BAB 2 : kekacauan setelah pengunduran Neyro

Ruang pertemuan utama Akademi Tempur Kekaisaran mendadak senyap. Tiga belas batu keristal lampu menyala di langit-langit, menerangi wajah-wajah tegang para instruktur. Di tengah ruangan berdiri Pangeran Kedua—Luthen Virelius, mewakili istana.

Di depannya duduk enam instruktur senior: Dargan Alvein, Marr Vestra, Helzar Kuin, Timo Rael, Gran Strauz, dan Vern Lirenna. Semua memandangi lembaran surat berhias cap Kekaisaran yang baru saja dibacakan Luthen.

“...Apa maksudmu Neyro Vojenski mengundurkan diri dari satuan elit Knight karena... ingin tidur siang di bawah pohon plum di perbatasan?” tanya Marr pelan.

Luthen mengangguk. “Tepatnya, karena hidup di kota pusat terlalu berisik dan melelahkan.”

Dargan berdiri sambil menghentak meja. “APA?! MURID TERBAIK KITA, JUARA UJIAN PRAKTIK TIGA TAHUN BERTURUT-TURUT, MENGUNDURKAN DIRI KARENA INGIN ‘HIDUP SANTAI’?!”

“Tenang, Dargan,” kata Gran, walau wajahnya pun merah.

Vern Lirenna yang biasanya pendiam akhirnya bersuara, “Ini... lelucon, kan?”

Luthen menarik napas dalam. “Sayangnya tidak. Ini... terjadi dua minggu lalu.”

---

Flashback: Taman Kastil Kekaisaran

Sore hari, bunga-bunga Astrelia bermekaran di sekitar taman istana. Di bangku batu di bawah pohon, Neyro duduk bersandar santai dengan wajah bosan. Luthen menghampiri sambil membawa keranjang buku.

“Yo, Pangeran. Kau bawa buku lagi?”

“Untuk baca sore. Lebih tenang di sini.” Luthen duduk di sebelahnya.

Neyro menatap langit. “Aku sudah pikirkan ini lama… Aku ingin mundur dari Knight.”

Luthen menoleh cepat. “Apa? Kenapa? Kau satu dari lima Knight termuda yang langsung dilantik Kaisar!”

“Aku cuma... lelah. Aku ingin hidup santai. Tanpa parade. Tanpa perang. Tanpa teriak-teriak jenderal tiap pagi.”

“Tidak bisa! Itu melanggar etika Knight!”

Neyro menatapnya serius. “Kalau kau nggak bantu... aku akan sebarkan bahwa Pangeran Kedua Kekaisaran suka baca novel dewasa berjudul ‘Pengakuan Putri Malam di Menara Selatan’.”

Luthen membeku.

“Kau... monster.”

“Dan kau... terlalu banyak baca adegan ranjang.”

---

Kembali ke Ruang Instruktur

“...Dengan ancaman itu, aku akhirnya bantu si tolol itu menyusun surat pengunduran diri yang ‘masuk akal’,” ujar Luthen pasrah. “Alasan yang kami pakai: dia melanggar kode kehormatan karena tertidur saat tugas berjaga dan membiarkan burung mencuri makanan jenderal.”

Timo nyaris tersedak air.

“HEH! Itu alasannya?!” serunya sambil tertawa keras.

Helzar mengelus jenggot. “Dan... Kaisar?”

“Beliau menolak keras. Tapi Neyro menangis—air mata buatan, aku yakin. Akhirnya Kaisar menyerah... dengan catatan: jika Kekaisaran memanggilnya, ia harus datang tanpa alasan. Jika tidak... hukuman mati.”

Suasana makin tegang. Dargan kembali berdiri.

“Kita tak bisa membiarkan ini begitu saja! Dia aset negara!”

“Kurasa kita harus kirim surat ke dia,” kata Marr. “Minta penjelasan langsung.”

“Satu surat tidak cukup,” sahut Gran. “Kita semua kirim. Lihat mana yang membuatnya sadar.”

---

Surat dari Para Instruktur

Dargan Alvein (Kepala Instrukur Tempur)

> “NEEEEYRO! Datang ke akademi dalam tiga hari atau aku akan menyusulmu ke perbatasan dan mencabik zirahmu dengan tanganku sendiri! Kau memalukan gelar Knight! Tertanda, Dargan, pemilik urat nadi yang hampir putus karena murid tolol sepertimu.”

Marr Vestra (Pengawas Strategi)

> “Neyro, aku ingin laporan tertulis. Minimal 2000 kata. Kenapa kau memilih jadi penjaga kota ketimbang pemimpin pasukan. Kalau tidak kuketahui dengan benar, aku akan menyusun biografi hidupmu berdasarkan rumor.”

Helzar Kuin (Filsuf Militer)

> “Kau melawan arus dunia. Ini menarik. Balas surat ini. Kalau tidak, aku akan mengirimmu 14 gulungan teori kenapa tidur siang adalah bentuk pelarian pengecut.”

Gran Strauz (Instruktur Etika dan Kehormatan)

> “Kau mengecewakan kami... tapi aku mengerti. Namun, jika kau tak bisa menjelaskan pada kami, bagaimana rakyat akan memahami pahlawan mereka menghilang begitu saja? Balaslah.”

Timo Rael (Instruktur Fisik & Santai)

> “Brooo! Tidur siang tuh emang nikmat, tapi kau ninggalin kita demi kasur? Serius? Cuma mau tanya: kasurmu empuk gak? Ada bantal bulu phoenix? Jawab ya.”

Vern Lirenna (Pendiam tapi Mengawasi)

> “Neyro. Bicara langsung. Atau aku akan diam-diam memblokir jalur suplai ke barakmu.”

---

Luthen menatap keenam instruktur yang mulai sibuk menulis surat masing-masing. Burung-burung merpati mulai dipanggil.

Dalam hati, ia tersenyum getir.

“...Kau memang gila, Neyro. Tapi setidaknya, dunia tak akan pernah bosan denganmu.”

Bersambung.........