BAB 4 :putri pedang dan malam yang sunyi

Langit di atas Kota Velund malam itu begitu jernih. Bintang-bintang berkelip seolah menertawakan dunia di bawahnya.

Di balkon lantai tiga apartemen para guru, Neyro Vojenski duduk bersandar di kursi kayu dengan satu kaki di atas pagar. Kemeja putih longgar yang dikenakannya ditiup angin malam.

"Hmm..." gumamnya, memandang ke arah bangunan megah akademi di seberang lapangan. “Untuk cabang, tempat ini lumayan besar juga. Paling nggak, tempat tidurnya nggak berbagi sama tikus kayak dulu…”

Tiba-tiba, di tengah lapangan jurusan tempur yang sepi, suara ketukan dari kayu terdengar lirih. Neyro menoleh.

Seorang gadis muda, bertubuh ramping dengan rambut hitam terikat tinggi, tengah mengayunkan pedang kayu di bawah cahaya remang bulan. Gerakannya tegas, cepat, dan—lebih mengejutkan—sangat disiplin.

Mata Neyro menyipit. “Serius amat latihannya. Malam-malam begini. Anak siapa tuh?”

Dengan gerakan ringan, ia berdiri di atas pagar balkon. Lalu…

Wussshhh!

Ia melompat turun tiga lantai tanpa suara, mendarat mulus di tribun penonton pinggir lapangan seperti daun jatuh. Ia duduk di salah satu bangku kayu, menyilangkan kaki.

“Latihan tengah malam? Gaya siapa nih?”

Gadis itu terkejut, segera menoleh. “Siapa kau?”

“Cuma guru tamu yang kebetulan gak bisa tidur,” jawab Neyro santai. “Jangan khawatir. Aku bukan penculik. Kecuali kamu nyuri kucing Kaisar, baru aku tangkap.”

Gadis itu mengerutkan alis, tetap menjaga jarak. “Kau... Knight?”

“Dulu. Sekarang guru matematika paruh waktu,” jawabnya, sambil melempar senyum lesu.

“…Kenapa di sini?”

“Kenapa kamu di sini?” Neyro membalikkan pertanyaan. “Seharusnya jam segini kamu tidur. Bukan berayun-ayun seperti mau menebas angin malam.”

“Aku… sedang mengasah gerakan,” jawab gadis itu akhirnya.

Neyro mengangguk-angguk. “Cara berdiri dan genggamanmu bagus. Tapi… putaran pergelanganmu terlalu kaku. Mau dikasih satu teknik biar lebih mantap?”

Gadis itu diam, menatapnya curiga.

“Aku nggak minta imbalan. Tapi kalau kamu bisa kuajari dalam 15 menit, kamu beliin aku teh susu besok. Gimana?”

Akhirnya, dia mengangguk pelan.

---

Neyro berdiri dan mengambil batang kayu dari tumpukan samping lapangan.

“Namamu siapa?” tanyanya sambil memutar tongkat seperti tongkat pendek.

“Lilith. Lilith Marca. Putri ketiga dari Markus wilayah barat,” jawabnya datar.

“Oho~ Putri bangsawan turun ke lapangan malam-malam. Romantis juga.”

Lilith menghela napas panjang. “Kau guru teraneh yang pernah kutemui.”

“Aku sering dapat penghargaan untuk itu,” jawab Neyro.

Ia kemudian memulai demonstrasi. “Perhatikan. Gerakan ini dasar, tapi dalam pertarungan cepat, sangat berguna.”

Ia menunjukkan teknik Snap Deflect, yaitu memutar pedang dengan torsi dari pergelangan untuk menangkis dan sekaligus menyakiti lawan dengan tenaga balik.

Lilith mengikuti, salah dua kali, lalu berhasil.

“Wow… belum satu jam, udah pas banget. Kamu belajar dari siapa sebelumnya?”

“Kakakku. Dia Knight Kekaisaran juga. Namanya Lero Marca.”

“Lero? Rambut biru, ngomong kenceng, suka nyanyi waktu mandi?”

Lilith berkedip. “Kau mengenalnya?”

“Dia partner satu tim-ku dulu. Dan sumber trauma suara sumbang.”

Lilith tertawa kecil untuk pertama kalinya. “Kau tidak seperti eks-Knight pada umumnya. Biasanya mereka... kaku.”

“Karena aku pensiun dini. Terlalu banyak parade, terlalu sedikit tidur siang.”

Lilith menatapnya penuh rasa ingin tahu. “Kenapa kau keluar dari Knight?”

“Hmm.” Neyro duduk kembali di bangku penonton. Ia menatap bintang. “Karena aku muak dengan politik, dan aku suka hidup. Hidup yang tenang. Tidur tanpa suara alarm, makan tanpa bom asap.”

Lilith tertawa kecil. “Itu alasan yang bodoh.”

“Tapi berhasil membuatku bahagia,” jawab Neyro dengan senyum kecil.

Setelah beberapa detik hening, Lilith berkata, “Aku tahu nama-mu. Ayahku sering menyebutmu. Katanya kau ‘Knight Gila yang kabur’.”

“Yah. Kalau nggak gila, nggak mungkin jadi guru matematika di tempat beginian.”

Tiba-tiba dari jendela atas kamar guru, suara serak terdengar.

“NEYRO! ADA YANG NGINTIP PELAJAR LAGI NIH?!”

Neyro mendongak. Itu suara Guru Melda (wanita, 50-an tahun), pengawas disiplin yang punya suara seperti seekor naga batuk.

“BUKAN NGINTIP, BUU! LAGI NGASIH BIMBINGAN ROHANI!”

“ROHANI PALAKMU! BESOK KAU JAGA TOILET SISWA!”

Lilith menahan tawa. Neyro hanya memegang dadanya.

“Aku bisa mati lebih cepat karena dia daripada monster perbatasan.”

Lilith menatapnya, senyumnya mulai lebih hangat. “Kau tahu? Aku pikir malam ini akan jadi malam latihan biasa. Tapi ternyata... menyenangkan.”

“Karena aku ada?” tanya Neyro, sok bangga.

“Karena aku bisa belajar lebih banyak dari orang yang aneh,” jawab Lilith, lalu memutar pedangnya dan mengayunkannya sempurna.

Neyro tersenyum kecil.

“Besok... teh susunya rasa vanila ya,” katanya ringan, sebelum berjalan pergi meninggalkan lapangan.

Bersambung.......