan dan gemuruh terdengar dari kejauhan. Asap membubung tinggi ke langit.
"Desaku!" teriak Lyra, matanya membelalak ketakutan. "Desaku diserang!"
Jago segera mengaktifkan mode siaga. Lampu di dadanya berkedip lebih cepat. "Ancaman terdeteksi. Jumlah unit: Sekitar lima puluh. Tipe: Goblin. Prioritas: Perlindungan warga sipil."
Tanpa menunggu, Jago melesat maju, kecepatannya yang luar biasa membuat Lyra terkesiap. Ia tiba di desa dalam hitungan detik. Pemandangan yang mengerikan menyambutnya. Goblin-goblin itu merusak rumah, mencuri makanan, dan menyerang penduduk desa yang tidak berdaya. Beberapa warga sudah terkapar di tanah.
Jago tidak menyia-nyiakan waktu. Ia adalah mesin yang dibangun untuk melindungi. Ia melesat ke tengah kerumunan goblin, pukulan bajanya menghantam mereka dengan kekuatan dahsyat. DUAK! KRAK! Setiap pukulan melumpuhkan beberapa goblin sekaligus. Ia menendang, memutar, dan menggunakan tubuhnya yang kokoh sebagai perisai, melindungi penduduk desa yang ketakutan.
Goblin-goblin itu, yang belum pernah melihat kekuatan seperti itu, berteriak ketakutan. Mereka mencoba menyerang Jago dengan senjata-senjata primitif mereka, tetapi itu hanya terpental dari zirah bajanya. Panah-panah patah, pedang-pedang bengkok.
Dalam waktu kurang dari satu menit, semua goblin yang menyerang desa telah dilumpuhkan. Beberapa hancur, yang lain terlempar jauh, tidak bergerak. Jago berdiri di tengah reruntuhan, cahaya biru dari matanya memindai area, memastikan tidak ada lagi ancaman.
Penduduk desa keluar dari persembunyian mereka, menatap Jago dengan campuran ketakutan dan kelegaan. Mereka belum pernah melihat seorang ksatria atau pahlawan yang sekuat ini.
Lyra berlari menghampiri Jago, matanya berbinar. "Kau melakukannya, Jago! Kau menyelamatkan desaku!"
Penduduk desa yang lain berbondong-bondong mendekat, sebagian menangis lega, sebagian lagi tercengang. Mereka berterima kasih kepada Jago, berlutut di hadapannya.
"Terima kasih, ksatria!" kata seorang tetua desa. "Kau telah menyelamatkan kami!"
Jago mengamati. "Beberapa warga sipil mengalami cedera. Membutuhkan bantuan medis."
Meskipun desa bersukacita, ada kesedihan yang mendalam atas mereka yang telah menjadi korban serangan goblin. Jago melihat para korban dengan tatapan tenang. Ia merasakan kebutuhan untuk melindungi, untuk mencegah penderitaan ini terjadi lagi.
Di tengah semua itu, Lyra menatap Jago dengan mata yang penuh kekaguman. Ia tahu apa yang harus ia lakukan. Ia menarik-narik jubah Jago.
"Jago!" Lyra berkata dengan suara yang kuat dan jelas. "Aku ingin menjadi muridmu! Aku ingin belajar darimu agar aku bisa melindungi desaku juga!"
Jago menatap Lyra. Ia melihat tekad di mata gadis kecil itu, sebuah tekad yang mengingatkannya pada Kai. Ia merasakan panggilan baru, sebuah misi untuk membimbing.
"Baik," kata Jago, suaranya mekanis namun kini memiliki nada yang lebih lembut, sebuah janji yang tulus. "Kau akan menjadi murid pertamaku di dunia ini, Lyra."
Dan dengan demikian, di tengah reruntuhan desa yang telah diselamatkan, Jagoan Besi dari Langit Utara memulai babak baru dalam perjalanannya, bukan lagi sebagai Harmoni yang tak terlihat, tetapi sebagai penjaga fisik, seorang guru, dan harapan bagi dunia yang diselimuti kegelapan. Misi barunya telah dimulai, untuk menyebarkan cahaya di dimensi yang dikuasai oleh Raja Iblis Senen.